Nineteen

10.9K 706 17
                                    

Nayara tidak bisa menjawab. Wanita itu hanya bungkam sambil memandangi manik hijau di hadapannya dengan jantung yang berdetak tak karuan. Hatinya kini sedang memerintah mulutnya untuk segera mengatakan tidak sebagai jawaban atas pertanyaan Gilbert barusan. Namun, otaknya berpendapat lain. Nayara masih meragu dengan perasaan sahabat merangkap suaminya itu. Belum lagi, perasaannya sendiri. Sekarang, dia menjadi sama sekali tidak tahu rasa apa yang dirasakannya kepada pria di hadapannya.

"Answer me, Nay." geram Gilbert tidak sabar.

Mulut Nayara sudah terbuka hendak mengeluarkan sebuah kata yang diteriakkan oleh hatinya. Namun, sekali lagi otaknya melarang, membuat mulut wanita itu kembali mengatup.

"Boleh aku minta waktu untuk berpikir ?" kalimat itulah yang akhirnya keluar dari mulut Nayara. Sudut bibir Gilbert tertarik sedikit. "Apa ? Kamu mau memikirkan apa sih, Nay ? Pertanyaan aku simple sekali dan tidak membutuhkan waktu untuk berpikir."

Gilbert memundurkan tubuhnya. "Apa yang sebenarnya kamu bingungkan, Nay ? Perasaan aku kepada kamu jelas sekali. Fine, aku akan memberikan kamu waktu. Selama itu, tolong ingat-ingat semua tindakan dan kata-kata yang pernah aku ucapkan kepada kamu."

Pria itu kembali memajukan wajahnya mendekati Nayara. "Aku minta jangan meragukan perasaan aku dan jangan membohongi diri kamu sendiri, Nay."

----------

Gilbert menjatuhkan bokongnya dengan keras di sofa. Tindakannya itu mendapati lirikan penasaran dari Lucas yang tengah menyesap minumannya. "Kenapa lo ? Kusut banget tu wajah. Nggak dapet jatah dari bini ?"

Gilbert mendengus lalu dengan tidak tahu dirinya merebut minuman milik Lucas. Sahabat Gilbert itu langsung bersungut kesal, namun tak hayal ia membiarkan Gilbert menghabiskan minumannya. Lucas lalu beralih mengambil segenggam kacang yang berada di meja dan mengunyahnya santai.

"Gue bilang ke Nayara." Gilbert akhirnya membuka suara saat Lucas mengambil segenggam kacang untuk yang ketiga kalinya. Kening Lucas bergelombang bingung. Ia menoleh sedikit kepada temannya dan berkata, "Bilang apaan ?"

Gilbert menghembuskan napas frustasinya sebelum berucap, "Gue bilang kalo gue cinta dia."

Ekspresi di wajah Lucas tidak berubah. Pria itu masih asik mengunyah kacang dengan santainya. Hal itu membuat Gilbert kesal dan melayangkan sebuah pukulan keras di punggung sahabatnya. "Bangsat ya lo! Kesel banget gue sama wajah lo."

"Wajah gue kenapa ? Lebih ganteng dari pada lo ya ? Makanya kesel." canda Lucas yang membuat Gilbert mendengus keras. "Temen lo lagi frustasi gini, lo nya malah ngunyah kacang pake wajah lempeng."

Lucas terkekeh. "Terus, gue harus gimana ? Salto sambil ngomong wow gitu ?" sekali lagi Gilbert mendengus, namun kali ini dengan rasa gelinya. "Sialan lo. Nggak ada peduli-pedulinya sama temen."

"Inget ya, lo itu cuma temen. Bukan pacar gue." balas Lucas nyeleneh yang membuatnya kembali mendapatkan pukulan keras di punggung. "Seriusan! Gue lagi kalut, Cas. Kasih gue solusi kek atau saran kek."

Setelah menelan kacang terakhirnya, Lucas menghadap ke samping. "Emangnya hal kayak gitu perlu solusi atau saran ? Lo itu cuma nyatain perasaan. Perasaan yang sebenarnya udah sampe mengerak di hati lo. Nggak ada yang salah dari itu."

"Yang bikin lo kalut itu sebenernya apa ?" tanya Lucas dengan nada tenang namun mampu menohok Gilbert. Pria itu kemudian menggeleng pelan. "Gue...takut. Gue takut Nayara nggak menerima perasaan gue itu dan akhirnya memilih menjauh."

Lucas terbahak sambil menepuk-nepuk pundak Gilbert. "Ketakutan lo sama sekali nggak mutu. Nayara nggak menerima perasaan lo dan menjauh ? Lucu. Dia itu sudah jadi istri lo, Gil. Kalo sampai ketakutan lo itu akhirnya terwujud, memangnya Nayara bisa apa ? Menjauh sejauh apa, Gil ?"

Roll the Dice On - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang