AACB - 01

10.8K 523 8
                                    

Apa salahnya mencoba menerima hal yang tidak kita sukai? Ingat, bencilah sesuatu sekadarnya karena kamu akan mencintainya dan cintailah sesuatu dengan sekadarnya pula karena kamu akan membencinya suatu saat nanti.

—Ajarkan Aku Cara Bertahan—

🌸🌸🌸🌸

Dzakira menatap bayangannya di cermin. Bedak tipis menghiasi wajahnya yang tak pernah tersentuh alat make up sama sekali. Bibirnya yang berwarna merah muda, ia berikan lip gloss. Dia benar-benar memberikan kesan natural yang begitu kentara dan tidak suka berdandan lebih seperti teman-temannya.

Hujan di pelupuk matanya mulai merembes membasahi pipi. Hah, bagaimana bisa dia akan menikah di kala umurnya baru saja menginjak 19 tahun. Ini benar-benar tidak lucu, tapi mungkin saja ada hikmah di balik ini semua.

"Kira sayang, mereka sudah datang. Kita ke bawah, yuk!" ajak Mutia yang baru saja membuka pintu kamarnya.

"Teh," gumamnya ragu.

"La ba'sa, Sayang, semuanya akan baik-baik saja. Jangan menangis, kamu harus ikhlas." Mutia mengusap air mata Dzakira yang baru saja menetes. Hatinya merasa iba melihat adik ipar satu-satunya yang masih menginjak dewasa sekarang ini.

"Masya Allah, cantiknya adikmu, Al."

Dzakira tetap menundukkan kepalanya. Dia bisa menduga jika yang bersuara itu adalah istri dari sahabat abinya.

"Kira, salam dulu sama Om Fadli dan Tante Windi," titah Ali pada adiknya yang dibalas anggukkan kepala.

"Dzakira, Tante," ucapnya saat bersalaman dengan Tante Windi.

"Iya, Sayang. Kamu begitu cantik," puji Windi dengan senyum sumringahnya. Dzakira hanya tersenyum manis sambil menahan rona di pipinya.

"Dzakira, Om," ucapnya lalu menangkupkan kedua tangannya. Fadli tau itu dan dia juga membalas menangkupkan kedua tangannya.

"Assalamu'alaikum," ucap seorang lelaki yang baru saja memasuki rumah bertepatan dengan Dzakira yang baru saja mendaratkan pantatnya di atas sofa.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab mereka serempak kecuali Dzakira. Gadis itu terlihat terkejut lalu menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Sini, Ka, kamu ini sukanya telat terus. Macet, gak?" tanya Windi pada anaknya yang kini duduk di sebelahnya.

"Lumayan, Ma. Gimana, Ma, jadi sama lamarannya?"

Windi tak menjawab pertanyaan anaknya, dia hanya menunjuk Dzakira yang tengah menunduk menggunakan dagunya.

"Dzakira, jangan takut. Kami tidak akan mencelakaimu, Nak," ucap Windi lembut.

Dzakira mengangkat kepalanya ragu sekaligus takut. Hingga wajahnya tepat menatap kedua netra tajam milik lelaki yang tadi siang dia temui di kafe. Lelaki yang tak sengaja dia injak kakinya.

"Kamu?" ucap Azka tak percaya.

"Kalian sudah saling kenal?" cetus Fadli saat mendapati raut wajah aneh dari kedua orang itu.

"Dia cewek yang tadi aku temui di restoran, Ma, Pa. Dia juga injak kaki aku tadi."

"Tapi kan saya sudah minta maaf," potong Dzakira tidak terima.

"Minta maaf enak tinggal ngomong aja, makanya kalau berbuat sesuatu itu lihat-lihat sekitar dulu. Ini membuktikan bahwa kamu tuh ceroboh!"

"Saya bilang gak sengaja, ya!"

Ajarkan Aku Cara Bertahan || Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang