BIF 8

20.7K 3.5K 509
                                    

My love

Keringat menetes dari dahiku. Namun, tubuhku menggigil. Aku masih di dalam selimut membungkus tubuhku yang demam. Tidak disangka—aku bisa sakit juga. Semalaman aku tidak bisa tidur, bahkan tenagaku hilang seketika.

Sekarang aku tidak tahu bagaimana harus memandikan monster kecil.

Di mana semangatku yang menggebu itu?

Kutengok ketiga monster yang sudah bangun, mereka asik bermain robot di lantai. Mereka belum mandi, belum sarapan, belum minum susu. Kalau aku sakit begini, siapa yang merawat mereka?

Alden kuatkan dirimu!

Aku mencoba bangun, meski kepalaku terasa sangat pusing, terlebih keringat yang becucuran membuatku semakin lemah saja.

"Papa, jangan bangun!" seru Vio mendorong tubuhku ke ranjang hingga aku yang lemah dan rapuh ini kembali berbaring.

Kini ketiga monster itu naik ke ranjang, mendekatiku dengan wajah polos mereka.

"Papa sakit?" tanya Nio mengecek keningku dengan tangan mungilnya.

"Astaga! Sangat panas! Seperti bokong panci!" ucap Nio merasakan keningku yang begitu panas. Jujur saja ucapannya membuatku ingin tertawa—tetapi tenagaku sedang lemah saat ini.

"Apa yang halus kita lakukan, Kak?" tanya Zio panik.

"Biar aku peliksa Papa," ucap Zio memeriksa dadaku dengan menempelkan telinganya di dadaku.

"Papa masih hidup, tapi dia lemah. Kita halus menyelamatkannya!" serunya begitu panik.

Hei bocah tuyul aku masih sanggup hidup! Tega sekali anak ini padaku.

"SUNGGUH?" tanya Vio dengan wajah syok, sambil menangkup wajahnya dengan kedua tangan.

"Sepeltinya Papa butuh es," ucap Nio.

"Sungguh?" seru Vio lagi. Sepertinya dia sangat menyukai kata 'sungguh'.

Aku hanya menahan tawa, entah mereka sedang bermain atau memang sangat menghawatirkanku, mereka terlihat sangat lucu. Aku lihat mereka turun dari ranjang—berlari ke luar kamar. Entah apa yang akan mereka lakukan, aku harap ini tidak akan membuat hari ini kacau, karena aku tidak mampu untuk beraktifitas.

Selang beberapa menit ketiga monster itu kembali ke kamar. Aku lihat mereka menggotong es batu yang cukup besar.

Sebenarnya mereka mau apa?

"Hei, kenapa kalian membawa es batu sebesar itu?" tanyaku hendak duduk tetapi Zio menidurkanku.

"Papa tidul saja, kami akan menyelamatkan hidup Papa, seperlti Papa menyelamatkanku," ucap Zio mengelus kepalaku dengan lembut.

Aku pasrah, menunggu apa yang hendak mereka lakukan. "Pasien sudah siap!" ucap Vio memberi kode pada Nio selaku pembawa es batu.

"Baiklah!"

"Hei! Apa yang kalian lakukan?" seruku saat es batu itu didaratkan pada dahiku.

"Kami akan selamatkan Papa! Belsaballah!" ungkap Zio menepuk-nepuk dadaku.

Es batu itu akhirnya mendarat di dahiku, sambil dipegang oleh Nio.

"Hei! Tanganku mati lasa!" teriak Nio yang merasa tangannya sudah kedinginan.

"Bial aku bantu," ujar Zio bergantian memegangi es batu.

Aku merasa otakku membeku, memang benar ini menurunkan panas, tetapi menaikkan pembekuan.

Because I'm Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang