" Tinggalkan, Andre! Pergi jauh dan jangan pernah kembali!" Perintah Ratih. Darah terpompa kencang dan berkumpul di wajah wanita paruh baya itu.
"Seorang istri, dilarang keluar rumah tanpa izin suami, jadi tak ada alasan bagi saya pergi dan menjauh dari Mas Andre. Jika tetap dilakukan, maka malaikat akan melaknat perbuatan tersebut. Sebaiknya anda pergi, sebentar lagi suamiku pulang, jangan sampai dia mengetahui apa yang telah nyonya lakukan . Atau ... anda memang ingin berjumpa dengan Mas Andre?"
Anin berusaha tetap tenang dan tak terpancing dengan segala ucapan Ratih, walaupun dada terasa bergemuruh, berusaha agar tidak terpengaruh.
Kemarahan Ratih memuncak mendengar lontaran aksara Anin. Matanya menatap tajam dan senyuman sinis tersungging dari bibir. Tanpa bicara, Ratih keluar dan berlalu dari hadapan Anin.
Setelah kepergian Ratih, Anin melipir di pojokan. Kepala menunduk bertopangkan kedua lutut sembari menyembunyikan wajah yang bercucuran air mata. Cairan bening mengalir dari hidung bangir milik Anin. Tangisan lara itu berhenti, menyisakan kenangan pada satu masa.
Lelaki gagah bermata elang itu hampir setiap minggu menyambangi panti. Tangan yang tak pernah kosong, dua kantong plastik selalu menjadi alasan utama dan berhasil menjadi rebutan para penghuni panti.
Gadis itu terusik dan mulai menjauh. Ada udang di balik batu. Selalu mencuri pandang dan senyum yang membuat Anin deg-degan. Sadar akan jati diri, dan jurang yang menganga lebar.
Anin selalu menghindar saat Andre menyambangi panti. Menyadari sang pujaan hati yang tak nyaman, Andre tak kehabisan akal.
"Assalammualaikum."
Andre melangkah melewati pintu yang menganga lebar seraya mengucapkan salam. Tak butuh waktu lama, lima orang anak panti menyerbu dan antri menyambut tangan kanan Andre.
"Waalaikumsalam, Mas Andre ...."
"Kalian nggak sekolah?" tanya Andre.
"Libur, Mas. Kemarin penerimaan Raport," sahut Nisa, gadis kecil berbaju merah.
"Libur? Berapa lama?"
"Iya, dua minggu."
"Mau liburan?"
"Mau ...," jawab mereka serentak.
"Nilai raportnya bagus nggak?"
"Aku juara satu," sahut Adi.
"Aku peringkat kelima," ucap Yanto
"Good, mau liburan?" tawar Andre.
Andre mengedipkan matanya pada anak-anak. Sementara Anin hanya diam, tak menyahut.
"Mau ..." jawab mereka serentak.
"Ok, kita ke Puncak. Izin Bunda Siska dulu." Andre menjentikkan jari.
Setelah mendapatkan izin dari Bunda Siska, akhirnya Andre bersama enam orang anak-anak serta Anin berangkat menuju puncak. Mengendarai mobil sport, Andre melajukan kendaraan roda empat dengan kecepatan sedang.
Anin yang duduk di sebelah kemudi mulai tampak gelisah. Keringat dingin mengalir di dahi. Perut yang diaduk, siap mengeluarkan semua isinya. Tak jauh dari rest area, cairan tanpa ampas keluar dari mulut Anin membasahi jok mobil. Bau menyeruak dan mengotori kendaraan. Takut, darah berhenti mengaliri wajah menjadikan pipi itu bak kapas.Memasuki rest area, Andre memarkirkan kendaraan di depan rumah makan siap saji berbahan dasar ayam.
"Ayo turun! Kita istirahat di sini, sekalian menunggu kak Anin menghilangkan rasa mual," perintah Andre.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Terbuang
SpiritualSegala cara dilakukan oleh keluarga Andre menentang dan menghancurkan pernikaha nnya dengan Anindya. Mulai dari percobaan pembunuhan sampai menggugurkan bayi yang ada dalam kandungan Anin. Menghadirkan madu di tengah pernikahan mereka. Fitnah keji...