sembilan

1K 52 0
                                    


Coba-coba bikin ini, urun pendapatnya, ya, gais.

Part 9.Pembunuhan Kedua.

"Akh!" Kupegangi kepala yang masih berdenyut sakit. Bahkan ketika ingin membuka mata pun rasanya masih berputar-putar. Jadi kubiarkan mata ini memejam sesaat lebih lama.

Kupikir, aku sudah mati ketika orang tak dikenal itu memukul kepalaku. Mencoba memutar ulang rangkaian peristiwa itu, aku pun enggan beranjak dari tempat tidur meski rasa dingin menyengat kulit.

Setelah sekian lama memeras otak, memutar memori dengan paksa, nyatanya semua buntu. Tak ada yang bisa kuingat dan kucerna dalam logika.

"Namjoon ... apa pemuda itu terlibat? Akh!" Aku kembali mengerang. Memaksa mengingat semuanya juga sia-sia. Jadi kuputuskan untuk bangkit dari tempat yang dingin menyusup hingga ke sumsum tulang.

Kupikir penjahat sialan itu setidaknya akan mengikatku di kursi atau entah di mana seperti kasus penyanderaan pada umumnya. Tetapi, nyatanya aku bebas bergerak. Hanya saja, badan ini sedikit lengket.

'Lengket?'

Ada sesuatu yang mengganggu dengan rasa lengket ini. Memoriku seolah merotasi sebuah kisah lama yang sangat kelam dalam hidup.

Aroma anyir darah menyeruak masuk menyapa indera, aku pun membuka mata dan mendudukan diri berupaya mengembalikan kesadaran sepenuhnya.

"Oh, My Good!" Terperanjat, tubuhku tanpa sadar tergeser mundur dalam keadaan duduk. Segera kulemparkan belati berlumuran darah di tangan.

Sesosok mayat perempuan terkapar tepat di sebelahku, sementara darahnya mengalir membasahi tubuhku. Baru kusadari rasa dingin dan lengket itu berasal dari darahnya yang masih mengalir.

Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini? Tubuhku gemetar ketakutan. Jantung berdetak cepat, bahkan keringat dingin pun membasahi tubuh. Kuedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Baru menyadari tempat ini sangat sepi.

"Tenanglah, kau harus tenang, Alana. Jika ingin selamat kau harus tenang," gumamku.

Aku menarik napas lalu bangkit mengambil belati yang terlempar beberapa meter di depan. Darah segar mengalir dari pakaianku yang basah oleh cairan kental itu. Ini sungguh menjijikan, tapi lebih dari pada itu, sekarang rasa takut lebih menguasaiku.

Sekali lagi aku memindai lokasi kejadian yang masih sangat sepi. Berpikir sejenak tentang apa yang harus kulakukan pada mayat wanita tak dikenal itu.

Menggunakan sedikit sisa keberanian, aku pun mencoba mendekatinya untuk mengecek kondisi mayat itu. Paling tidak dengan cara demikian aku bisa memperkirakan waktu pembunuhan itu terjadi.

Aku menyentuh tengkuknya, juga memperhatikan wajahnya yang benar-benar pucat karena kehabisan banyak darah.

Meski tubuhnya sudah dingin, tapi melihat darahnya masih belum mengering, itu artinya pembunuhan terjadi kurang lebih sekitar lima menit yang lalu.

Hebat sekali si jahanam itu bisa mengetahui kalau aku akan sadar segera setelah itu. Atau mungkin saja dia tak tahu aku akan sadar lima menit setelah dia menghabisi korban.

Ah, entahlah. Jangan-jangan sekarang dia sedang mengawasiku. Sudahlah, untuk saat ini, itu tak penting lagi. Maka kembali kuperhatikan jenazah perempuan itu.

Kondisi mayatnya tertelungkup. Namun, melihat kondisinya masih bisa kupastikan kalau belati itu tertancap di dada bagian kiri. Ini sama seperti kematian Sakura Nanase dan Park Sojung.

The Salvation (Namjoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang