Pernikahan [2]

865 40 2
                                    

Setelah satu jam perjalanan akhirnya Rangga pun sampai di rumah Ainaz. Rangga menatap Cinta yang tertidur pulas tak tega membangunkannya, akhirnya ia pun membopong Cinta ke dalam rumah walaupun ada rasa risi di lubuk hatinya. "Assalamualaikum Tante." Salam Rangga memasuki rumah.

Ainaz yang sedari tadi menunggu di ruang tamu langsung menghampiri Rangga dengan perasaan lega melihat Cinta telah kembali pulang. "Waalaikumsalam. Cinta kenapa?" Tanya Ainaz karena Rangga membopongnya. "Cinta gapapa kok Tan. Dia cuma tidur aja, aku nggak tega buat bangunin dia." Ujar Rangga menjelaskan.

Ainaz pun mengangguk lalu meminta Rangga agar membawa Cinta ke kamarnya. Rangga pun membaringkan Cinta di atas ranjangnya lalu menyelimutinya. Rangga menatap wajah Cinta yang sedang tertidur pulas, kenangan demi kenangan mulai memasuki pikirannya.

"Apa?! Apa peduli lo sama gue? Lo pergi tinggalin gue ke Kairo di saat gue terpuruk! Lo nggak ada di sisi gue saat gue butuh teman cerita! Apa peduli lo?!" Ujar Cinta dengan nada suara yang lebih tinggi. "Almarhum Om Dion udah amanahi aku untuk jaga kamu. Aku nggak akan biarkan siapa pun menyentuh kamu." Ujar Rangga.

Cinta tersenyum mendengar ucapan Rangga. "Apa yang mau lo jaga dari gue? Bahkan kehormatan gue udah Elang rebut selagi lo sibuk sama pendidikan lo. Terus apa lagi yang mau lo jaga?!" Rangga mengepalkan tangannya menahan emosi mendengar pernyataan Cinta.

Rangga menghela napasnya. "Kamu kenapa jadi begini? Aku rindu Cinta yang selalu menutup auratnya dengan sangat rapat, bukan yang mengumbar auratnya seperti saat ini." Ujar Rangga teringat ucapan Cinta saat di depan hotel tadi.

Ingin rasanya ia menangis saat ini karena telah gagal menjalani amanah dari Dion untuk menjaga Cinta. Cinta dengan begitu mudahnya mengatakan jika kehormatannya telah direbut oleh pria yang tak halal baginya, bahkan belum tentu pria itu akan bertanggung jawab atas perbuatannya.

"Angga." Panggil Ainaz dari ambang pintu. Rangga menyusut air matanya yang mulai menetes lalu menatap Ainaz dengan sebuah senyum. "Iya Tan, ada apa?" Tanya Rangga berusaha menutupi kesedihannya.

"Kamu tidur di sini aja ya, udah terlalu malam untuk kamu pulang. Nanti biar tante yang bilang ke umi kamu." Ujar Ainaz. Rangga pun mengangguk menyetujui. Rangga berjalan keluar Cinta tak lupa menutupi pintu kamar Cinta lalu membantu Ainaz mendorong kursi rodanya menuju kamarnya.

"Makasih ya kamu selalu bantu tante. Kalau nggak ada kamu mungkin Cinta nggak akan pulang hari ini." Ujar Ainaz. Rangga tersenyum memandangi wajah Ainaz yang mulai menua. Wanita yang dulu selalu menghiburnya di kala ia sedih, sekarang telah menjadi wanita yang lebih banyak menangis. "Tante nggak usah berterima kasih sama aku, bagaimana pun Cinta dan Tante adalah keluarga aku, aku nggak akan biarin kalian kenapa-napa."

Ainaz tersenyum lalu menangguk. "Tante harap kamu bisa selalu jaga Cinta sebagai kakak walaupun nanti kamu udah menikah sama Syifa." Ujar Ainaz mengingatkan Rangga akan pernikahannya yang akan diselenggarakan dua minggu lagi. "Pasti." Ujar Rangga.

Rangga pun keluar dari kamar Ainaz menuju kamarnya sewaktu kecil setiap ia menginap di sini. Tak ada yang berubah dari kamarnya, hanya saja seprai yang sudah di ganti dengan yang baru. Rangga menatapi layar ponselnya yang menunjukkan pukul 02.57 WIB, ia pun bergegas mengambil wudu untuk melaksanakan salat tahajud.

Ada sebuah rasa pilu di hatinya saat ia berdoa memohon pada yang maha kuasa. Keluarganya yang dulu sangat harmonis berubah begitu saja saat ia pergi ke Kairo. Dion yang meninggal dan Ainaz yang lumpuh karena kecelakaan mobil saat itu, Rafa yang dituduh korupsi oleh saingan bisnisnya, hingga Cinta yang berubah 180⁰ karena pergaulan bebas.

"Ya Rabb, apalah diri hamba-Mu ini yang selalu lemah di hadapan-Mu. Yang selalu menangis melihat fakta akan keluarga hamba saat ini. Hamba tau Engkau menguji karena cinta, karena merasa hamba-Mu mampu melewatinya, tapi haruskah seperti ini? Berikanlah kembali kepada keluarga hamba-Mu ini. Perlihatkanlah kebenaran atas kasus abi, berikanlah kekuatan untuk umi dan tante Ainaz, dan berikanlah petunjuk untuk Cinta agar kembali ke jalan-Mu.

Hanya engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang memberi kehidupan dan menentukan kematian. Yang mengatur seluruh skenario kehidupan dari hamba-hamba-Mu. Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina adzabannar. Aamiin, Aamiin ya rabbal alamin."

Setelah selesai salat Rangga membereskan kembali sajadah yang ia gunakan. Ia pun membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. "Apa yang mau lo jaga dari gue? Bahkan kehormatan gue udah Elang rebut selagi lo sibuk sama pendidikan lo. Terus apa lagi yang mau lo jaga?!"

Pikirannya terus menerus memikirkan ucapan Cinta saat di luar hotel. Fakta yang belum tentu Ainaz ketahui atau tidak. Selama ini Ainaz hanya bilang jika Cinta sering keluar malam bersama sahabat dan pacarnya, namun ia tampak tak pernah tau apa saja yang telah Cinta lakukan setiap bersama mereka. "Aku harap nggak akan ada hal buruk yang terjadi setelah ini."

***

Jam sudah menunjukkan pukul 08.27 WIB namun Cinta baru saja terbangun dari tidurnya. Ia memegangi kepalanya yang terasa sangat berat akibat alkohol yang ia minum semalam. Kepalanya terasa sangat pusing hingga ia pun tak bisa mengingat mengapa ia bisa berada di dalam kamarnya.

Tok. Tok. Tok. "Cinta, kamu udah bangun nak?" Tanya Ainaz dari luar kamar. "Ya." Balas Cinta singkat. Ainaz pun masuk ke dalam kamar Cinta membawakan sepiring nasi untuk Cinta. "Kamu makan ya." Ujar Ainaz penuh kelembutan. "Nanti kalau udah makan kita siap-siap ke rumah tante Dian, kita bantu persiapan pernikahan Rangga." Lanjut Ainaz.

Ainaz pun meninggalkan kamar Cinta. "Oh ya, jangan lupa pakai jilbab kamu. Bunda kangen lihat kamu pakai jilbab." Ujar Ainaz kembali mendorong kursi rodanya. Terdengar suara pengharapan dari Ainaz agar Cinta kembali menggunakan hijabnya walaupun belum tentu Cinta akan mendengarkannya. Hanya sebuah pengharapan yang terbaik untuk anaknya, hanya itu yang terlihat dari Ainaz.

"Rangga nikah?" Tanya Cinta tak tahu menahu. Orang yang sangat berarti dalam hidupnya akan menjadi milik orang lain, bukan miliknya lagi. Tak ada namanya lagi di setiap rasa khawatirnya, tak akan ada. Semua yang sudah hancur akan semakin hancur hingga tak berbekas apa pun.

"Cinta lo pikirin apaan sih. Udah jelas-jelas dia nggak peduli sama lo, jadi kenapa lo harus peduli sama dia?" Ujar Cinta menahan tangis, menentang kata hatinya. Cinta menghela napasnya, membuka laci nakasnya mengambil sebuah bingkai foto.

Ditatapinya bingkai foto tersebut di mana ada fotonya, Ainaz, Rangga, dan juga Dion saat dulu mereka berlibur. Tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan, rasa rindu yang mendalam sudah tak bisa dibendung lagi. "Kenapa hidup gue selalu buruk?! Kenapa semua orang yang gue sayang selalu pergi tinggalin gue?!" Teriak Cinta tak bisa membohongi dirinya lagi. Ia melempar bingkai foto tersebut sembarang diikuti dengan teriakan dan tangisan.

Dari luar kamar Ainaz ikut menangis mendengar Cinta yang sangat putus asa. Ingin dirinya seperti dulu lagi bisa memeluk Cinta disaat ia sedih. "Maafin bunda. Semuanya salah bunda." Ujar Ainaz lalu pergi menuju kamarnya tak ingin jika Cinta tau dirinya menguping.

***

Assalamualaikum semua, maaf ya baru update. Semangat buat yang lagi pada PAS, semoga mendapatkan hasil yang terbaik. Selamat membaca ya, anggap hiburan disela pusingnya belajar. Jangan lupa vote dan komen ceritanya, tambahin juga ceritanya ke perpustakaan kalian supaya kalau autor update kalian bisa langsung baca. Sehat terus semuanya, wassalamualaikum.

-Nissa-

Senin, 2 Desember 2019

Cerita Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang