"Bukan salah gua! Emak lo ngagetin." Pekik Fitri namun hanya bisa di dengar Raga, pada akhirnya laki-laki itu harus berbohong.
"Tadi memang Raga taruh gawai nya di tiang baklon Ma." Jelas Raga menenangkan.
"Yaampun Raga, kamu kebiasaan ya ga sayang barang, pantes ga ada yang sayang juga." Fitri tertawa kencang hingga terjatuh ke lantai kaki nya pun ikut tertawa dengan menghentak-hentakan pada lantai, yang langsung di tatap mematikan oleh Raga. Ibunda Raga menatap Raga khawatir sambil mencari-cari suara berisik itu, laki-laki itu segera mengalihkan perhatiannya kepada sang adik yang baru saja hendak turun tangga.
"Su, susuk! Cariin gawai gua di bawah sekalian, jangan-jangan ke cebur kolam."
"Iye." Terdengar suara langkah kaki cepat menuruni tangga.
"Yaudah Raga mau berangkat ya."
"Hm. Hati-hati." Raga mengangguk, salim, memasuki kamar hanya untuk mengambil tas dan kunci motor vespa terbaru, milik Jiwa yang bernama blacky."Gawai gua ketemu gak?" Teriak Raga setelah sampai di halaman depan, yang bertauan dengan halaman samping, kolam renang.
"Nih bang, kena semak-semak, masih hidup, cuma....ngehang. Lo ngampus sabtu?"
"Makasih, gua ada urusan buat acara hari senin, jaga Mama bentar." Sukma mengangguk dan Raga pergi kearah garasi.
Fitri duduk manis di mobil tapi senyumnya luntur karena ia salah naik kendaraan, dasar hantu bisa berteportasi, maka Fitri sudah duduk manis di atas motor itu bersama Raga.
"Let's g--"
"Turun."
"Ragaaaa, mau ikut."
"Gawai gua rusak gara-gara lo, lo gatau ini satu-satunya pemberian dari bok--- lo masuk ke kamar gua dan jangan keluar.""Tapi, Raga..." Namun perkataan Fitri tidak diindahkan, laki-laki itu sudah pergi menggunakan kendaraan roda dua dengan kecepatan dan kebisingan maksimal, bisa saja dia langsung muncul di kampus Raga, hanya saja laki-laki itu menyuruhnya untuk di kamar.
Fitri berjalan lesuh memasuki rumah Raga. "Membosankan." Serunya lamban, Fitri membuka pintu kamar Raga, lupa bahwa dirinya bisa tembus.
"Aku tau kamu di rumah ini." Fitri terkejut, mendapati seseorang yang ada di kamar Raga, bodoh, harus nya ia menembus saja.
"Jiwa?" Tanya Fitri, namun tidak terdengar oleh gadis itu.
"Kamu yang hantu paling lama yang deket sama kakak ku, pasti dia kewalahan atau kamu yang batu, mau aku bantu? Matikan lampunya, kalo iya." Fitri memutar otaknya, Raga sedari kemarin tidak ada tanda-tanda ingin membantu dalam waktu dekat, selain banyak tugas Raga juga lelah psikis belakang ini. Sepertinya meminta bantuan pada Jiwa bisa mempercepat ia kembali pada tubuhnya. Fitri berlari dengan riang ke arah lampu kamar, untuk mematikannya, hari memang sudah siang jadi tidak terlalu berefek pada kamar itu.
"Ikut aku ke kamar." Fitri mengangguk sambil mengikuti Jiwa ke pintu sebelah kamar mandi.
Nuansa putih membuat Fitri tersenyum senang, meskipun kamar itu kecil, tapi sangat nyaman. Dirinya kini berdiri di pintu kaca balkon, sama seperti pintu baklon milik Raga, bedanya pintu Raga berada di tengah-tengah ruangan. Lalu saat ia berbalik, dinding sebelah kanannya terdapat kaca yang menyinari langsung tempat tidur Jiwa, sebelah kirinya terdapat sedikit dinding yang di taruh pot bunga, pintu menuju toilet di sebelah nya, rak buku plus meja belajar dan bangku.
"Mau pensil atau pulpen? Pensil ketuk dua kali, pulpen tiga kali." Fitri yang bingung lebih memilih mengetuk dua kali, karena dia sangat menyukai pensil, ketimbang pulpen.
"Sekarang kenapa kamu bisa keluar dari tubuh mu? Tulis di kertas ini." Fitri mengigit bibirnya pelan, mendekat kearah meja belajar, mencoba ingat kembali mengapa sukma nya bisa keluar dari raga nya tapi yang dia ingat hanya dirinya terbangun sebagai hantu dengan keadaan lupa ingatan, hingga akhirnya ia bisa mengingat sedikit karena melihat tubuhnya sendiri di salah satu minimarket. Akhirnya yang di tulis hanya itu.
"Tiba-tiba keluar aja gitu?" Fitri mengangguk ragu. Dia masih belum mengingat keseluruhannya.
"Berapa lama kamu lupa ingatan?" Tanya Jiwa lagi. Fitri menulis lagi.
Aku rasa 1 tahunan, karena aku belum memiliki SIM mobil yang artinya aku tidak bisa di buang terlalu jauh dari rumah, menggunakan kendaraan roda empat. Sedangkan motor tidak memungkinkan untuk membawa sesuatu seperti manusia.
"Beruntung ya, pasti kamu bingung banget awalnya." Fitri mengangguk, lupa kalau dirinya transparan.
"Wa kakak pinjem laptop ka-" Jiwa dan Fitri melotot bersamaan, karena mereka tau, masing-masing dari mereka tidak boleh saling keterkaitan.
Raga menarik tangan Fitri dengan kasar dan membawanya ke kamar, Jiwa segera menyimpan kertas yang tadi Fitri tuliskan tentang dirinya. Gadis itu tetap ingin membantu hantu itu.
"Mau lo apa sih!"
"Gua cuma pingin liat kamar Jiwa kok.""Bullshit! Jelas-jelas tadi kalian ngobrol. Lo mau dia dalam bahaya?!" Fitri memundurkan tubuhnya karena Raga berada tepat di depannya dengan wajah merah padam dan tangan di kedua sisi tubuh Fitri yang sedang duduk di tepi tempat tidur.
"Ga....Raga... Gua...cape gini terus, jadi benalu lo. Gua pingin cep-"
"Nah, tuh sadar! Kenapa ga pergi aja." Potong Raga, hati Fitri rasanya sakit.
"Tapi Ga... Gua gatau siapa lagi yang bisa bantu gua."
"Maka diam dan tunggu." Geram Raga.
"Sampe kapan?"
"Lo pergi deh ya, gua benci sama orang yang ga sabaran, lo pikir gua santai-santai?""Harusnya lo bilang kalo punya rencana, ja...di gua bisa tenang."
"Oh, gua kacung lo gitu? Yang kalo ada move, atas perintah lo, yang ada apa-apa dikit share ke lo? Gitu?" Fitri diam, satu titik air matanya turun, gadis itu dengan ragu memeluk Raga.
Mungkin kali ini dia benar-benar keterlaluan. "Makasih buat semuanya Raga. Maaf ngerepotin."
Wush
Fitri menghilang.Vote 20, komen 10 aku lanjut, see you!

KAMU SEDANG MEMBACA
Cowo Indigo (OnGoing)
Horror"Ikut ya, gue ga punya rumah," "Gak! Rata-rata wibu tuh mesum, ntar lo nyelonong masuk ke toilet, badan lo kan bisa nembus sana sini." "Eh iya juga, boleh di coba tuh."