Nayara termenung dengan hati yang resah. Ia kini sedang duduk di kursi ruang tunggu UGD tanpa ditemani oleh Gilbert. Suaminya itu malah sedang bersama dengan wanita yang bukan berstatus istrinya di dalam sana.
Sedari mereka berdua datang, hanya Gilbert yang terus ditempeli oleh Debby. Wanita itu hanya menyapa Nayara singkat lalu selanjutnya ia terus menempel pada Gilbert. Tentu saja kalau ditanya bagaimana perasaa Nayara dia akan menjawab kesal. Sangat kesal malah. Namun, dia berusaha untuk meredamnya karena rasa iba kepada seorang Debby. Betul memang, wanita itu kini hanya tinggal berdua saja dengan ibunya. Jadi, jika sampai Mama Debby tidak ada, wanita itu akan menjadi sebatang kara.
Akhirnya, yang dilakukan oleh Nayara hanyalah menunggu sembari menahan rasa panas yang kini begitu menyesakkan dadanya.
Selang beberapa lama kemudian, pintu UGD terbuka dan menampilkan sesosok pria yang sedari tadi ditunggu oleh Nayara. Ia berjalan mendekati istrinya dengan wajah kusut yang begitu kentara. "Nay." panggilnya sembari menangkup sebelah pipi Nayara. Nayara menatap Gilbert dengan pandangan bertanya. "Gimana Tante Ara ?"
Gilbert menghela napas berat sebelum mendudukkan dirinya di samping Nayara. "Not good. Karena Tante Ara sudah pasang dua ring dan kejadian seperti ini masih ada, sepertinya beliau akan dipasang ring lagi."
Sebelah tangan Gilbert mengusap wajahnya kasar. "Kamu aku antar pulang dulu ya. Kamu mending di rumah aja, dari pada di sini. Nanti kamu bakal capek."
"Terus kamu ? Memangnya kamu nggak bakal capek ?" sergah Nayara langsung. Gilbert menunjukkan senyum lemahnya. "Seenggaknya badan aku lebih fit dari pada kamu. Minggu ini kamu sibuk banget, Nay. Kamu yang lebih butuh istirahat dari pada aku."
Nayara menghela napas panjang, berusaha untuk meredam rasa kesalnya yang muncul karena Gilbert memilih untuk menemani Debby di rumah sakit.
"Fine. Tapi janji, besok pagi kamu harus pulang ke rumah." putus Nayara akhirnya.
Aku tidak boleh egois. Debby lebih membutuhkan Gilbert sekarang.
Gilbert tersenyum. "Janji. Ya udah, ayo aku anter ke rumah."
----------
Jam 10 pagi, akhirnya deru mobil Gilbert terdengar. Pria itu masuk ke kamar dengan wajah lelahnya. Nayara yang memang sengaja tidak datang ke toko bunganya langsung berjalan mendekat ke arah sang suami.
"Gimana ?"
Tanpa menjawab pertanyaan istrinya, Gilbert langsung mendekap tubuh Nayara dan mengistirahatkan kepalanya di bahu wanita itu. Gilbert menghirup aroma Nayara yang menenangkan dan memejamkan mata untuk beberapa saat.
Begitu Gilbert melepaskan pelukannya, Nayara mendorong pria itu menuju kamar mandi. "Mandi dulu, Gil. Habis itu makan terus tidur. Kamu kelihatan capek banget."
Gilbert terkekeh. "Perasaan, kemarin kamu yang kelihatan capek. Sekarang gantian."
Nayara mendengus lalu kembali mendorong tubuh suaminya sampai masuk ke dalam kamar mandi. "Cepetan mandi, aku tunggu di meja makan."
"Siap, Nyonya."
-----------
Malam harinya, Gilbert kembali menjenguk Tante Ara – Ibu Debby bersama dengan Nayara. Mereka berdua kini datang dengan membawa sebuah parcel buah untuk Ara dan makan malam untuk Debby.
"Astaga, Nayara. Tante sudah lama nggak lihat kamu." Ara dengan suara lemahnya tersenyum menyambut kedatangan istri Gilbert. Wanita berumur pertengahan lima puluh tahun itu merentangkan kedua tangannya, memberi isyarat untuk Nayara agar datang ke pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roll the Dice On - END
RomanceGilbert dan Nayara, dua orang yang tak pernah bisa lepas satu sama lain. Dan status mereka adalah sepasang sahabat. Hubungan itu sudah terjalin sejak mereka kecil dan terus berlanjut sampai detik ini. Dua-duanya saling merasa nyaman dan terlalu meng...