4

1.7K 135 14
                                    

"Lo ikut gue?" Tanya Raga sesaat setelah sampai di kelas. Fitri mengangguk antusias.

"Duduk sebelahan."
"Serius?"
"Iya, pingin nyamar jadi anak kuliahan."

"Emang lo kalo lulus mau ngambil apa?"

"Sastra inggris."
"Gue Psikolog, lo yakin mau stay?"
"Gapapa, siapa tau gue nyaman --APA! LO ANAK PSIKOLOG?!"

"Kenapa kaget?" Raga duduk di bangku nya dan melepar tas pada bangku sebelah, mengisaratkan Fitri untuk duduk "Gak, gapapa." Fitri duduk dengan tegap.

Pantes aja kalo ngomong natep mata, kira-kira apa aja ya, yang udah di baca dari sikap gue? Mesum? Jahat? Cabe cabean? Aduh Batin Fitri bertanya.

"Lo sama temen?" Tanya gadis berambut panjang blonde, pakaian kaos rendah di dada yang beruntunglah tertutupi dengan jaket jins.

"Hm."
"Gue ga boleh gitu duduk di sana?" Tanya nya cemberut dan memasang puppy eyes, sungguh hantu itu jijik.

"Enggak."
"Kenapa?"
"Ada Hantu yang duduk di sana."
"Aneh nya mulai lagi."
"Ga percaya? Tunjukin Han." Semua yang berada di kelas menatap penuh pada bangku kosong dan Fitri mengumpulkan kekuatannya segera menarik baju perempuan ribet itu

Semua bergerak slowmoction sampai-sampai belahan dada itu semakin terlihat, namun kalian tau! Ada sumpelan di sana berwarna hitam putih. Barisan paling belakang tertawa dan bersiul-siul.

"Oh tepos toh!"
"Hahaha, emang tiap hari gue liat sering gede sebelah, akhirnya terungkap ya." Perempuan itu memasang wajah marah pada bangku kosong dan Raga.

"Hantu jahat!" Gadis itu berlari kencang. Fitri terkikik senang, dia sudah membuat gadis itu malu, Raga juga ikut tertawa tapi tidak sampai ke mata, tawa itu hanya suara.

"Kenapa masuk psikolog kalo diri lo sendiri aja masih perlu bantuan?"

"Justru itu, gue ingin membuat diri gue sadar, bukan cuma gue yang ada di titik terendah. Tapi ada yang lain dan mereka harus gue bantu."

"Tapi lo sadar gak sih, lo terlalu peduli orang daripada diri sendiri?"

Raga diam, dan mengganti topik. "Bagus tadi lo gituin dia, biar dia gak deketin gue lagi hahaha." Lagi-lagi tawa yang hanya sebatas suara.

"Kenapa lo ngindarin dia?"
"Males punya masalah."

"Selamat pagi." Kelas pun di mulai dan tidak ada tanda-tanda kembalinya perempuan itu.

Singkat cerita

"Kita mau pulang?"
"Hm."
"Lo ga pingin selesaiin masalah gue gitu?"
"Hm."
"Ih jahat banget sih, sampe gue mati gue gentayangin lo."
"Sekarang? Bukan lo sebut gentayangin?" Fitri memonyongkan bibirnya kesal.

"Cape, besok aja."
"Ya meski keliatan nya cuma duduk tapi tadi psikis kita memang di permainkan."

"Hal yang lebih sakit dari serangan fisik ya serangan psikis." Fitri terdiam, di menatap Raga dengan terkagum-kagum, terpesona.

"Itu bukan kata-kata gue, itu dari saudara si Author."

"Keren, cepet gendong gue, gue cape." Fitri menghadang Raga yang ada di hadapannya dengan tatapan kesal.

"Cape itu merata, yang ga merata bagaimana kita menyikapinya."

"Sumpah ini bukan elo yang kemarin Ga."

"Cepet naik." Raga menaruh kedua tangannya pada paha untuk menjadi tumpuan dirinya yang sedikit berjongkok. Fitri tersenyum lebar.

Tiap hari aja lo kek gini Raga, nurut. Kan jad--

"Kali ini aja ya." Fitri bedecak baru saja dirinya berharap lebih.

Heyoo sorry lamaaaaa
500 kata aja ya, secepatnya up lagi

Cowo Indigo (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang