Trailler versi kedua gais. Semoga kalian suka.😊
"Bagaimana menurutmu?" Namjoon menoleh sekilas sebelum kembali fokus pada setir kemudinya. Setelah pembicaraan panjang kami bertiga tadi, akhirnya aku dan Jun Pio memutuskan untuk tinggal di rumah Namjoon.
Kami pun membagi tugas. Jun Pio sementara waktu kembali ke Hotel untuk mengambil barang-barang, sementara aku dan Namjoon akan ke rumah Park Sojung untuk memulai penyelidikan.
Namjoon menyerah memintaku menutup kasus ini, sebab kasus Nesy berkaitan erat dengan seluruh kebenaran tentang diriku sendiri. Maka dengan berat hati dia menyanggupi permintaan untuk membawaku menyusup ke rumah sang paman.
"Apanya yang bagaimana?" Aku menoleh pada Namjoon, kemudian kembali menatap jalanan. Meski terbilang cukup ramai, tempat ini tetap saja terlihat mengesankan. Mobil melaju dengan batas kecepatan yang ditentukan pemerintah hingga arus selalu terpantau lancar.
Kulihat orang-orang berkulit putih mendominasi para pejalan kaki di trotoar sisi jalan. Mereka selalu melangkah dengan tergesa tanpa saling menyapa. Benar-benar mirip dengan Seoul yang sangat individualisme.
"Jun Pio, menurutmu bagaimana? Apa kau menyukainya?" Aku kembali menatap Namjoon. Tangannya memutar setir kemudi ke arah kanan di tikungan, sembari tetap menjaga jarak agar tak berbenturan dengan pengendara truck pengangkut barang yang datang dari arah berlawanan.
"Entahlah, aku belum sempat memikirkannya. Otakku terlalu panas memikirkan kasus yang sedang terjadi."
"Memangnya cinta bisa dipelajari dengan otak. Bukannya yang diperlukan cinta hanya hati," sanggah Namjoon.
"Bagiku tidak, semua butuh penalaran dan logika. Adalah bodoh jika seseorang hanya mengandalkan hati tanpa menganalisis segala sisi dari orang yang ingin berdampingan hidup dengannya.
"Bukankah ada banyak kasus pertikaian pada pasangan karena mereka terlalu mengandalkan persaaan bukan logika dan fakta? Dan, akhirnya berujung penyesalan."
Namjoon terdiam, mungkin sedang mencari susunan kata yang pas untuk memberikan sanggahan berikutnya. Padahal apa yang kukatakan hanya bohong belaka, sebab kenyataannya aku telah jatuh dalam pesonanya tanpa alasan.
Apalagi analisis logika seperti hukum fisika atau ilmu yang kudapat dalam memecahkan kasus pembunuhan. Ini sesuatu yang lebih sederhana juga jauh lebih rumit.
Tentang perasaan yang tak terkendali walau hanya dengan melihat bayangannya saja. Tentang aku yang menjadi bodoh dan linglung ketika hanya merasakan hembusan napasnya saja. Ini tentang sebuah kegilaan tanpa nama yang orang bilang 'cinta'.
"Jadi begitu, ya." Suara Namjoon memecah khayalanku. "Kalau begitu, artinya mulai sekarang aku harus mengimbangimu, menunjukkan sesuatu yang bisa kau perhitungkan dalam kriteriamu atau dalam logikamu dan rumus matematikamu di mana 2+2 atau 2x2 hasilnya sama. Padahal sejatinya cinta tak sekaku itu. Cinta itu indah, Alana."
"Sangat indah, sampai kau hampir gila dan ingin bunuh diri?"
Namjoon terdiam. Sepertinya aku menyentil sisi sensitifnya yang membuatnya bungkam. Kulirik sekilas ke arahnya yang juga sedang melihat padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Salvation (Namjoon)
General FictionAdult, Romance- thriller. Ketidak becusan kepolisian Kanada dalam mencari jejak gadis belia yang hilang dua setengah bulan lalu, memaksa Alana Kim---Detektif wanita indio--ini terbang ke kanada. Menyamara untuk memecahkan kasus yang serupa. Namun...