Seorang pria sedang berjalan santai menuju sebuah ruangan. Senyuman iblis terukir dibibir indahnya. Matanya menatap sekitar meneliti sesuatu, tak ada yang melihatnya membuat ia segera membuka pintu ruangan yang ia intai tadi.
Matanya langsung disuguhi pemandangan dimana gadis kecil sedang meringkuk di kasurnya mencari kehangatan, Senyuman seringai kembali terukir.
Tangannya kembali menutup pintu ruangan itu dan mengunci pintu tersebut. Kakinya berjalan perlahan menuju kasur yang telah ditidurkan oleh gadisnya.
Matanya menatap wajahnya sang gadis yang terlihat sangat polos saat tertidur, tangannya menyingkir rambut yang menutupi wajah imut sang gadis. Hingga tiba-tiba tangannya mencengkram erat rambut sang gadis membuat sang gadis berteriak kesakitan.
"Akhhh.."
Davera membuka matanya saat merasakan rambutnya ditarik paksa, matanya membulat terkejut melihat kakaknya dilamarnya dengan wajah yang mengeras.
"Kau membantah perintah ku, heum? Apa telingamu mulai tuli, little girl? Sudah kakak katakan tunggu kakak dikamar, apa kau sudah mulai menentang kakak, sweety?" Davera hanya terdiam sambil meringis memegangi kepalanya yang terasa pusing.
Matt menatap Davera dengan tatapan datar dengan emosi yang meluap.
"Selain tuli apa kau bisu? Gunakan mulutmu untuk bicara. Jawab kakak?" Ucap Matt dengan berdesis."Hiks...tadi..davera..hiks...hanya..ke...hiks..tiduran..kak." jawab Davera dengan sesegukan.
"Kau tahu kakak tak menerima alasan bentuk apapun itu, kau tahu apa yang harus kau lakukan sekarang?" Davera menggeleng kepalanya, tidak..dia tak mau melakukannya lagi.
"Tidak kak itu sakit." Cicit Davera dengan menggigit bibirnya. Matt menaikkan satu alisnya.
"Apa kau baru menolak?" Tanya Matt dengan menambah cengkraman di rambutnya.
"Akhhh, sakit kak hiks."
Sebelum Matt melayangkan tangannya tiba-tiba ia mendengar ketukan keras dengan suara bundanya.
Sial batin Matt. Dengan cepat ia melepaskan cengkraman dan menatap Davera.
"Ingat tutup mulutmu. Jika ini terbongkar, ada hukuman lebih untukmu, mengerti?" Davera hanya mengangguk pelan. Sedangkan Matt hanya tersenyum miring menatap sang kucingnya yang takut dengan nya.
Matt berjalan ke arah balkon dan membuka pintu balkon, namun sebelum keluar ia mengucapkan sesuatu yang membuat Davera tersentak.
"Ingat, kau belum melaksanakan hukuman mu. Kakak akan kembali untuk menagihnya." Ucap Matt sebelum keluar dari kamarnya dan menuju balkon untuk meloncat ke balkon kamarnya yang berada disamping kamar adiknya.Davera hanya terisak dengan yang menekuk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di antara lutut. Hingga suara dobrakan disusul suara teriakan menyambut telinganya.
Brakkk..
"DAVERA!!!"
Davera langsung meloncat dari Kasurnya dan berlari memeluk bundanya. Sedangkan Oliv terisak melihat penampilan Davera yang berantakan.
"Ada apa, sayang? Hiks." Tanya Oliv dengan terisak karena kekhawatiran nya. Apalagi dengan melihat penampilan nya yang berantakan.
"Unda..." Lirih Davera Sebelum kegelapan menghampirinya membuat Marcell dan Oliv tersentak.
"Marcell Panggil Dokter John, Cepat!!" Titah Oliv dengan memeluk Davera yang pingsan. Sedangkan Marcell langsung berlari menuju telepon untuk menelpon dokter.
Namun dipikirannya hanya satu, ia tau ulah siapa semua ini. Kakaknya, Kak Matthew.
"Mark!!!" Teriak Oliv memanggil anaknya. Mark yang sedang tertidur pun langsung terbangun dan bergegas berlari ke arah suara ibunya. Matanya langsung terbelalak melihat kondisi Davera yang berantakan dengan Oliv yang memangku nya.
"Letakkan adiknya di kasur, bunda mau mengambil kompres dulu." Mark mengangguk dan mengambil alih tubuh adiknya dan meletakkannya di kasur. Oliv langsung saja berjalan ke arah dapur dengan tergesa-gesa.
Oliv mengambil sebuah baskom dan diisi air hangat karena suhu tubuh Davera sangat dingin. Dengan segera ia langsung menuju ke arah kamar Davera. Namun saat akan masuk menuju kamar Davera ia mendengar suatu suara pukulan dengan cepat ia masuk kedalam kamar Davera dan meletakkan kompres di nakas.
"Kamu kompres adik kamu dulu, bunda ada urusan bentar dengan kakak kamu. Jangan lupa selimuti adikmu." Mark mengangguk. Oliv langsung berjalan ke arah kamar anak sulungnya.
Matanya langsung membola melihat Marcell yang memukuli Matthew.
"Stop!!! Ada apa ini?" Teriak Oliv membuat Marcell menghentikan pukulannya. Marcell langsung mengalihkan pandangannya ke arah bundanya yang menatap mereka terkejut dengan mata berkaca-kaca melihat darah yang keluar dari mulut sang anak pertamanya."Tanyakan saja padanya." Ucap dingin dengan mata yang menatap tajam Matthew yang masih membersihkan darah disudut bibirnya. Marcell langsung saja keluar dari kamar kakaknya. Sedangkan Oliv langsung menuju ke arah Matthew dan menggiring Matthew untuk duduk di kasurnya.
"Ada apa nak? Kenapa Marcell begitu marah? Kau melakukan suatu, heum?" Tanya Oliv lembut dengan mata berkaca-kaca melihat wajah anaknya yang lebam, Sedangkan Matthew hanya tersenyum tipis menjawab pertanyaan bundanya.
Tangannya menghapus air mata bundanya yang menetes dipipi.
"Bukan masalah besar bun." Ucap datar Matthew. Sedangkan Oliv hanya mencoba percaya.Namun ia masih merasa ragu, karena Marcell tak akan Semarah itu sampai dia memukuli Matthew hanya karena masalah kecil. Karena dari yang ia tahu dari anaknya, Marcell. Marcell adalah anak yang sangat menghormati orang lebih tua darinya dan tak mudah marah jika masalah itu tak fatal.
"Bentar bunda ambilkan kompresan dulu." Matthew hanya mengangguk. Oliv keluar dari kamar Matthew menuju dapur untuk mengambil kompres, tanpa tahu jika anaknya itu menatap punggungnya dengan senyuman miring dibibir nya.
"Pukulan mu sudah mulai lumayan." Gumam Matthew sambil mengelap darah yang berada di sudut bibirnya dengan seringai yang terpatri di bibirnya.
Tak lama kemudian Oliv kembali dengan sebuah kompresan di tangannya. Oliv mulai mengompres lebamnya dengan es batu, namun tak ada satupun ringisan yang keluar dari bibirnya. Hingga suara membuat Oliv mengalihkan pandangan.
"Bun, dokter John sudah sampai." Ucap Marcell didepan pintu sambil menatap Matthew yang menatapnya datar.
Oliv mengangguk dan membersihkan kompresan lalu berjalan menuju kamar Davera. Sedangkan Marcell berjalan mendekati Matthew.
"Kau gila kak. Dia adikmu. Jika kau seperti ini--" ucap Marcell langsung dipotong oleh Matthew."Tak ada yang bisa menghentikan ku, kau, maupun bunda." Ucapan tajam dari Matthew dengan seringainya membuat Marcell mengepalkan tangannya.
Ia tahu jika kakaknya adalah orang yang selalu memenuhi ucapannya, jika tak ada maka tak ada. Kakaknya adalah orang yang jika dilarang malah membuatnya akan lebih berbuat. Yang bisa dilakukan oleh Marcell adalah berusaha menjauhkan Davera dengan kakaknya yang sudah gila.
"Aku bisa membuatnya berada jauh dari mu, kak ingat itu." Marcell langsung meninggalkan Matthew yang mengepalkan tangannya mendengar ucapan adiknya.
"Kita lihat apakah kau bisa menjauhkannya dari ku, atau aku akan membuatnya lebih terikat padaku, lihat saja." Batin Matthew dengan seringainya.
Akhirnya aku up juga. Lama ya, maaf banget belakangan ini kesehatan aku sering down.
Kangen gak nih sama Oliv dan ketiga anak tampannya, oh ya sama bang Carles juga?
Jadi aku mau kasih tau kalo cerita ini aku campur sama cerita untuk Davera dan matt saat dia masih kecil. Nanti kalo cerita Oliv dan Carles end. Aku bakal upload atau posting Cerita Davera dan Matt tapi yang dewasa jadi dari cerita ini kita lihat masa kecilnya.
Bye...
KAMU SEDANG MEMBACA
BABY TRIPLETS
De TodoSeorang wanita yang harus menerima kenyataan pahit bahwa kedua orangtuanya yang selama ini dibanggakan ternyata adalah orang tua angkat. Pantaslah dia merasa aneh dengan sikap mereka, mereka seolah-olah tak peduli bahkan seperti membenci. Namun ia...