6 - Rain

1.2K 170 2
                                    

Jika hujan adalah kegelapan, dan mentari adalah simbol kebahagiaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika hujan adalah kegelapan, dan mentari adalah simbol kebahagiaan. Maka, butuh keduanya untuk menciptakan pelangi🌈

- Nana

🐻🐻🐻

Selesai memasak, Minju dan Nana langsung menuju ke kamar Minju. Di tangannya, Minju membawa nampan berisi makanan yang mereka buat tadi, ya meski tak banyak.

Minju memang mengambil sedikit saja makanan yang mereka buat tadi, karena jika terlalu banyak mungkin Taeyeon akan mencurigainya.

Minju dan Nana mendudukkan diri mereka di alas karpet warna hitam di kamar Minju itu, makanan nya mereka letakkan diantara keduanya.

Minju mulai menyumpit makanannya dan menyuapkannya ke dalam mulutnya, Nana yang melihatnya berharap masakannya benar-benar lezat.

"Um, enak! Woah, kamu harus mencobanya, Na!" pekik Minju senang yang kini lagi-lagi menyumpit masakannya dan masakan Nana. Laki-laki itu berpijar senang, tapi ia juga merasa sedih akan sesuatu.

"Kenapa?" tanya Minju penasaran. Nana hanya menggeleng sebagai jawaban. Seolah mengerti apa yang sedang Nana pikirkan, Minju berinisiatif untuk menyumpitkan makanannya dan menyuapkannya pada Nana.

"Hayo buka mulutnya!" titah Minju, Nana dengan senang hati membuka mulutnya lebar dan melahap makanan yang disodorkan Minju padanya.

"Iya, enak! " pekiknya senang. Melihat itu Minju hanya tersenyum simpul sambil memperhatikan Nana.

"Mandi tak tau caranya, bahkan makan dengan sumpit pun tak bisa. Kamu itu berasal dari mana, sih Na?" Nana menggidikan bahunya sebentar sambil menelan makanannya.

"Gak tau, tiba-tiba aja waktu itu aku terbangun dan mendapati diriku dikamar mu ini. Waktu itu sepertinya bertepatan dengan hari dimana appa mu meninggal," ujar Nana.

Minju terhenti dari aktifitas makannya, gadis itu menatap Nana serius dan mulai mendengarkan Nana bercerita tentang pertama kali ia datang kemari.

Flashback on

Minju menangis sendirian di teras depan rumah, hari itu adalah hari yang paling Minju benci. Ya, karena hari ini adalah hari dimana ia kehilangan sosok yang paling menyayanginya dan sosok yang paling ia sayangi.

Gadis itu hanya duduk sambil memeluk lututnya menatap tanah yang basah akibat hujan turun begitu deras. Minju sempat marah pada Tuhan yang menurut nya tak adil. Ditambah dengan turun ya hujan yang seakan mengejek Minju sekarang.

"Kenapa Kau mengambil appa ku! Kenapa tidak diriku saja?! Kenapa Tuhan?! Kenapa?!" monolog Minju menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi, sungguh ia telah tersulut api kemarahan hingga tak sadar telah menentang takdir Tuhan.

Gadis malang itu menatap ke atas, menatap langit mendung yang menurunkan hujan seolah meminta penjelasan. Gadis itu menangis, lantaran tak ada yang bisa menjawab pertanyaan konyol nya tadi.

"Ya! Seharusnya lo yang pergi! Bukan papa!" teriak Jennie sambil mendorong Minju hingga ia terjatuh tepat di tanah basah.

"Gara-gara lo, papa jadi pergi! Dasar pembunuh! Seharusnya lo malu nampak in muka lo depan gue!" Minju berusaha berdiri, gadis itu menatap pada Sang Kakak yang tengah tersulut api emosi.

"Gue muak liat muka lo! Gue benci sama lo Kim Minju!" teriak Jennie sebelum ia melangkah masuk ke dalam rumah dan mengunci Minju diluar.

Minju hanya bisa diam menatap pintu rumahnya yang terkunci, lagi-lagi gadis itu menangis ditengah guyuran hujan yang lebat ini. Menghela nafas berat, dengan berat hati Minju melangkahkan kakinya menjauhi rumahnya.

Di samping itu, seorang laki-laki yang bersembunyi dibalik tirai jendela rumah kediaman Kim itu ternyata sedari tadi melihat dan mendengar sendiri apa yang sedang terjadi.

Laki-laki itu, Nana! Setalah memastikan Jennie masuk dan mengunci rapat kamarnya, Nana diam-diam mengikuti kemana Minju pergi.

***

Disebuah taman bermain yang sudah sangat sepi, Minju mendudukkan dirinya disebuah ayunan tua yang ada di sana.

Baju kotor dan basah, rambut acak-acakan tak teratur dan basah, ditambah tak memakai alas kaki sama sekali, mungkin jika orang lain melihatnya Minju pasti sudah dianggap gembel.

"Hiks...hiks...appa!" mata Minju seakan tak lelah untuk menangis seharian ini. Ia menunduk sambil meremasi gaun putih kotornya, manahan isak yang terdengar pilu.

Tiba-tiba saja, ada seseorang yang mendekati Minju dan langsung memberinya sebuah jaket ah mungkin lebih tepatnya menyampirkan sebuah jaket hangat dipundak Minju.

Minju tetap menunduk, ia seakan enggan untuk menatap siapa yang telah memberinya jaket itu. Bukannya tak mau atau apa, hanya saja kepalanya terasa pusing dan berat sekarang.

Minju sedikit terlonjak ketika laki-laki di hadapannya ini memeluknya erat sambil berucap, "Jika hujan adalah kegelapan dan mantari adalah simbol kebahagiaan, maka butuh keduanya untuk menciptakan pelangi,"

"Hyun-"

"Jangan membenci hujan, ia adalah anugrah terbesar dari Tuhan," perkataan Minju terpotong, ia kembali diam. Kepalanya semakin pusing tak kala ia ingin sekali mengetahui siapa yang sedang memeluknya sekarang ini.

Tapi apalah dayanya, tubuhnya sangat lemas dan pandangannya mulai kabur hingga ia lemas dan semuanya menjadi gelap. Minju hanya bisa mendengar laki-laki tadi panik dan merasakan jika laki-laki itu membopong nya entah kemana. Tapi yang jelas, yang Minju tahu adalah hatinya sakit dan tubuhnya benar-benar lemas tak berdaya.

Flashback off

"Jadi...orang yang..." Nana mengangguk sebagai jawaban meski Minju belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Gadis itu lagi-lagi dibuat terkejut oleh makhluk di hadapannya ini. Sungguh, Nana itu adalah laki-laki misterius yang pernah Minju temukan dan laki-laki yang penuh dengan kejutan tersendiri.

"Ku kira Hyunjin," gumam Minju.

"Siapa dia?" tanya Nana seperti hendak menginterogasi tersangka pembunuhan. Dan hal itu seketika membuat Minju gugup ditempat ditambah jantung nya yang mulai terpompa cepat, tatapan Nana terlalu intens.




Tbc

Hey, Teddy Bear🐻 | Jaeminju [✓] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang