Twenty Seven - END

22.9K 858 20
                                    

Sembilan bulan ke hamilan...

"Sumpah, lo makin bucin, Kak Gil." Aksa yang baru saja ikut bergabung di ruang keluarga William langsung berkomentar. Ia menggeleng-gelengkan kepala saat melihat Gilbert yang tengah duduk di bawah Nayara sembari memotongkan mangga muda.

"Kak Nay, lo udah mau lahiran gini masih nyidam mangga muda ?" tambah Aksa lagi. Nayara tidak menjawab dan malah mengunyah mangga yang baru saja dipotongkan oleh Gilbert.

"Gue nggak bucin, cuma berusaha untuk ngurangin beban istri gue yang lagi hamil dengan memenuhi keinginannya. Kesusahan gue buat cari segala macem ngidamnya dia sama sekali nggak sebanding dengan dirinya yang ngandung anak gue, Sa." Aksa melongo seketika saat Gilbert selesai berucap. "Gue janji, gue nggak bakal bucin-bucin banget waktu ketemu jodoh nanti."

Gilbert menyeringai kecil. "Let's see ya nanti. Gue malah jadi nggak sabar lihat lo jadi bucin." Aksa mendengus kesal. "Serah lo deh, Kak. Gue yakin, gue nggak bakal bernasib sama kayak lo."

=====

"Gil."

"Kenapa ? Perut kamu sakit ?" Gilbert yang baru saja selesai mandi terlihat berjalan dengan cepat menuju kasur untuk menghampiri istrinya. Nayara tersenyum sembari menggeleng. Wanita itu menepuk-nepuk sisi sebelahnya, menyuruh sang suami untuk berbaring di sampingnya.

"Kenapa hm ?" Gilbert kembali bertanya setelah memposisikan dirinya berbaring dengan nyaman. Tangan pria itu kemudian bergerak mengelus pinggang istrinya yang biasanya terasa tidak nyaman.

"Menurut kamu, anak kita laki-laki atau perempuan ?"

"Kamu sudah tanya hal ini berapa kali, Nay, hari ini." sahut Gilbert dengan senyum gelinya. Nayara mencebik. "Ya nggakpapa, dong. Anak kita kan udah mau lahir, aku jadi makin penasaran aja sama jenis kelamin anak pertama kita."

Gilbert menyentil kening Nayara pelan. "Nggak usah terlalu dipikirkan. Apapun jenis kelamin anak kita nanti, yang penting sehat." Nayara mengangguk setuju kemudian menempelkan pipinya di dada Gilbert yang terasa begitu nyaman.

"Kamu suka banget ngedusel di dada aku selama hamil." celutuk Gilbert sembari mengingat masa-masa awal Nayara hamil. Nayara yang saat pertengkaran sering mengalami mual hebat dengan ajaib menjadi baik-baik saja ketika sudah berbaikan dengan suaminya. Wanita itu menjadi manja luar biasa, suka sekali menempel pada Gilbert.

"Kalo aku boleh nebak, anak kita perempuan." tambah Gilbert lagi. Kepala Nayara langsung mendongak. "Kenapa ?"

"Karena dia manja kayak Mamanya." Nayara kembali mencebik sembari memberikan pukulan ringan di dada suaminya. "Kalo yang keluar cowok gimana ?"

"Ya nggakpapa, dia pasti bakal ganteng kayak Papanya."

"Astaga, udah mau jadi bapak tetep aja pedenya selangit." Gilbert terkekeh kemudian mendorong kembali kepala Nayara agar bersandar pada dadanya. "Listen me out, baby, sebentar lagi ketika kamu akan melahirkan, aku pasti akan ada di samping kamu. Menemani kamu, menyemangati kamu. Jadi, kamu harus berjanji untuk tetap sehat dan selamat saat bayi kita lahir ya, Nay."

"Janji ya, Nay."

Nayara hanya sanggup menganggukkan kepalanya karena kini air matanya mulai mengalir turun. Jujur saja, semakin tua kehamilannya, rasa takut itu terus muncul menggelayuti dirinya. Dia takut tidak akan kuat saat melahirkan nanti. Dia takut tidak akan bisa melihat anaknya lahir dan besar di dunia ini. Dia takut jika nantinya sang suami hanya sendiri membesarkan anak mereka.

Nayara takut meninggalkan Gilbert.

"I love you, Gil."

"I love you too, Nayara."

Roll the Dice On - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang