Twenty Four

12.1K 782 10
                                    

Tidak ada yang bisa menghilangkan senyuman cerah di wajah seorang Gilbert. Pria yang sedang duduk di kursi kebesarannya itu kini sedang mengarahkan pandangannya pada layar komputer. Namun, dirinya sama sekali tidak menaruh fokus pada tulisan yang tertera di hadapannya itu. Pikirannya sedang melanglang buana, memikirkan ucapan dari istrinya tadi malam.

Astaga, mendapatkan kepercayaan atas perasaannya saja, Gilbert sudah sesenang ini. Bagaimana nanti kalau dirinya mendapatkan balasan perasaan dari wanita yang ia cintai itu ?

Tok tok tok...

Gilbert terperanjat saat mendengar suara pintunya diketuk. Ia merapikan posisi duduknya sebelum mempersilahkan sang tamu untuk masuk ke dalam ruangannya.

Mulut Gilbert langsung melebar saat melihat dua orang pria yang kini sedang berjalan mendekati mejanya. "Ada apa ini ? Kenapa dua orang penting seperti kalian datang ke sini ?"

Dua tamu Gilbert mengedikkan bahu serempak. Mereka kemudian mendudukkan diri di sofa yang berada di depan meja Gilbert. Dengan jengah, Gilbert bangkit dari kursinya dan menggabungkan diri dengan kedua tamunya.

"Apa perusahaan keluarga sedang ada masalah ?"

"Sembarangan kamu, Gil. Jangan sampai Viano Corp kenapa-napa." Gerald sang direktur utama perusahaan keluarga Viano langsung menyanggah ucapan Gilbert.

"Memangnya kami tidak boleh mampir ke tempatmu ini, Adikku ?" Albert akhirnya turut membuka mulut. Gilbert menatap kedua laki-laki dewasa itu dengan pandangan menyipit. "Tetap saja aku curiga. Tidak biasanya kalian lowong di jam-jam seperti ini. Ini baru jam dua siang. Kalian biasanya sedang sibuk membaca berkas atau melakukan rapat-rapat membosankan itu."

Albert dan Gerald mendengus bersamaan. "Besok ketika aku mengambil cuti panjang, aku akan menyuruhmu untuk menggantikanku, Gil. Biar kau bisa merasakan bagaimana rasanya melakukan kegiatan-kegiatan menyenangkan yang kau sebutkan tadi." balas Albert sengit. Gilbert bergidik kemudian menggelengkan kepalanya kuat. "Tidak akan! Aku tidak akan mau menggantikanmu."

Gerald yang sudah terbiasa melihat pertengkaran antar saudara itu menggelengkan kepala lelah. Ia kemudian melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya. "Sepertinya kita harus cepat, Kevan sudah memesan tempat jam 3. Jangan sampai terlambat, dia pasti akan mengomel panjang lebar seperti wanita kalau kita tidak tepat waktu."

Albert dan Gilbert serempak menoleh menatap sepupu mereka. Gilbert yang masih tak mengerti dengan apa yang terjadi, kembali bertanya, "Sebenarnya, kita akan melakukan apa ?"

"Menembak. Kevan sedang stress karena wanitanya pergi entah kemana. Sebaiknya kita temani dia. Aku takut kalau dia sampai menembak dirinya sendiri nanti." ucapan Gerald mengundang dengusan Gilbert. "Astaga, Kak Ger, Kevan tidak selemah itu. Tidak mungkin playboy seperti dia akan bunuh diri gara-gara ditinggal seorang wanita."

Gerald dan Albert menyeringai bersamaan saat mendengar ucapan Gilbert. "Bro, sepertinya kamu banyak ketinggalan cerita." ucap Gerald kemudian.

=====

"Ansell!" Nayara meneriakkan nama keponakannya saat dirinya baru saja menginjakkan kaki di rumah keluarga Legger. Bocah laki-laki itu sedang dipangku mamanya dengan tangan yang tengah menggenggam biskuit bayi.

"Dari kapan di sini, Var ?" tanya Nayara begitu dirinya mendudukkan diri di samping Varischa – istri dari kakak iparnya. "Sudah lama, Nay. Aku ikut makan siang juga di sini."

"Tahu gitu, tadi aku pulang cepet aja ya." ujar Nayara dengan mulut cemberut. "Mama Martha dimana, Var ?"

"Di dapur, udah siap-siap buat masak makan malam." Nayara ber o ria lalu dengan gemas membawa Ansell ke dalam dekapannya. "Ponakan Tante tambah gembul begini."

Roll the Dice On - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang