BIF 23

9.5K 2K 133
                                    

Jarak

Percobaan kedua, aku melibatkan orang tuaku untuk mengurus sekolah Nio, Zio dan Vio. Aku tidak ingin kejadian lalu terulang, jadi, aku relakan mereka pergi sekolah dengan Papa dan mamaku.

Aku melamun di halte setelah mengantar mereka ke sekolah. Apa aku sungguh tidak ada artinya di dunia ini? Bahkan setan saja tidak sudi merasukiku.

"Alden?" Aku mendongak ketika seseorang memanggilku.

Setelah melihat wajahnya, aku berdiri tegak, garuk-garuk kepala, menunduk, dan ingin sekali melarikan diri.

"Apa kabar?" Pertanyaan itu seperti bom untukku.

Aku belum siap bertemu dengannya. Sungguh, tidak siap.

"Sedang apa kau di sini sendirian?" tanyanya lagi karena tidak kunjung mendapat jawaban.

"A–aku sedang duduk-duduk saja," jawabku ngawur. Tubuh ini bahkan tidak bisa diam, seperti cacing kepanasan.

"Apa kabar? Lama tidak bertemu." Aku bertanya, akhirnya bisa mengendalikan ular dalam diriku.

"Aku baik. Bagaimana dengan tiga monstermu? Aku merindukan mereka," ungkapnya dengan senyum.

"Mereka sekolah hari ini, bersama nenek, kakeknya," sahutku. Tanganku tidak bisa diam, jadi kumasukan ke saku celana, takut akan liar kemana-mana.

Kami pun duduk di halte yang tengah sepi. Hari ini Alisya memakai seragamnya, pasti dia tengah bertugas.

"Semenjak hari itu, kita jarang bertemu. Apa kau begitu sibuk?" tanyanya menatap sekilas.

Ah, dia membuatku merasa bersalah. Kupikir dia akan membenciku setelah hari itu. Apa dia pikir aku menjauh?

"Aku hanya jarang keluar rumah." Alisya hanya mengangguk mengerti.

Beberapa menit kami saling diam. Seolah kami memang tidak ingin membahas masalah hari itu. Kami menganggap itu tidak terjadi.

"Kau ingat … saat malam itu kau berlari sekencang tuyul, padahal aku yang memanggilmu. Apa kau takut hantu?" tanya Alisya, mengingatkanku malam setelah bertemu teman-teman.

Aku mendadak tertawa, membuatnya ikut terkekeh geli. "Sebenarnya aku tidak takut, hanya saja terkejut."

Alibiku sungguh norak.

"Apa kau akan berlari lagi kalau bertemu hantu?" Pertanyaan Alisya membuatku harus berpikir untuk mendapat jawaban keren. Setidaknya tidak boleh terlihat payah.

"Tentu saja tidak," jawabku sedikit sombong.

"Benarkah?" Alisya tampak tidak percaya.

Aku saja tidak percaya pada diri sendiri.

"Aku sungguh tidak akan lari. Paling hanya pingsan." Mendengar jawabanku dia terbahak, menenggelamkan matanya.

Senang bisa membuatnya tertawa. Meski harga diriku jatuh. Orang gila mana lagi yang mampu berbuat sepertiku? Aku memang lelaki yang tak dirindukan.

Because I'm Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang