delapan belas

716 49 2
                                    

Mentari pagi diiringi suara bising pelabuhan mengembalikan nyawaku yang baru saja terbang ke alam mimpi beberapa jam yang lalu. Debur ombak dan kicauan burung pelikan pun turut menyemangati langkahku yang sejatinya bederap enggan menyentuh bibir pantai.

Namjoon menyeretku sambil berlari-lari kecil hanya untuk mengejar seekor kepiting berukuran sangat kecil yang berlarian di atas pasir, lalu membuat lubang dan menghilang.

"Alana, tunggu di sini akan kutangkap satu untukmu." Pria itu melepas genggaman tangannya dan berlalu pergi dengan semangat.

Kuhempaskan badan di atas pasir putih. Terduduk lelah menatap deburan ombak yang memecah, menciptakan buih yang perlahan menghilang. Aku menghela napas.

Akankah cintaku akhirnya akan menghilang seperti buih itu? Di suatu waktu di masa silam, pernah kubaca sebuah dongeng yang menceritakan tentang seorang putri duyung. Dia jatuh cinta pada seorang pangeran yang diselamatkannya ketika kapal sang pangeran karam di tengah laut.

Sang putri pun memutuskan untuk memperjuangkan cintanya. Dia bahkan membuat perjanjian dengan si penyihir jahat hanya untuk bisa menjadi manusia dan mengejar cintanya. Suara sang putri pun terenggut darinya.

Berharap agae cinta yang dia miliki berakhir sempurna dan bahagia, nyatanya tak demikian adanya. Sang pangeran justru menikah dengan putri dari kerajaan seberang. Untuk menyelamatkan diri dan bisa kembali ke laut sang putri pun harus membunuh pangeran itu. Jika tidak maka dia sendiri yang akan mati.

Nyatanya, cinta si putri mermaid jauh lebih kuat dari apa pun. Dia memilih mengorbankan nyawa dan berubah menjadi buih, menghilang di udara.

Jika suatu saat aku dihadapakan pada pilihan yang sama dengan sang putri, memilih untuk membunuh atau terbunuh, sanggupkah aku membunuh Namjoon? Ataukah aku memilih berkorban seperti si putri mermaid?

"Alana, kemari!" Aku tersenyum menatap Namjoon yang melambaikan tangan agar aku mendekatinya. Pemuda itu, ya, hanya untuknya akan kulakukan apa pun untuk melindungi apa yang dia lindungi sekarang. Tak peduli itu benar atau salah, asalkan dia bisa tetap tersenyum seperti sekarang.

Kubalas lambaiannya dengan senyuman yang sama. Menepiskan pasir yang menempel di pantat, aku pun berlari ke padanya.

"Ups! Sorry ...."

"Ah, never mind ...," balasku pada seorang pria yang tanpa sengaja menabrakku hingga sedikit terpental mundur.

"Ken, my name Justin Kendy Hudson. You can call me J.K." Pria itu mengulurkan tangan membuatku mengerutkan dahi.

"Maaf apa kau tak mengerti ucapanku?" Tiba-tiba saja dia berbicara menggunakan bahasa negaraku.

"Bu--bukan begitu, aku hanya sedikit canggung jika berbicara dengan orang asing. Apa lagi yang ... yah, kau tahu tadi ... mmm ...."

"Oh iya, apa aku melukaimu?" Pria yang mengaku bernama J.K itu menarik tangannya yang lama menggantung di udara, sebab aku tak kunjung membalas perkenalannya.

"Tidak, aku tidak apa-apa sungguh. Jadi ...."

"Ada apa, Sayang? Apa dia mengganggumu?" Aku menoleh pada presensi Namjoon yang tahu-tahu sudah merangkul bahuku. Pria ini posesif sekali rupanya.

The Salvation (Namjoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang