Lee Do Hwa bersandar pada sisi rak buku perpustakaan: perpustakaan yang gelap. Jantung anak itu berdebar. Suara-suara yang saling bersahutan di belakang telinganya tampak makin ramai, makin menggema, makin mengganggu, makin membuatnya ingin menjauhi mereka semua. Buru-buru, ia membaca cepat komik di tangan dan menelisik dengan saksama kisah dari papan ceritanya—soal apa yang terjadi dan hal apa saja yang ia lupakan.
"Aku menyukai Yeo Ju Da. Lalu apa? Mengapa aku bisa berada di tempat ini dengan..."
***
Dawai biola Lee Do Hwa mengalunkan kembali melodi lagu yang selalu ia perdengarkan pada Ju Da—lagu cintanya: sekaligus kesedihan. Ia memejamkan sepasang mata indah dan terus berkutat dengan dawai-dawai itu sambil merasakan embusan angin musim dingin yang menembus celah jendela. Mereka terasa dingin.
"Yeo Ju Da, aku menyukaimu." Kalimat yang beberapa saat lalu terlontar pada Ju Da kembali terngiang. Sekali lagi, Do Hwa menekan penggesek biolanya penuh emosi.
Lee Do Hwa bodoh. Bagaimana tak tahu dirinya kau mengatakan itu padahal jelas-jelas ayahmulah yang memulai penderitaan gadis itu! Bodoh! Laki-laki bodoh! Pengecut!! Suara-suara dalam kepala Lee Do Hwa merongrong mengangkasa mengikat seluruh harmoni yang mengisi ruang itu. Do Hwa berhenti. Ia menertawakan kebodohan, keberanian, serta ketidaktahudiriannya. Air mata pun tanpa sengaja tergantung di sudut mata yang teduh.
"Do Hwa-ya, kau gila?" tanyanya pada diri sendiri. Ia menatap jendela yang menangkap pantulan bayangannya.
"Oey, Lee Do Hwa, jeongjijaryeo! Sadarlah! Ayahmu itu pembunuh! Dia membunuh ibu gadis yang kau sayangi. Dan apa? Hari ini kau berani mengatakan bahwa kau menyukainya?" Ia terkekeh. Air mata itu meleleh sudah.
"Kau memang tak tahu diri, Do Hwa. Bagaimana bisa kau hidup dengan mengerikan seperti ini setelah semua yang terjadi, hm? Harusnya kau yang diculik dan hendak dibunuh waktu itu. Harusnya kau! Bukan Ju Da. Sadarlah, bodoh! SADARLAH!" Biola yang tergenggam di tangan kiri Do Hwa sukses hancur berkeping-keping. Ia melempar benda itu ke dinding dan berakhir terduduk, menutup wajahnya: larut dalam tangis—sesenggukan. Hal mengerikan belasan tahun lalu masih tertanam dalam benaknya: bahwa seseorang berniat menculiknya, tapi justru Ju Da yang dibawa dan disiksa.
***
Dari tempatnya duduk sambil membaca komik Secret, Lee Do Hwa mendengar suara langkah kaki mendekati perpustakaan. Matahari sudah tak tampak di luar sana, jadi siapa yang pergi ke perpustakaan petang begini, batinnya. Laki-laki itu beranjak. Ia masuk lebih dalam ke perpustakaan dan menjeda bacanya.
***
"Do Hwa-ya, nenekku baru saja meninggal..." Pesan singkat Ju Da menghancurkan perasaan Lee Do Hwa: sehancur-hancurnya. Tangan itu kemudian gemetar hebat, lalu sebuah panggilan masuk dari ayahnya datang.
"Do Hwa eodisseo?" tanyanya.
"Aku...di sekolah."
"Cepatlah pulang, ada yang ingin ayah bicarakan denganmu. Setelah ini kau harus bersiap-siap juga..." Lee Do Hwa hanya mendengar. Tatapannya nanar.
"Ayah..."
"Hm?"
"Apakah itu Ayah? Nenek Ju Da... meninggal..." Ia bertanya terbata-bata, berharap jawaban yang terlontar adalah 'tidak'.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2019] 'THE LAST' SERIES 🔜
Fanfiction(Sebagian Part Sudah Dihapus Untuk Kepentingan Penerbitan) Vol. 15 The Last Christmas Greeting berkisah tentang Shin, seorang pemuda yang tidak mempercayai keberadaan Sinterklas. Ia memiliki pengalaman misterius sejak umur 10 tahun. Pengalaman itu t...