"Naay, Nayaraa." Gilbert memanggil nama istrinya yang sejak ia bangun tidur sudah tidak ada di kamar. Awalnya, ia mencari Nayara di kamar anaknya. Namun, Gilbert malah sama sekali tidak menemukan wanita itu. Sepertinya, Nayara kini sedang bersama Tavisha karena anaknya pun tadi juga tidak ada di dalam kamar.
Gilbert bergidik, merasakan hawa dingin karena rintik hujan yang sudah menyambangi bumi di pagi hari. Ia berjalan menuju dapur dan menemukan ibunya yang tengah membuat sarapan.
"Morning, Mam." seperti biasa, Gilbert akan memberikan satu kecupan di pipi Martha setelah menyapa. Senyum keibuan Martha muncul di wajahnya. Ia menyodorkan gelas berisi kopi susu untuk anak bungsunya itu. "Kopi ?"
Gilbert menerimanya dengan senang hati. "Thankyou, Mam." ia langsung menyeruput kopi susu itu dan mendesah nikmat saat merasakan cairan berwarna coklat muda itu mengalir ke tenggorokannya. "Mama yakin nggak mau buka kafe aja ? Ini kopi terenak di dunia kayaknya."
Martha tertawa lalu memukul lengan anaknya. "Nggak mau. Mama khusus buat kopi ini buat kalian. Nanti nggak spesial lagi kalau dijual."
Gilbert terkekeh, mengiyakan kalimat ibunya lalu kembali meneguk kopinya. "Mama lihat Nayara sama Tavisha ?"
"Loh, kamu nggak denger suara mereka di taman belakang memangnya ? Nayara mau ngajarin Tavisha hujan-hujanan katanya." alamak, Gilbert langsung menepuk keningnya geli. Ia terkekeh dan berdiri hendak menyusul istri beserta anaknya. "Istri aku kenapa makin ke sini makin ngawur sih, Mam."
"Gitu-gitu juga kamu cinta. Dari dulu lagi, dari kalian masih bocah." Martha menyindir anaknya yang kini sedang meringis. "Iya ya, kok bisa Gilbert cinta sama Nayara yang begitu."
"Susul sana. Suruh mereka udahan." Gilbert mengangguk kemudian melangkahkan kakinya menuju taman belakang. Benar yang dikatakan oleh mamanya, Gilbert langsung menemukan Nayara dan Tavisha yang tengah bersenda gurau di bawah guyuran air hujan.
Gilbert menyandarkan tubuhnya di bingkai pintu sembari mengamati dua wanita terpenting dalam hidupnya di depan sana. Senyum kecil Gilbert perlahan terbit, mengiringi perasaan hangat yang kini melingkupi dirinya.
"Curang ya, Papa nggak diajak!" Gilbert berteriak setelah puas memandangi keduanya.
"Papaaa." Tavisha nampak girang saat melihat kehadiran papanya yang baru saja bangun. Bocah itu berlari kecil menghampiri Gilbert dengan tubuh yang sudah basah kuyup. Gilbert menyeringai geli lalu saat anaknya sudah hendak mencapai dirinya, ia menghindar. "Jangan deket-deket, Papa ngambek sama Tav karena nggak ngajak hujan-hujanan." pria itu langsung berpura-pura memasang ekspresi kesalnya.
Tavisha yang tentu saja tertipu terlihat memelas. Bocah berumur 3 tahun itu beralih menatap mamanya berusaha meminta bantuan. Namun, Nayara hanya mengedik dan bertukar pandangan geli dengan sang suami.
"Papa tadi bobok." balas Tavisha dengan rengekannya. Bocah itu berusaha untuk menggapai sang ayah yang lagi-lagi menghindar. Kali ini Gilbert berhasil membuat putrinya mewek. Tavisha sudah bersiap mengeluarkan tangisnya ketika Gilbert mengangkat bocah itu ke dalam gendongannya. "Cengeng. Anak Papa cengeng, sama kayak Mama."
Tavisha tidak jadi menangis. Apalagi ketika papanya memberikan beberapa ciuman di kedua pipinya. "Suka main hujan-hujanannya ?"
Wajah Tavisha langsung berubah cerah. Anak perempuan itu mengangguk dengan begitu semangat. "Sukaa! Besok mau hujan-hujanan lagi sama Papa."
"Sama Mama nggak nih ?" Nayara kini sudah berdiri di samping Gilbert dengan sebuah handuk di tangannya. Nayara lalu bergerak menyelimuti anaknya dengan handuk. "Gantian Mama nih yang marah sama Tav."
KAMU SEDANG MEMBACA
Roll the Dice On - END
RomanceGilbert dan Nayara, dua orang yang tak pernah bisa lepas satu sama lain. Dan status mereka adalah sepasang sahabat. Hubungan itu sudah terjalin sejak mereka kecil dan terus berlanjut sampai detik ini. Dua-duanya saling merasa nyaman dan terlalu meng...