5

1.6K 124 10
                                    

Fitri menatap jenggah langit yang mulai menggelap, sampai kapan dirinya harus menjadi sukma seperti ini?

Fitri tidak habis pikir, kenapa hantu itu menyerang dirinya? Apa ada orang disekitar yang dia incar? Kalau memang iya... Lalu kenapa yang di bully bukan orang orang terdekatnya? Kenapa malah orang orang yang tidak Fitri kenal? Apa karena dirinya sering melakuka----

"Sekolah lo dimana?" Tanya Raga yang baru saja selesai makan malam.

"Kenapa sekolah?
"Gua bantuin lo gimana?"
"Kan bisa ke rumah gua."
"Main slow dulu, minta pendapat orang tentang elo 'yang berubah' kalo banyak...minta mereka cecer pertanyaan ke elo yang palsu, Setan juga bisa cape psikisnya."

"Ohhh terus-terus?"
"Apa yang gua dapatkan kalo tubuh lo balik?"

"Apapun yang lo mau." Raga berdeham sebentar. "Kalo gue minta itu?"

"Ha?" Wajah Fitri merah padam saat mendapati Raga menunjuk kedua dadanya. Fitri tidak ingin, namun dia tidak boleh egois, banyak teman-teman di sekolahnya yang telah dianiaya belum lagi ibunya.

Lagipula hanya di sentuh tidak akan merubah apapun, informasi tentang seribg di sentuh lalu besar itu hanyalah mitos, ya semoga saja, kalau tidak teman-temannya pasti akan bertanya-tanya, tapi siapa peduli seseorang bertanya-tanya tentang dada nya? Yang dia butuhkan sekarang adalah raganya.

Meski memalukan, mungkin hanya di sentuh, paling buruk di remas, pipi Fitri semakin terasa panas membayangkan nya.

"Boleh." Raga melotot, lalu tersenyum senang. Akhirnya ini semua akan berakhir!

"Besok gue ke sekolah lo." Fitri meloncat girang dan langsung memeluk Raga erat, yang di peluk terdiam namun menyesuaikan dan balas memeluk. Fitri terkejut, namun lebih terkejut lagi saat mendengar permintaan laki- laki di hadapannya ini.

"Boleh gini dulu?" Fitri mengangguk ragu, yang gadis itu tau adalah Raga memiliki mood yang mudah naik turun dan itu benar-benar membuat Fitri pusing bagaimana harus bersikap.

Pelukan di pinggang Fitri semakin mengerat, dirinya juga merasakan kalau bahu nya basah.

Eh dia tidur terus ngiler gitu? Batin Fitri bertanya

"Raga?"
"Hmm." Suara serak seperti orang yang sedang menangis, Fitri diam membeku dan balas memeluk laki-laki itu lebih erat lagi.

Dirinya bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada Raga hingga membuat laki-laki berwajah tembok itu bisa menangis, apakah masalahnya benar-benar berat? Atau laki-laki ini memang melankolis?

"Yaudah nangis aja."
"Gue udah janji untuk ga nangisin orang ga penting."
"Tapi kok baju gua basah ya?"

"Iler gua." Fitri melepas pelukannya dan mencium pundaknya jijik.

"Ga bau kan? Iler gua mah mahal. Kaya burung walet."

"Berak sekebon, cebok setesi."

Singkat cerita

Raga berjalan kearah kelas dengan headphone di telinganya. Dia memang sering menggunakan benda itu, fungsinya hanya untuk mengalihkan pikirannya tenang.

Berbagai macam buruknya tentang pendapat teman Fitri menggentayangi pikirannya, Fitri gadis yang ada di sebelahnya pun hanya diam-diam saja, apakah mungkin gadis itu juga sedang berpikiran macam-macam tentang apapun yang terjadi?

Ya itu mungkin. Namun ada yang lebih penting dari semua itu... Rasa enggan berdiri di tempat itu.

Ya tadi malam dirinya memang ingin menyelesaikan masalah ini, namun saat mendengar nama sekolah itu, dia benar benar tidak siap bertemu seseorang yang ada disana.

"Ga bisa di undur emang?"
"Kenapa? Kok berubah pikiran? Temen gua baik kok, apalagi lo cakep, gercep mereka."

"Bukan itu." Raga membuka lockscreen hp nya, lalu segera berjalan secepat mungkin

"Ayo cepet dosen killer gue udah dateng."
"Iya-iya." Raga berlari dengan gema kaki di lorong kelas. Namun bila seorang berkelebihan indra dia akan melihat bahwa Raga tidak sendirian, gadis dengan baju piyama, berambut pendek, dengan bibir sedikit pucat akan terlihat berlari bersama nya.

Kok gua merinding di bagian atas ya, padahal ga ada serem seremnya wkwk. See you, maap lama.

Cowo Indigo (OnGoing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang