Hoy,
I'm back!!Yeaa, seneng gak gue balik cepet? :')
Gak?
Okay, just read.
.
.
Lagi, Jihyo terkejut, mendapati pelukan posesif dari belakang. Deruh napas berat, jelas masuk ke dalam telinga sebelah kiri, tepat dimana bahunya menjadi bahan tumpuan wajah tampan.
Acara menyiapkan makan malam terpaksa harus ditunda. Lebih memilih untuk menyamakan diri dengan dekapan hangat suaminya.
"Ada apa, hm?" Jihyo balas mengusap lembut tangan besar yang masih berada di badannya. Menunggu dengan sabar jawaban Yoongi yang baru menyahut setelah beberapa detik terlewat. "Perang kedua akan segera datang."
Menarik kesimpulan, Jihyo berpikir karena alasan inilah pria itu terpaksa pergi ke kantor daripada menemaninya untuk makan bersama sang sahabat, setelah sempat menerima telpon.
Ternyata, pekerjaan kembali datang. Padahal, baru saja mengambil cuti— bahkan belum genap satu hari. Tapi kesibukan balik menyeret masuk.
Susah memang jadi orang tinggi.
"Kau pasti bisa melewatinya." cara Jihyo menyemangati memang kurang membantu, tapi sekiranya, dengan cara itu cukup membuat pikiran kembali tenang. "Tentu saja, tidak ada yang sulit untuk kulakukan. Kecuali terlalu merepotkan."
Dia terkekeh kecil. Kembali merasakan deruhan napas di perpotongan leher. Jihyo hapal, suaminya memang selalu bisa menghadapi suatu hal— sesulit apapun.
Terkadang, dia berharap anaknya akan menuruni otak cerdas Yoongi daripada otak kurang pandai miliknya. Kelak. Entah kapan, tapi Jihyo tidak pernah lupa mendoakan banyak kebaikan untuk calon buah hatinya.
"Tangan kananmu bukan hanya Namjoon oppa 'kan?"
"Sekitar dua minggu lagi. Jaebum hanya akan kembali setelah semua urusan di China telah selesai."
Sama seperti dirinya. Yoongi juga punya orang kepercayaan. Namjoon, Jaebum, juga Hoseok, itu yang Jihyo ketahui. Hanya saja, bukan seseorang berlawan jenis. Kecil kemungkinan, Yoongi tidak ingin membuat istrinya salah faham jika nanti terjadi sesuatu yang tidak terduga.
"Bagaimana dengan Hoseokie oppa?"
"Hey, jangan memanggilnya seperti itu." Yoongi menyela, bibir tipis yang dipout sengaja mengarah pandangan, merengut tidak suka. Dan Jihyo terkekeh kecil melihatnya. Terlalu biasa, dia hanya lupa. "Maaf,"
Dengusan menyapa bahu sempit, Yoongi kembali menyamankan diri.
"Aku menyuruhnya untuk mengurus Daegu." maksudnya, perusahaan yang ada disana.
Biar kuperjelas sedikit, gedung Min Company tidak hanya satu. Seoul termasuk pusatnya. Namun dia juga mengelola beberapa perhotelan di berbagai tempat. Karena itu, mempunyai kaki tangan memang sudah seharusnya dia miliki.
Anggap saja begitu, karena saya memang kurang pengetahuan dengan hal seperti ini.
"Lalu, apa yang kau lakukan?"
Pemikiran Jihyo sama sempitnya dengan saya, jadi dia bertanya heran. Jika semuanya sudah diberikan pada orang lain, lantas apa yang dikerjakan suaminya?
"Sore tadi, Kim Seokjin datang. Meminta kerjasama untuk pembangunan hotel yang ada di Busan."
"Lantas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a Mistake | •yh
FanfictionSemua ini tentang kepercayaan; Yoongi yang menaruh kepercayaan itu pada Jihyo, istrinya. Tapi dia sendiri yang membuat istrinya berubah pikiran ─dengan mengingkari janji; sebagai faktor penyebab pertama, salah satunya. . . . . . ©jkmwifeu Start; 130...