Anindya 15.2

9.2K 407 11
                                    

Hari itu, malam terakir bagi Andre mengharap kehadiran mamanya. Mbok Nah yang selalu setia menjadi tempat ia bermanja. Bukan lagi sekedar pengasuh, wanita tua ini menjadi ibu yang selalu ada di masa tumbuh kembang Andre.

Andre tumbuh menjadi anak yang introfert. Begitu banyak ketakutan dan kecemasan yang terpendam.

"Mbok Nah." Andre menjerit histeris saat tidur lelapnya terganggu. Badannya gemetar, gemuruh di dada semakin kuat, helaan napas pun terasa berat. Meringkuk di kepala ranjang, kedua tapak tangannya yang dingin menutup telinga.

"Mbok Nah—" Tak ada lagi tenaga, suara tercekat di tenggorokan. Guruh dan petir yang bersahutan membuat badannya semakin lemah. Andre terus merintih di kegelapan malam.

Wanita tua itu tergopoh mendekat. Sorotan senter di tangan kanan mengarah ke tubuh mungil yang gemetar.

Waktu terus bergulir. Malam-malam yang mencekam berhasil Andre lalui. Tak punya tempat berbagi. Hanya Mbok Nah yang selalu setia menemani.

Kanvas dan cat air menjadi teman setia Andre. Tak terhitung lagi banyaknya lembaran putih yang berhasil di sulap jarinya yang mungil menjadi gambar. Gradasi dan perpaduan warna nan indah.

Tanpa izin dari Ratih, ia dibantu Mbok Nah menyulap ruangan di sebelah kamarnya menjadi studio. Andre kecil semakin tenggelam, lenyap dari pergaulan teman sebayanya.

Siang itu sepulang sekolah, Andre menghentikan laju sepedanya. Di depan sana, seorang gadis kecil duduk di pinggir jalan dengan sepeda yang terguling. Seragam merah putihnya berlumpur. Sementara bibir tipis terus menghembuskan angin pada lutut yang berdarah. Tak ada air mata, hanya ringisan saat membersihkan siku yang juga terluka.

Andre merasa takjub, gemas melihat rambut panjang yang awut-awutan. Tanpa ia sadari, senyum tercetak di bibirnya yang kaku.

"Hei, kenapa senyum-senyum sih. Senang ya lihat orang terluka."

Andre hanya menggaruk kepalanya, berusaha menyembunyikan kegugupan yang mendera.

"Ihh, gak jelas." Gadis kecil semakin cemberut. Berusaha bangkit sembari menggapai gagang sepedanya.

Tanpa bersuara, Andre menstandarkan sepedanya. Merebut stang dan membantu menegakkan sepeda mini.

"Renata Putri Sintia." Andre membaca pelan name tag yang menempel di dada kanan sang gadis.

Melangkah menaiki sepedanya. Terus menggoes melewati si gadis mungil. Sepanjang jalan, senyum simpul tak pergi dari bibirnya.

Istri yang TerbuangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang