Sekali lagi, Nayara memijat bahunya yang pegal. Setelah itu, ia meregangkan tubuhnya sejenak sebelum mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Sebuah senyuman penuh rasa puas kini terukir di wajah Nayara. Ia merasa senang dengan hasil karya dirinya beserta para timnya yang sudah membuat dekorasi sedemikian cantik dengan berbagai bunga.
Hari ini adalah pesta pernikahan salah satu kliennya. Belle Fleur dipercaya untuk mendekor sebuah pesta outdoor yang bertempatkan di bagian belakang rumah sang pengantin wanita.
"Bos, semuanya sudah saya tata ya." lapor Hendri – salah satu pegawai pria toko bunga Nayara. Nayara memandang daerah jalanan setapak yang tadi dia suruh Hendri untuk hiaskan. Wanita itu kemudian tersenyum dan mengacungkan jempolnya kepada Hendri. "Ok, habis ini bantu yang lain buat angkut ember-ember bunga ya, Hen."
"Baik, Bu Bos."
Nayara kemudian kembali melanjutkan kegiatannya – membuang tangkai-tangkai bunga yang tak terpakai ke dalam ember. Setelah selesai, ia mengecheck seluruh tempat dan melakukan sedikit finishing.
Kefokusan Nayara tiba-tiba buyar saat telinganya mendengar suara berisik dari para karyawannya. Nayara memutar kepalanya ke samping dan keningnya langsung mengerut saat melihat Gilbert yang tengah dikelilingi para karyawan Belle Fleur.
"Ngapain dia dikerubungi begitu ?" tanya Nayara kepada dirinya sendiri. Kebingungannya itu kemudian terjawab saat Hendri berbicara, "Makasih ya sarapannya, Mas Gilbert. Tahu aja perut kita-kita udah pada demo." ucapan pria itu diperkuat dengan tangannya yang tengah membawa sekotak bungkus styrofoam yang entah berisi apa.
Dari jarak pandangnya sekarang, Nayara dapat melihat jika suaminya sedang terkekeh kecil sembari mengucapkan beberapa kata yang tidak dapat didengarnya. Nayara tanpa sadar ikut tersenyum saat melihat interaksi antara Gilbert dan para karyawannya. Karena pria itu hampir setiap hari datang ke toko bunganya, Gilbert jadi akrab dan bisa berbaur dengan anak-anak Belle Fleur.
"Cewek, sendirian aja sih." ternyata Nayara melamun dan ia langsung tersadar saat mendengar sapaan nyeleneh dari suaminya.
"Nggak usah godain ya, Bang. Saya sudah punya suami." balas Nayara dengan wajah pura-pura galaknya. Gilbert mengulum senyum geli, kemudian tanpa aba-aba menarik istrinya dan memberikan wanita itu kecupan singkat di pipi. "Bagus. Besok-besok kalo ada yang godain kamu, bilangnya harus begitu ya."
"Kamu juga! Kalo ada cewek yang ajak kenalan harus bilang udah punya istri atau tunjukkin aja cincin nikah kamu." balas Nayara tak mau kalah. Gilbert kembali mengulas senyum geli sebelum mendaratkan satu lagi kecupan di pipi yang lainnya. "Udah mulai possesive istri aku. Aku suka."
Nayara mendengus sembari mendorong dada Gilbert agar pria itu sedikit memberi jarak. "Kamu ngapain ke sini ?"
"Bawain sarapan. Kamu nggak laper ? Dari jam 4 pagi udah kerja keras kayak begini." Gilbert lalu menggandeng tangan istrinya dan membawa wanita itu ke salah satu kursi untuk para tamu pernikahan. "Makan dulu." ujar Gilbert sembari menyerahkan satu bungkusan kepada Nayara.
Nayara menerimanya dengan senang hati. Karena tidak dapat dipungkiri jika memang perutnya sudah sedari tadi meronta-ronta minta diisi. "Kamu nggak makan, Gil ?"
"Udah tadi di rumah, dimasakin Mama." Nayara mengangguk singkat sebelum mulai melaksanakan kegiatan makannya. Gilbert lalu memutuskan untuk diam, membiarkan istrinya mengisi perut.
Sembari menunggui Nayara menyelesaikan makannya, Gilbert mengedarkan pandangannya ke sekitar. Pria itu tersenyum saat menyadari bagaimana terampilnya tangan-tangan tim Nayara dalam melakukan pekerjaannya. Lihat saja, halaman belakang rumah yang awalnya polos, kini sudah terlihat begitu cantik dengan berbagai hiasan bunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Roll the Dice On - END
RomanceGilbert dan Nayara, dua orang yang tak pernah bisa lepas satu sama lain. Dan status mereka adalah sepasang sahabat. Hubungan itu sudah terjalin sejak mereka kecil dan terus berlanjut sampai detik ini. Dua-duanya saling merasa nyaman dan terlalu meng...