empat belas

853 57 3
                                    

"Hyung, kau di sini? Dan kau, bukankah kau detektif wanita itu?"

Keberadaan pemuda itu di depanku seakan melumpuhkan saraf otakku. Rasanya semua ini sangat mustahil. Aku tak pernah sekalipun memikirkan kemungkinan kalau dia adalah pelakunya. Namun, dalam kasus ini semua orang bisa saja jadi tersangka bukan?

"Katakan kenapa kau ada di sini, Park Taehyung?" kutodongkan senjata, tak peduli meski Namjoon---kakaknya---ada di sebelahku. Sementara Namjoon telah menutup pintu agar tak ada yang tahu keberadaan kami di ruangan itu.

"Aku kemari mencari Nesy, beberapa menit yang lalu ada yang mengirim pesan padaku kalau Nesy ada di rumah ini."

"Dan kau percaya?!" Suara Namjoon terdengar naik satu oktaf, aku meliriknya. Rupanya ekspresi pemuda itu tengah mengetat menahan marah.

"Tentu saja aku percaya. Paman telah meninggal, sementara Nesy belum ditemukan. Dan, Yoongi juga kita tak tahu ada di mana, apa sudah mati atau masih hidup," sahut Taehyung tak kalah geram.

Ucapannya menghadirkan satu fakta baru dalam penelusuran kasus ini, fakta tentang Park Yoongi. Aku menatap tajam pada Namjoon, menuntut penjelasan darinya. Ternyata Namjoon juga menyadari hal itu, karenanya dia pun menoleh padaku.

"Ak--akan kujelaskan nanti, Alana. Tentang Yoongi hyung, kau akan mendapatkan penjelasannya sebanyak yang kau mau aku janji."

Plak!

Tanpa sadar tanganku langsung melayang menampar pipinya. Baik Taehyung maupun Namjoon sendiri terkesiap atas apa yang kulakukan.

"Brengsek! Kau mempermainkanku, Park Namjoon!"

Ini percuma, sangat percuma dan sia-sia. Kumasukkan revolver ke holsternya dan berbalik arah hendak keluar dari sana, ketika bunyi sebuah pukulan dan suara perabot jatuh menyapa runguku. Aku pun menoleh.

"Hyung, apa salahku? Kenapa kau memukulku?"

"Kenapa? Kau bertanya apa salahmu? Jika kau tak tahu apa pun mengenai Yoongi hyung seharusnya kau diam saja! Tak perlu menyebut nama si brengsek tak tahu diri itu!" hardik Namjoon, menatap berang pada Taehyung yang menyeka sudut bibirnya yang berdarah.

"Perkataanmu bisa membuat Alana salah paham padaku, apa kau tak menyadarinya, hah?!" Namjoon menarik kerah baju Taehyung membuatku menghela napas. Sungguh sandiwara yang sangat bagus, 'kan?

"Haah ...." Aku pun menghela napas panjang. "Hentikan, Namjoon. Tak akan ada gunanya menghajar adikmu. Yang harus kau pikirkan sekarang adalah bagaimana kau akan mengarang narasi fiksi untuk mengelabuiku, agar aku percaya Yoongi masih hidup dan tinggal di Austria."

Kuhempaskan tubuh ini di atas kursi tempat bajingan itu melakukan siaran tadi. Sepoi angin dari jendela langsung menyapa, mempermainkan rambut yang terikat kuncir kuda. Satu praduga baru pun muncul dalam pikiranku.

"Taehyung, sudah berapa lama kau di sini? Apa kau yang membuka  jendela itu?" Taehyung yang berdiri di dekat lemari kayu menggeleng.

"Aku baru saja masuk ke dalam kamar ini ketika kalian berdua mendobrak pintu," sahutnya.

Jika itu benar berarti setelah kematian Park Sojung, rumah ini tak benar-benar kosong. Sama seperti ruang bawah itu. Ada seseorang yang memakai rumahnya untuk bersembunyi. Mungkinkah itu Nesy? Apa Nesy juga yang membunuh kakeknya?

The Salvation (Namjoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang