Nine

12.9K 826 13
                                    

Wajah Nayara nampak tertekuk bosan melihat tayangan televisi di depan sana. Dirinya sedang berada di showroom Gilbert yang berada di Surabaya. Ya, pria itu sedang bekerja sekarang. Meninggalkan Nayara seorang diri di ruangan pribadinya.

Heran. Apa aku tidak semenarik itu ? Sampai-sampai Gilbert lebih memilih pekerjaannya ?

Sehari setelah hari pernikahan, Gilbert langsung memboyong Nayara ke Surabaya. Pria itu ingin memastikan jika segala masalah yang sedang melanda salah satu showroomnya itu sudah selesai.

Nayara sedang menyesap minumannya saat pintu ruangan terbuka dan menampilkan wajah Gilbert yang terlihat lelah. Pria itu langsung berjalan menghampiri Nayara yang tengah terduduk di sofa. Lalu, tanpa dikomando, Gilbert menjatuhkan kepalanya di atas paha Nayara.

"Capek ?" tanya Nayara dengan nada suara lembut. Meskipun merasa kesal karena bosan dengan aktivitasnya menunggui Gilbert, namun dia juga kasihan melihat pria yang kini berstatus sebagai suaminya itu terlihat lelah seperti ini.

Gilbert menganggukkan kepalanya pelan sebelum menutupi matanya dengan sebelah tangan. "Aku mesti cari manajer baru buat ngehandle Surabaya."

"Tapi semuanya udah clear kan ? Tinggal cari pengganti Tama ?"

"Yup. Kasihan istrinya Guntur kalo aku minta Guntur pindah ke sini. Anaknya masih kecil-kecil. Butuh banget bantuannya Guntur." jelas Gilbert kemudian. Nayara mengangguk perlahan sembari menggerakkan tangan kanannya untuk mengelus kepala Gilbert.

Diam-diam hati Nayara menghangat saat menyadari betapa perhatiannya Gilbert dengan para karyawannya. Meskipun dari luar pria itu terlihat begitu cuek, namun nyatanya semua itu berbanding terbalik dengan segala sikap dan sifatnya.

"Kamu pasti bosen ya, Nay ?" tanya Gilbert yang kini sudah menurunkan tangannya dan menatap Nayara.

"Iyalah. Kamu tahu sendiri, aku paling nggak bisa kalo nggak ada aktivitas begini. Tapi nggakpapa, Gil. Kamu kan memang lagi sibuk mengerjakan sesuatu yang penting."

Gilbert tersenyum. Ia lalu mendudukkan dirinya dengan kepala yang menghadap kepada Nayara. "Istri aku pengertian sekali."

Ucapan itu langsung dibalas dengan wajah jengah Nayara. "Ya, beda banget sama suami aku. Masak baru nikah malah diajak kerja, bukannya bulan madu."

Gilbert menahan senyum gelinya. "Oh ya ? Siapa suami Anda, Bu ? Saya tegur dia nanti."

"Suami saya pokoknya nyebelin banget, Pak. Saya jadi pengen cari selingkuhan."

"Sama saya aja gimana, Bu ?"

Nayara kini juga melakukan hal serupa dengan Gilbert, menahan senyum geli. Ia kemudian mendekatkan tubuhnya dengan Gilbert dan berbisik, "Boleh. Tapi jangan sampe ketahuan suami saya ya."

Mereka berdua saling berpandangan untuk sepersekian detik sampai akhirnya terkekeh bersama. "Nggak jelas banget sih, Nay, kita."

"Ya emangnya kita pernah jelas ?"

"Iya ya, kalo dipikir-pikir, kita serius itu bisa dihitung pake jari. Yang lainnya, kita bercanda dan ngobrol nggak jelas kayak gini."

Keduanya kini sama-sama mendaratkan kepalanya di sandaran sofa. Otak mereka berdua tengah memutar semua kenangan yang sudah mereka lewati sampai detik ini.

"Kok bisa ya, akhirnya kita nikah, Gil ?" celutuk Nayara kemudian. Gilbert kembali menoleh ke samping lalu mengedikkan bahunya cuek. "Jodoh mungkin."

Nayara kini menghadapkan seluruh tubuhnya ke Gilbert. "Aneh tahu nggak sih. Kita bener-bener nggak ada percik-percik asmara terus tahu-tahu aja nikah kayak gini."

Roll the Dice On - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang