••••
"Astaga! Alden hentikan!" ucap seseorang menarik telingaku.
"Aw sakit!" rintihku saat telingaku ditarik.
"Maafkan adikku tuan-tuan, dia belum minum obat."
"Hei! Kau pikir aku gila?" bentakku pada Shelin yang masih setia menjewerku.
Bug. Shelin menendang kakiku hingga aku merasa patah. "Diamlah! Aku sedang menyelamatkanmu," bisiknya dengan mata nyalang.
"Sekali lagi maaf, permisi," ucap Shelin begitu sopan.
"APA YANG KAU LAKUKAN ALDEN ALISANO?" teriak Shelin tepat di telingaku.
"Bukankah kau lihat?" ucapku masih kesal.
"Kau seperti anak kecil saja. Membuatku repot saja. Bisa-bisanya kau menjambak Polisi?! Kau mau di penjara? Lalu siapa yang akan merawat monstermu itu? Aku tidak mau!" serunya seperti emak-emak.
"Untuk apa aku hidup tanpa mereka! Mereka menghilang," ucapku mulai menangis.
"Ish dasar bodoh! Apanya yang hilang?" tanya Shelin heran.
"Nio dan Vio hilang, huaaaaa!" tangisku menjadi.
"Mereka ada di hotel," ucap Shelin membuatku yang berjongkok mendongak padanya.
"Zio memang di hotel tapi ini Nio dan Vio hilang," ucapku menjelaskan lagi.
"NIO DAN VIO DI KAMARKU, MONYET!" teriaknya begitu kesal.
"APA? SUNGGUH?" tanyaku syok.
"Iya," jawabnya singkat.
"Kenapa kau tidak bilang kalau kau menculiknya! Kenapa kau tidak bilang dari tadi? Kau sudah membuatku menjambak orang hari ini. Kau sudah membuatku jadi orang gila hari ini Kakak!" kesalku kembali menangis, kali ini aku menangis karena malu sudah bersikap seperti orang gila di kantor Polisi, tapi, ya, sudahlah, kuharap mereka mengerti kenapa aku segila itu.
"Lagi pula siapa yang menyuruhmu meninggalkan dua monster itu di pantai sendirian?" tanya Shelin tanpa rasa bersalah.
"Zio tenggelam, aku harus menyelamatkannya, jadi, tidak ada pilihan. Lagi pula kau sama sekali tidak mau membantuku. Dasar kejam!" seruku membuatnya emosi.
"Heh, anakmu sudah tenggelam semua jika tidak ada aku! Berterima kasihlah karena aku membawa kedua monster itu ke hotel, jika tidak … aku rasa mereka sudah dimakan hiu," ucapnya dengan bibir monyong.
"Sudahlah, berdebat denganmu hanya membuatku merasa lapar," ucapku lalu meninggalkannya.
"Tunggu aku monyet!" Shelin langsung nangkring di punggungku seperti anak monyet. Hei siapa yang monyet sebenarnya?
Terima kasih Kakak, meski kau cerewet seperti Mak nyinyir, tapi aku tau kau sangat menyayangiku, terima kasih karena sudah membantuku menjaga monster kecilku, meski kau takut pada mereka.
"Apa kau tidak diet? Kau sangat berat," ucapku saat menggendongnya.
"Dasar anak kurang kampret! Kau mengataiku gendut, ya? Kurang langsing apa diriku? Kau tidak lihat tubuhku yang molek ini membuat banyak pria mendekat?" ucapnya begitu keras di telingaku.
Aku membetulkan gendonganku.
"Sungguh, aku berani sumpah, sambar geledeg kau. Kau sangat berat," ucapku keberatan.
"Hei, kau yang bersumpah kenapa aku yang disambar geledeg? Aku ini tidak gendut … hanya saja memang berat," ucapnya tidak mau dibilang gendut.
Aish wanita ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because I'm Father (END)
Comédie"Aku hamil." "Apa?!" "Anak kita kembar tiga," ucapnya dan membuatku membeku. Otakku tidak berjalan, di mana pikiranku? Kenapa rasanya tidak bisa berpikir. Tunggu! Kembar? Tiga? Alden kau tidak salah dengar. ____________ Pas tau, bahagianya luar bia...