🌷Kehangatan di Kota Kembang
Anin berdiri di depan pintu menyambut kedatangan Andre yang pulang bekerja. Laki-laki itu terlihat lelah dengan aroma oli dan bensin yang menguar dari tubuhnya. Tak perduli, Anin tetap mencium takzim punggung tangan lelakinya dan bergelayut manja di lengan nan kokoh.
Laki-laki itu pun menyambut kemanjaan sang istri. Dibelai dan dikecup lembut pucuk kepala yang beraroma sampo. Hilang sudah penat dan lelah karena bekerja seharian. Bibir berkumis itu membentuk garis lengkung. kebahagiaan begitu terpencar dari rautnya. Cintanya berbalas, hingga tak menyisakan penyesalan karena meninggalkan segala kemewahan yang dimiliki.
“Love you.” Andre membisikkan kata cintanya. Membuat wanita yang di pelukannya merona dan tersipu malu.
“Maaf! Mas tidak bisa memberimu kehidupan yang layak.” Mata Andre mengitari kontrakan mereka. Miris, kamar ART di rumah ibunya jauh lebih layak dibanding ruangan yang mereka tempati.
“Anin bahagia hidup bersama, Mas Andre.”
Wanita itu tersenyum, meredam rasa bersalah sang suami.
Sepasang kekasih halal itu melangkah masuk, usai menutup pintu. Si lelaki masuk ke kamar mandi. Dua puluh menit berlalu, laki-laki itu keluar dengan badan yang terbelit handuk sebatas pinggang. Bertelanjang dada dengan buliran yang belum mengering. Serta tetesan air yang merembes di ujung rambut yang mulai memanjang.
Tubuh si wanita bergetar saat lelakinya mendekat. Kedua tangan saling menggenggam, meremas kemeja biru yang hendak dilipat. Sementara kepala kian menekuk. Walau enam purnama telah mereka lalui tapi wajah polos itu selalu merona dan tak dapat menyembunyikan rasa malunya.
“Makan sekarang, Mas?” Anin menelan ludah, membasahi tenggorokan. Mencoba menenangkan debaran yang semakin kencang.
Bukannya menjawab, Andre duduk di samping Anin. Dikekapnya kepala sang istri, tersuruk antara dan dada dan ketiak.
“Mas ..., nggak bisa napas.” Anin merajuk, memukul dada dengan kepalan tangannya nan kecil.
“Nggak bisa napas, apa nervous?” Andre melepaskan kekapannya. Menatap mata bening itu sembari menggodanya dengan menaik turunkan alis.
“Ihh, Mas Andre ....”
Anin bangkit dari duduk, melempar pelan kaus tipis ke dada suaminya. Melangkah menjauh dari suami yang terus menggoda dan menggelegarkan gelak tawa yang membahana.
***
Malam merangkak kian larut. Sesekali nyanyian jangkrik bersahutan memecah sunyi. Hujan yang sedari maghrib sudah mereda. Menyisakan basah dan titik air di jendela. Udara pun kian dingin, meninggalkan gigil saat kulit tersentuh air.
Usai menuntaskan gejala alam, Anin merebahkan kepala di lengan yang membentang. Menyusup di ketiak, memangkas jarak mencari kehangatan. Selimut tak mampu meredam tubuh yang bergetar serta gemertak gigi yang kian mengguncang. Satu tangannya melingkar kuat di perut yang berotot.
Lelaki itu tak terusik. Terbenam mimpi yang semakin larut. Dengkuran halus kian teratur. Mata terpejam tertutup kelopak yang terus merapat. Namun, cinta tulus yang tertanam di hati tak dapat dipungkiri. Dalam lelapnya, lengan kokoh itu meraih sang kekasih. Menerbitkan lengkungan di bibir nan tipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri yang Terbuang
SpiritualeSegala cara dilakukan oleh keluarga Andre menentang dan menghancurkan pernikaha nnya dengan Anindya. Mulai dari percobaan pembunuhan sampai menggugurkan bayi yang ada dalam kandungan Anin. Menghadirkan madu di tengah pernikahan mereka. Fitnah keji...