Eleven

2.6K 104 19
                                    

"Nih minumannya! Pucet banget lo!" Lay duduk di depan gue, menyodorkan segelas lemon tea hangat.

"Makasih, Lay." gue mencecap sedikit dan merasakan kehangatan masuk ke lambung.

"Kalau sakit ga usah kerja."

"Tadi berangkat gapapa kok, tiba-tiba aja pusing gini. Masuk angin kali ya?"

"Gue ijinin deh ke Pak Sehun, biar lo dibolehin pulang. Kerja dalam keadaan kayak gini juga ga bisa maksimal."

"Ga usah. Gue masih kuat kok sampe sore."

"Jangan maksa! Tunggu sini gue ke Pak Sehun dulu."

"Ga us..."

Lay sudah berjalan cepat ninggalin gue di kantin sendirian. Kantin emang masih sepi karena ini belum waktunya jam makan siang. Gue juga heran, tadi pagi gue baik-baik aja kok. Kalau emang sakit Mas Dae ga bakal bolehin gue kerja. Tapi tiba-tiba aja beberapa menit lalu gue pusing dan hampir pingsan. Untung Lay ada di sebelah gue dan memapah gue jalan ke kantin.

Gue telungkupkan wajah dengan alas kedua tangan di meja. Membenamkan kepala gue yang mulai terasa pusing lagi. Samar-samar bisa gue dengar derap langkah, mungkin Lay sudah kembali.

"Lo kuat jalan ga?" benar itu suara Lay.

"..."

"Na, lo ga pingsan kan?!" Lay menggoyangkan badan gue pelan.

"..."

"Nana! Jangan bercanda! Lo ga mati kan?"

"Tunggu bentar, gue pusing banget."

Bisa gue dengar Lay menghela nafas dan duduk di sebelah gue. Tangannya menepuk bahu gue lembut, mungkin bermaksud meringankan sakit yang gue rasain.

Perlahan gue mengangkat kepala, menoleh ke arah Lay. Ternyata dia sudah membawa tas dan blazer gue. Dia sudah siap mengantar gue pulang.

"Bisa jalan ga?" tanyanya lagi.

"Bisa. Apa kata Pak Sehun?"

"Jangan mikir kerjaan. Udah ada Vero yang handle. Lo disuruh istirahat sampai sembuh."

"Gue jadi ngerepotin banyak orang, maaf ya!"

"Makanya ayo gue antar pulang biar lo cepet istirahat. Kalau disini lo makin ngrepotin banyak orang."

Gue mengangguk. Sebenernya nih orang pengen gue keplak, tapi omongannya bener juga. Perlahan gue berdiri, dengan sebelah tangan yang ditopang Lay. Tangan Lay melingkar di pinggang gue. Beberapa karyawan melihat gue dengan tatapan tanda tanya. Mungkin sebagian mencibir gue, sudah bersuami tapi nemplok laki-laki lain. Gue cuek aja, pengen cepet-cepet rebahan.

Setelah perjalanan 20 menit, sampai juga di apart. Karena keadaan gue yang masih lemas, Lay menawarkan diri mengantar sampai dalam. Mulai dari bassement dia memapah gue lagi.

"Ternyata tempat tinggal kita ga terlalu jauh. Gue tinggal di kompleks dua blok dari sini."

"Oia? Sendirian?"

"Sama Mama, berdua aja."

"Ooh," gue tak lagi bertanya, rasanya kepala gue makin berat.

Saat sudah sampai di depan pintu apart, gue segera memencet password. Saat akan membuka pintu...

"Apa-apaan ini???!!!"

Suara laki gue? Kenapa dia bisa ada disini?

Gue dan Lay pun menoleh ke belakang. Benar ada Mas Dae disana. Menatap kami berdua dengan luar biasa menakutkan. Gue mendorong Lay pelan, sadar dengan apa yang terjadi Lay pun bermaksud menjauh. Tepat saat lengannya terlepas dari pinggang gue, gelombang vertikal seolah menghempas cepat di kepala bagian belakang gue. Tanpa sempat berpegangan pada apapun, hal terakhir yang bisa gue ingat adalah kedua lelaki ini berteriak memanggil nama gue.

(after) Married You ❌ KJD ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang