AACB-18

5.8K 329 36
                                    

Nikmati saja alur ceritanya. Jangan berharap terlalu tinggi atau menilai yang tidak-tidak. Cerita ini sudah memiliki jalan sendiri. Yang tidak berkenan, boleh meninggalkan.

Selamat membaca🌹






🐳🐳🐳

Jangan memaksa kehendak orang lain, terutama dalam perkara hati.

—Ajarkan Aku Cara Bertahan

🌸🌸🌸

"Li, kalau gue nikahin adek lo boleh, gak?" celetuk Rangga tiba-tiba.

Ali menatap sahabatnya dengan serius. "Gue—"

"A Rangga." Suara itu membuat dua lelaki tadi menoleh ke belakang.

Dzakira berdiri di dekat pintu sembari tersenyum. Kemudian dia berjalan mendekat.

"Kira," gumam Rangga.

"A Rangga pasti kepikiran, ya? Maafin Kira ya, A," ucapnya setelah duduk di kursi yang kosong.

Rangga menggeleng ragu. "Saya cuma gak habis pikir sama Azka."

"Ini semua sudah kehendak Allah, A. Mungkin A Azka memang bukan jodoh Dzakira, tapi dia tetaplah ayah dari anak aku nantinya."

"Kira, maafkan saya karena terlalu pengecut saat itu. Izinkan saya menjadi teman hidup di sisa umurmu, Litha."

Dzakira tersenyum begitu manis. Dia menatap abangnya yang hanya membalas senyumnya. "Tapi, A, Kira akan mempunyai anak dari A Azka. Apakah tidak masalah?"

Rangga tersenyum hangat. "Tentu saja tidak. Saya tetap akan menyayanginya seperti anak saya sendiri nantinya."

"Bang." Dzakira menyentuh lengan abangnya sembari menatap penuh harap.

"Jika kamu yakin dengan keputusanmu, Abang tidak bisa menolak."

"Makasih, Abang." Dzakira memeluk Ali dengan penuh sayang. Kelopak matanya kembali banjir dan membasahi kaus Ali.

"Dzakira nerima saya?" tanya Rangga memastikan.

"Loh, memangnya A Rangga meminta Kira?"

Rangga menghela napasnya. "Baiklah, saya sabar menunggu sembilan bulan lamanya untuk melamarmu," katanya dengan sedikit lemas.

Dzakira dan Ali terkekeh melihat ekspresi Rangga. Lelaki itu benar-benar gigih, bahkan dia rela menunggu meski tidak ingin seperti ini akhirnya.

"Memangnya Bunda sama Ayah gak keberatan nantinya, A?" tanya Dzakira ragu-ragu.

Rangga yang semula bermuka datar, langsung berubah 180 derajat. Wajahnya tampak sumringah dengan senyum manis yang terulas. "Jadi, apa alasan saya datang ke sini pagi-pagi?"

Dzakira menggeleng. "Apa?"

"Bunda geger melihat anak perempuan kesayangannya ditalak suaminya."

Dzakira diam. Netranya kembali berkaca. "Rindu Bunda," lirihnya.

"Kamu boleh main ke sana kalau mau, Ra. Abang izinin," ucap Ali.

"Serius?"

"Gak bohong deh."

"Makasih, Abang. Makasih, A Rangga." Dzakira tampak begitu bahagia. Dia langsung pergi dari tempat itu untuk menyusul Mutia yang sedang menyiapkan sarapan.

Ajarkan Aku Cara Bertahan || Lengkap✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang