7

1.2K 101 12
                                    

"Kayanya ikutin aja, bisa abis jutaan dia kalo lo gak ikutin permainan nya." Fitri duduk bersila di atas meja, sedangkan Raga memasang headphone sebagai kamuflase.

"Ha? Apa?"

"Dia bisa abis sejuta lebih, kalo lo ga ikutin permainannya." Ujar Fitri terlampau lambat.

"Sampe kapan gua harus ikutin permainan nya?"

"Ampe lo baper kata temennya tadi."
"Tiga hari lagi gua pura-pura baper."
"Susah! Mata lo harus berbinar-binar! Sekarang aja mata lo kaya orang ngelamun."

"Sialan."
"Emang bener, bikin dia baper aja kali ya? Ga ada ko di perjanjian."

"Ga mungkin."
"Ga mungkin apa? Kalo ngomong yang komplit napa si!"

"Dia ga mungkin baper, lo ga liat yang ada di deket dia siapa aja? Semua yang ada dilingkaran itu anak konglomerat semua, oke bukan masalah harta doang, tapi tampangnya bedain dong sama muka gua." Fitri menatap wajah Raga dengan iba, mata panda, kumis dan brewok tipis yang terlihat tidak terawat, rambut nya pun berantakan, selayaknya orang bangun tidur, namun bagi Fitri dia adalah laki-laki tertampan yang pernah Fitri temui apalagi saat tidur. Seketika pipinya memanas karena bertatapan.

"I..ya si, tapi siapa tau dia bosen sama yang begituan."

"Yang begituan apa? Kalo ngomong yang komplit napa si!" Tiru Raga membuat hantu itu melotot marah.

"Si anying!"
"Si setan!"
"Udah intinya bantuin aja."
"Dia kaya ko, sejuta ga berarti apa-apa."

"Ih! gua curiga lo homo." Fitri mengebrak meja, membuat semua yang ada di kantin mencari cari suara misterius itu.

"Berarti gua hebat ya, bikin lo nyaman pas ciuman."

"Ga denger!" Fitri menutup telinganya, laki-laki itu tertawa pelan, mendekat lalu berujar,

"G-dragon bilang, 'homo-homo nya gua, cewe lo, kalo gua follow ngejerit!' hahaha, bedanya dalam kasus lo, cowo lo yang ngejerit hahaha." Fitri segera berdiri dan lari menjauh dengan pipi merah padam.

"Amit-amit, jangan sampe gua homo, selain wanita masih banyak dan cantik, hantu sekarang pun ga kalah cantik dan manis juga." Seru Raga menatap Fitri yang kini telah sampai di koridor ujung.

Singkat cerita

"Lo ngapain?"
"Eh Raga?"
"Lo ngapain?"
"Iiini.... nunggu taksi, supir pulkam."
"Oh, yaudah, see you."
"Hah?!" Kaca mobil pun tertutup, Fitri segera menggebrak dashboard.

"Raga goblok, lolot, telmi, so jual mahal! Lo harusnya ajak dia balik!"

"Tadi kata lo tanyain."
"Si anying!"
"Si setan."
"Eh sumpah ya, bikin gua gondok! Ya tanyain pulang bareng lah!"

"Ga, lo pikir gua supir."
"Anj-ga heran lo jomblo ya, ngebucin dikit aja gamau."

"Nyokap gua aja ngeraja-rajain gua, kenapa gua harus jadi budak?"

"Itu beda Ya Allah, Ya Rasullah!"
"Beda dimana nya? Bucin itu BUdak CINta, gua aja belum pernah ngebucin sama nyokap."

"Seidup lo aja deh." Fitri bersandar kasar pada kursi mobil, benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa jalan berpikir laki-laki di sebelah nya ini. Pulang dia harus melakukan hal ekstra!

Langit berubah menjadi gelap, kemerlap malam pun terlihat indah namun tidak seindah duduk di dalam benda mati dengan hawa dingin yang mampu membuat kulit kering, sungguh Fitri bukan seorang penggila kulit mulus sehalus sutra, dirinya hanya tidak suka berlama-lama di benda mati itu, sedari tadi dirinya sudah duduk dan berdiri untuk melihat kapan penyiksaan ini akan berakhir, namun seperti nya tidak akan semudah itu.

Lagi lagi Fitri berdiri untuk melihat keadaan dan

"AAAAAAA YEAY UDAH SEPI, UDAH SEPI, NANTI DI PEREMPATAN KITA LURUS KAN?!"

"Berisik! Iya lurus!"

"YEAYYYY, PADA MILIH KE KIRI SEMUA YEAY YEAY YEAY!"

"Berisik! Cepet duduk!"
"Laper, masakin ya di rumah."
"Lo cewe apa cowo si, kok ga bisa masak?"

"Nah elo, cowo apa cewe si ko bisa masak?"

"Lo mau gelut sama chef Junna?"
"Ampunnn." Fitri duduk dan mengkatup kedua tangannya di hadapan Raga.

"Makanan jepang mau?"
"Wah! Baik banget, mau lah!" Raga tersenyum misterius sambil tertawa tanpa suara ke arah jendela mobil sebelah kanannya.

Mobil pun terparkir rapih di halaman, Raga berjalan dengan santai namun di ikuti Fitri dengan terburu- buru, perutnya benar benar tidak bisa di ajak kompromi.

"Masak lu?" Tanya Sukma.
"Mau?"
"Ah, makanan jepang yang viral itu ya? Thanks deh." Raga mengangguk dan mengambil mangkok, sendok, beberapa centong nasi yang diisi di mangkuk, satu buah telur dan kecap asin.

Laki-laki itu duduk di meja pantry tepat di hadapan sang hantu, Raga berusaha menahan tawanya. Yang ia tau, rata-rata orang indonesia mencoba makanan jepang ini kurang suka, tapi di sini dirinya sendiri suka, itulah sebabnya ia hanya menyiapkan satu porsi, karena dia siap menghabiskan makanan ini bila hantu itu tidak menyukainya.

Raga menekan bagian tengah nasi dengan sendok hingga terbentuk dekokan layaknya kolam, lalu dia segera memecahkan telur ayam itu disana, menyiram sedikit dengan kecap asin, mengaduknya dengan sendok hingga rata dan menyajikannya di hadapan hantu itu, Fitri yang melihat itu mengerjit tidak yakin, apa dia sanggup memakan telur mentah? Oke dia pernah makan telur setengah matang, tapi bukan mentah!

"Ni makan, gua masakin."
"Masakin apa nya? Masak nasi aja si Bibi!"

"Yaudah gua ralat, gua buatin makanan." Raga tersenyum manis, berbeda dengan Fitri yang sedang menatap horror pada mangkuk di hadapannya.

Serius kalo gua punya mesin waktu, gua mau berhentiin waktu untuk buat cerita ini sampe tamat, tanpa membuat kalian menunggu lama. Sebisa mungkin bakalan gua lanjut ya, mungkin kalo gua linta maaf kalian udah bosen banget, tapi sekali lagi maaf. I'm stuck, i don't know why.

Cowo Indigo (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang