BIF 40

7.8K 1.4K 77
                                    

Sesampainya di rumah Shelin, aku melihat keadaan sepi. Memang masih pagi, jam setengah sembilan. Apa semua masih tidur? Pengantin baru dan pengantin lama sama saja.

"Berteriaklah semau kalian." Bisikan iblis aku ucapkan pada si kembar.

Tentu, mereka berteriak kencang. Alarm yang bagus untuk membangunkan semua orang.

"Aku mencintai Papa!" Begitu mereka berteriak dengan berlarian.

"Kalian memang anakku," ujarku mengacungkan jempol.

Namun, Vio masih berteriak heboh sendirian. Aku menyuruhnya berhenti, tetapi anak itu menggeleng dan terus berteriak. Aish, si bungsu tidak tahu cara mainnya.

"Ya, Tuhan, telingaku!" Akhirnya, Shelin keluar dari kamarnya.

Tunggu, kenapa penampilannya sangat kacau? Rambutnya tidak diikat seperti singa. Aku yakin dia bau iler.

"Apa malam pertamamu begitu dramatis, sampai kau begitu berantakan seperti baru saja dirampok?" ujarku membuat Shelin mendengkus.

"Iya, aku memang baru saja dirampok. Keperawananku yang dirampok!" jawabnya tampak kesal.

Seharusnya pengantin baru begitu bahagia saat bangun di pagi hari, apalagi setelah malam pertama.

"Lakukan sesuatu agar mereka diam, Al!" titah Shelin yang melihat para monster berlarian. Lihat saja saat dia memiliki anak nanti.

"Beri saja mereka makanan, mereka akan mengheningkan cipta," ujarku seraya membuka ponsel. Bersantai saat di rumah orang tuaku, karena hanya di sinilah aku merasa para monster aman.

Akhirnya, Shelin aku lihat memberikan jelly untuk para monster.

Lihatkan, mereka langsung duduk manis.

Monster akan kembali berulah saat makanannya habis.

"Kenapa kau ke sini? Pasti hidupmu hampa," ujar Shelin duduk di dekatku seraya mengikat rambutnya.

Mendengar penuturannya, aku kembali mengingat Alisya. Aku masih memiliki harapan dan mimpi, apalagi kehadiran para monster adalah alasanku tetap hidup. Bagaimana dengan Alisya?

"Kau tahu, ada gadis yang menyukaiku, tapi dia pergi sekarang. Apa yang harus aku lakukan?" Aku bertanya seraya menatap ponsel dan masih berusaha menelepon Alisya.

"Kejar dia, kapan lagi ada yang mau mencintaimu. Semua gadis bisa mencintaimu dalam sehari saja, itu adalah keajaiban,"  jawab Shelin membuatku dongkol.

"Apa aku seburuk itu, huh?"

Shelin menangkup wajahku, mengecek setiap inci wajahku dengan serius.

"Tidak ada yang kurang, semua lengkap," ujarnya santai.

Aku mendorongnya ke sebelah karena kesal. Bisa-bisanya dia hanya mengatakan itu setelah melihat wajahku.

"Kau pasti iri aku bisa menikah," ejeknya dengan wajah menyebalkan.

"Kau tidak tampak bahagia, kenapa aku harus iri?" balasku, Shelin tampak tidak terima.

"Aku bahagia!" ujarnya mengelak.

"Kau ingin memiliki anak berapa?" tanyaku, tidak ingin melanjutkan pertengkaran ini.

Shelin tidak langsung menjawab. Wanita itu terdiam, lalu mengelus perutnya. Dilihat dari wajahnya, aku tebak dia masih takut untuk memiliki anak segera.

"Aku ... apa harus memiliki anak?" gumamnya terdengar aneh.

Apa yang ada di pikiran wanita itu benar-benar tidak terduga. 

"Apa yang kau takutkan?"

"Semuanya! Apa yang terjadi padamu membuatku trauma. Aku takut menikah, aku takut memiliki anak, aku takut pada mertua. Apa ini phobia?"  Shelin menatapku dengan panik.

Apa hidupku telah mempengaruhi mental Shelin juga secara tidak langsung? Aku tidak menyadarinya selama ini. Aku pikir perkataannya selama ini hanyalah bualan.

Shelin memang mengetahui segalanya yang terjadi padaku. Dari mulai aku mencintai mendiang istriku, hingga meninggalnya. Shelin melihat segalanya. Kakakku itu juga menyaksikan saat aku begitu terpukul. Kematian, kelahiran, perlakuan mertuaku, semua Shelin mengetahuinya. Apa itu yang membuatnya takut?

"Suamimu, mertuamu, anakmu nanti. Kau tidak akan mengalami apa yang aku alami. Takdir kita berbeda, berhentilah takut pada masa laluku," ucapku merasa sangat bersalah.

Shelin menatapku dengan diam. "Ini bukan tentang masa lalumu! Sok tahu!" elaknya tampak gugup.

Aku bisa melihatnya dari sikap dan ekspresi itu.

"Dengar! Aku sudah menikah, dan aku akan berkunjung ke rumah mertuaku hari ini. Paling penting, aku akan memiliki sebanyak-banyaknya anak. Aku tidak phobia," ujar Shelin dengan wajah sombongnya.

"Memangnya kau tikus, yang melahirkan banyak anak?"  Aku mengejek, seolah tidak tahu diri bahwa anakku tiga.

"Masa bodoh!" balasnya lalu menghampiri ketiga monster.

Aku akan bersyukur jika Shelin tidak takut masa laluku lagi. Berharap wanita itu bisa segera memberiku keponakan. Mungkin, dia bisa memberi keluarga ini seorang putri, karena aku sudah memberi tiga pangeran.

Alisya? Aku akan mencarimu.

~~~~

Hah, ngapain Alden nyari Alisya?
Hubungan mereka kan udah jelas
Masih temen

Ada yang bisa bikin trailer gak?
Keknya Because I'm Father lucu ya dibikin trailer

Makasih banyak-banyak buat yang ikut promoin atau rekomendasiin. Eh, gak tau juga si ada apa enggak 😂 makasih aja dulu

Semoga Because I'm Father makin banyak yang tau dan baca

Because I'm Father (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang