13

1K 72 51
                                    

Pagi cerah semakin menguatkan Raga untuk mencari gadis hantu bernama Fitri itu, namun lagi-lagi yang di lihat nya adalah Fitri palsu, ya tadi malam yang ia lihat adlaah Raga Fitri dengan sukma berbeda.

Kembali lagi Raga duduk dengan tegap saat mendapati anak kecil lucu dengan hidung minimalis dan mata besar namun saat tertawa menipis.

"Eh Lula, mau beli apa sama mama ot?" Seru pemilik warung segera mencium pipi gadis kecil itu gemas, Raga sendiri ikut gemas.

"Uwa beyi permen ini." Bukannya menujuk ke arah etalase gadis kecil itu malah menunjuk kakinya.

"Yaampun Lul! Nama cakep-cakep kok jadi Uwa sih, cadelnya ga ketulungan ya. Jangan permen ya, ini aja biskuit Ma ot kasi gratis."

"Nda bayar Ma ot?"
"Enggak-nggak." Gadis kecil itu terlihat bingung, tapi akhirnya memilih biskuit gratis itu dan berlari dengan gembira kearah teman teman yang sebaya dengannya, lagi-lagi Raga tersenyum, ia jadi ingat Fitri lagi bila melihat anak kecil itu.

"Lucu ya dek?" Raga berdeham membenarkan.

"Itu tuh, biasanya sama Aunty Fitri nya di jailin mulu sampe nangis, kalo adeknya dia tuh si Io paling di manja sama Fitri, katanya Mamanya sih, Fitri iri kok lebuh di sayang Lula ketimbang dia sama Io."

"Aunty Fitri?"
"Iya Adek nunggu sini kan melang tunggu Fitri kan?" Raga diam, apa terlalu terlihat menunggu gadis itu datang. Tapi yang ia tunggu sekarang ini sukma gadis itu, bukan raganya.

"Saya itu... Siapa ya, emm jadi Mama Fitri punya Kakak perempuan, nah Kakak nya ini kan punya anak dong, nah anaknya itu menikah sama saya. Jadi jangan heran kalo saya tadi kasi makanan gratis gitu aja."

"Ohh pantesan, saya pikir tadi apa gak rugi kalo semua anak pada minta."

"Oh ga semudah itu."
"Fitri memang belum bilang? Sederet rumahnya ini kan sodaranya semua." Raga melongo.

"Ga, ga sampe ujung situ, enam rumah aja, warung ini kan numpang.  Rumah saya paling pojok deket tangga." Raga mengangguk mengerti, hampir Raga ingin menyuruh Fitri beli aja rumah segang sekalian, biar keluarga semua, uang mereka pun muter cuma di sana.

"Ma ot, Dek Yo mau." Kedua nya beralih ke gadis kecil, Raga berdiri dan mengambil serenceng bikuit itu dan memberikannya pada Lula dengan menahan diri agar tangannya tidak menyubit pipi chubby anak kecil itu.

"Buat uwa semua? Iyah?"
"Iya." Mata Lula berbinar senang,baru saja ingin beranjak, Mama Ott atau pemilik warung menegur gadis kecil itu.

"Bilang apa sayang?"
"Oiya uwa upa." Bocah itu menepuk keningnya keras dan tertawa lucu. Raga yang awalnya meringis jadi ikut tertawa.

"Makasi, ama-ama." Lagi-lagi Ragq tertawa, anak kecil itu mengucap terima kasih sekaligus sama-sama, entah siapa yang mengajarkannya, Raga hingga sakit perut mendengarnya.

"Ih adek mah, makasih aja, gausah pake sama-sama."  Tegur Mama ott masih di selingi tawa, Lula pun ikit tertawa lalu kembali berucap.

"Makasi, ama-ama." Sudah Raga tidak tahan lagi, ia segera mencubit pipi Lula dengan gemas.

"Auhhh, sakit, uwa cubit ni!" Dan cubitan pedas pun menghampiri paha raga yang terbalut levis, Raga sampai meminta ampun, tidak sakit tapi cukup terasa dan Lula tertawa keras diikuti Mama Ott.

Singkat cerita

Hari sudah kembali soee, gradasi oranye kini mulai menjadi ke ungu, ungu an. Raga mengqmbil jelm bogo milik adiknya dan membayar semua yang ia makan dan mulang dengan lesuh, memang baru dua kali menunggu, namun rasanya seperti sudah berminggu-minggu karena tanpa kepastian.

Sempat berpikir apa indra keenam nya sudah hilang namun melihat perempuan rambut panjang di pohon pojok situ...dia yakin dia masih bisa melihat sesuatu yang tidak dapat di lihat oleh orang kebanyakan.

Laki-laki itu memilih pulang untuk mandi dan menukar kendaraan, karena hari mulai mendung.

Sedari tadi Raga sudah berkeliling kota itu, namun ia belum menemukan gadis hantu itu juga! Raga menarik rambutnya kasar, bingung harus mencari kemana lagi. Waktu kini sudah benar-benar malam, seharusnya ia pulang, namun lagi-lagi laki-laki itu memutar otak, hingga pikirannya sampai pada halte tempat pertama kali laki-laki itu melihat gadis berwajah pucat yang sedang menangis.

Ia segera menyalakan mesin mobilnya dan menekan gas hingga mendatar, terlalu excited.

Suasana gelap di sekitar, membuat Raga sendiri was-was, bagaimana pun hari sudah mulai malam, yang menyerangnya pun bisa-bisa lebih dari yang ia bayangkan.

Sorot lampu menyinari gadis berpakian piyama avengers, rambutnya terurai dia seluruh wajahnya, seperti sangat-sangat lelah.

Raga dengan pelan mengangkat tubuh yang tertidur itu ke arah mobilnya, ia hanya bisa berharap gadis itu bangun esok pagi dan mereka bisa berbicara.

Setelah posisi yang cukup nyaman, di samping kemudi, Raga berlari ke arah kemudi dan berkendara dengan normal.

"Raga?" Raga yang mendengar seruan Mamanya terdiam, dia menatap hantu yang sedang tertidur di kedua lengannya, bagaimana dia menjelaskan keadaan tangannya?

"Tangan kamu kenapa?"
"Latihan upacara Ma."
"Oh iya kuliah ada upacara ya? Huh Mama lulusan SMA sih jadi gatau kehidupan perkuliahan, yaudah sana naik." Raga mengangguk dan berjalan cepat dan teratur karena ia harus menaiki satu persatu anak tangga.

Sesampainya di kamar, dirinya menaruh Fitri tanpa suara, namun tidak dengan kasur yang mungkin hanya berbeda beberapa tahun olehnya.

"Enghhh." Mata Fitri yang awal nya tertutup rapat, kini terbuka sedikit lalu kian membesar setiap detiknya.

"Gua takut, gua takut, Raga mereka semua nyeremin, gua masih belum biasa sama mereka, padahal dulu....dulu tempat itu sepi.....cuma gua dan Vin yang dia ada di sana.... Tapi... Tapi Vin udah pergi, dia udah tenang dan tempat itu udah ga kaya dulu lagi.... Gua... Gua cape, mereka takut takuti---"

"Ssst gua ada disini."
"Gua...gua..taku---"
"I'm here." Raga mengelus punggung gadis itu, pelan. Tangis gadis itu akhirnya kian memelan.

"Udah?"
"Hm."
"Maaf gua dateng lama, gua cari-cari lo, tap-"
"Gapapa, yang penting sekarang gua sama lo. Please don't leave me."

"If you remember, you leave me first."
"Because your fucking mouth."
"I'm sorry, i don't wanna make some mistake. Jiwa ga sekuat yang lo liat, dia lemah, dulu, Jiwa hampir setiap sore kesurupan. Gua setiap hari harus membantu dia agar kembali, entah selama apa itu terjadi, sampai akhirnya kita menjual rumah itu dan membeli rumah ini, beruntung sampai kapan pun dia ga akan inget, mungkin hanya tubuh yang sering lelah da---"

"Jadi..... itu kenapa temen temen aku dulu bilang aku gila?" Saut seseorang berdiri di pintu dengan pandangan sedih.

"Jiwa...."

Gimanaaaa sehat kan?

MAAF LAMA AKU ABIS BIKIN SURAT LAMARAN KERJA #GANANYAGOBLO

maapin banget, tapi panjang kan part ini, ini part save an terakhir semoga otak bisa di ajak kompromi biar up cepet, see you.

Cowo Indigo (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang