tiga

1.9K 69 2
                                    


Part 3.Teror

Sebenarnya, ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku. Kenapa pemakaman Park Sojung tidak dihadiri oleh anak dan menantunya?

Namjoon bilang hubungan mereka baik-baik saja, hanya saja Park Yoongi memang sudah lama tak pernah pulang. Enam belas tahun silam, pekerjaannya memaksa Yoongi untuk pergi ke Austria meninggalkan istrinya yang tengah mengandung.

Namun, apa pun perkataan Namjoon tadi rasanya tidak cukup kuat untuk menjelaskan mengenai kondisi saat ini. Kupikir tetap saja aneh.

Mengingat Park Yoongi hanyalah seorang anak angkat, jika memang hubungan ayah dan anak itu baik-baik saja, bukankah harusnya sebagai anak yang tahu balas budi dia pulang memberi penghormatan terakhir.

Apalagi Park Sojunglah yang menyelamatkan dan membesarkannya hingga jadi sesukses sekarang. Aku jadi sedikit curiga.

Namun, untuk menyimpulkan Yoongi mungkin saja terlibat dalam kasus ini, rasanya juga masih terlalu cepat dan banyak kejanggalan. Kecuali, aku benar-benar tahu posisi pria itu yang sebenarnya. Atau jangan-jangan dia ....

Aku terlonjak dengan pemikiran yang melintas tiba-tiba. Air busa tempatku berendam di bathtub pun bergolak dan sedikit terciprat keluar. "Ini tidak mungkin," gumamku pelan.

Bergegas bangkit, kuputuskan untuk menyudahi acara mandi malam ini. Park Namjoon, ada banyak hal yang harus kutanyakan pada pria itu. Sekarang keluarganyalah satu-satunya sumber informasi yang ada. Dia, Park Taehyung---sang adik dan Park Minji---sang mama.

Memakai handuk kimono aku keluar kamar mandi. Bermaksud untuk mengganti baju ketika pintu kamar diketuk dari luar. Melirik sekilas pada jam dinding, ini sudah pukul 23.05, rasanya terlalu malam untuk seseorang datang bertamu.

Jika itu Jun Pio, seingatku dia tak sesopan itu. Dia tipikal pria yang akan langsung mendobrak masuk tanpa mengetuk pintu, atau hal yang paling sopan yang dilakukannya adalah berteriak memanggil namaku seperti orang kesetanan.

Sedikit berjaga-jaga, kuambil revolver menyembunyikannya di belakang punggung baru kemudian mengintip melalui door viewer. Seorang pelayan hotel tampak berdiri di luar sana dengan troli makanan di depannya. Dia menunggu aku membuka pintu dengan sangat tenang.

"Layanan kamar," ucapnya ketika pintu mulai terbuka. Aku memandang curiga pada pria berwajah Asia yang tengah berdiri mengumbar senyum manisnya.

"Apa itu?" tanyaku dengan nada dingin.

"Seseorang meminta kami untuk mengantarkan ini pada Anda, Nona Alana. Ini hanya camilan di malam hari."

Setelah menimbang sesaat, pria itu pun mendorong trolinya masuk atas izinku. Diserbu rasa penasaran, aku pun membuka tudung saji di atas troli tanpa rasa curiga.

Seketika langkahku tersurut mundur. Bau anyir darah langsung menyerbu indera penciuman. Boneka Tedy Bear yang telah koyak tertancap belati ada di atas troli beralaskan piring putih yang telah menjadi merah terciprat darah.

Boneka itu sepertinya sengaja dilumuri darah segar untuk membuatnya terlihat mengerikan. Namun, yang membuatku ketakutan bukan itu, melainkan ingatan yang seketika melintas mengenai seorang pria di masa lalu yang menenteng boneka lusuh yang mirip dengan Tedy Bear itu.

Dalam kondisi ketakutan netraku terpokus pada surat yang ditulis menggunakan darah yang sama, terkunci oleh belati yang menancap di sana. Aku berusaha mengumpulkan keberanian untuk membaca surat itu,  meski tubuhku gemetar.

Seketika kusambar coat panjang yang tergeletak di atas sofa dan berlari meninggalkan kamar. Membiarkan keringat dingin menetes membasahi tubuhku.

Aku terus berlari tak tentu arah. Kata-kata mengerikan dalam surat itu terus memutar ulang memenuhi kepala.

The Salvation (Namjoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang