tujuh

1.2K 58 2
                                    


Part 7. Akulah Milana.

Kulirik Namjoon yang menyetir dalam diam. Ekspresinya menunjukkan kekecewaan yang dalam karena penolakanku tadi.

Mungkin karena itulah, alih-alih dia memberi uang transport, Namjoon justru memilih untuk mengantarku ke Britanian hotel.

Hanya butuh waktu lima belas menit perjalanan dari rumah Namjoon menuju tempatku menginap. Kini mobil mewahnya pun sudah berhenti di pelataran parkir hotel itu.

"Aoi, sekali lagi aku minta maaf atas apa yang terjadi. Aku berjanji akan menemukan orang itu," ucapnya sebelum membiarkanku turun.

"Alana ... namaku Alana Kim. Mulai sekarang kau boleh memanggilku Alana. Nama Aoi Manaban hanya nama samaran yang kupakai ketika sedang bertugas," sahutku.

Namjoon pun menatapku tanpa kedip, lalu tersenyum manis disusul helaan napas panjang. Dia menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi kemudian menatap lurus ke depan.

"Ah, ternyata begitu. Pantas saja kau langsung menolakku. Kau benar, aku belum mengenalmu dengan baik, karena itulah mulai sekarang aku akan berusaha untuk mengenali siapa dirimu lebih jauh lagi, agar aku menjadi layak untuk berjalan berdampingan denganmu. Bersiaplah untuk membuka hatimu untukku, Alana."

Pria itu menoleh sebelum melanjutkan kata-katanya. "Karena aku akan datang dengan begitu banyak cinta, kupastikan kau tak akan bisa menghindarinya, Alana Kim."

Mulai lagi, ya dia memulai rayuannya lagi. Mungkinkah karena Namjoon memang terlalu pandai merangkai kata, atau karena aku yang terlalu terpesona dengannya?

Entahlah, yang kutahu sekarang hanyalah jantung ini kembali berdebar, wajahku diterpa hawa panas. Aku yakin sekarang pipi ini sepenuhnya sudah memerah semerah tomat.

Aku menguap lebar sambil menepuk-nepuk mulutku dengan lima jari kanan. Berpura-pura acuh dan tak berminat dengan pembicaraan gila itu.

Namjoon hanya memandangku dengan ekspresi yang tak kumengerti. Jijik? Mungkin saja, tapi biarlah. Justru itu yang kuinginkan.

"Ah sudahlah ... terserah kau saja. Asal kau jangan terlalu berharap," sahutku sembari bersiap membuka pintu mobil. Namun, tiba-tiba aku teringat sesuatu, maka segera kuurungkan niat untuk turun dan kembali menatap Namjoon.

"Namjoon, apa kau tahu siapa Milana Meghan?"

***

Aku menghempaskan badan di atas ranjang Jun Pio, sementara pria itu mengoceh dan aku mendengarkannya dengan sangat malas.

Rupanya Jun Pio memang sudah panik sejak tadi, ketika mendapati kamarku yang kosong dan aku sama sekali tak memberi kabar.

Tetapi, kembali lagi ada yang mengganjal di kepalaku. Rasanya aneh saat dia tidak menyinggung soal boneka Teddy Bear itu. Atau dia tak merasa curiga ketika mendapati kamarku yang tak terkunci. Bukankah itu terlalu ceroboh? Harusnya dia menangkap kejanggalan itu juga, 'kan?

"Alana, apa kau mendengarku?!" bentaknya ketika melihatku hanya diam, tidur tengkurap di atas ranjangnya.

Aku menggeliat, kemudian menguap lebar. Terlihat sangat malas, aku menggaruk kepala yang tak gatal sama sekali lalu perlahan bangkit dan turun dari ranjang.

"Iya, aku dengar, bawel! Sebaiknya hari ini kita mulai terlusuri kembali jejak Park Nesy." Aku berjalan tanpa tenaga mendekati pintu kamar.

"Kau bisa pergi ke sekolahnya, 'kan?  Dan aku akan pergi ke Tera Nova Adventure di Richmond. Ingat jangan sampai ada yang tahu bahwa kita detektif polisi, atau semua akan jadi masalah nantinya." Jun Pio mengangguk mengerti. Dia pun membiarkan aku kembali ke kamar.

The Salvation (Namjoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang