Hangat [15]

533 40 0
                                    

Habibie merasa sangat sial hari ini karena harus menemani Nesa menuju tempat kursusnya. Bukannya Nesa tak bisa pergi sendiri hanya saja Khafi khawatir jika Nesa pergi sendiri. Apa lagi sekarang ia tak bisa menemani Nesa karena ada kerjaan mendadak sedangkan Cinta sibuk membereskan pakaian mereka karena lusa mereka akan pulang kembali ke Indonesia. Akhirnya Habibie lah yang harus menemaninya, itu pun hanya karena ia tak suka melihat Cinta memohon padanya.

"Habibie." Panggil Nesa yang tak juga Habibie pedulikan. "Ih, Habibie." Panggil Nesa lagi kesal karena sedari tadi ia terus saja tak dipedulikan. "Apa? Bukannya seharian ini kamu udah cukup mengganggu aku?" Ujar Habibie kesal.

Kenapa juga Cinta menyuruhnya untuk menemani Nesa padahal Cinta sendiri tau jika Habibie paling tak suka jika harus berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya. "Ya suruh siapa dari tadi nggak saut aku." Ujar Nesa membela dirinya.

Habibie menghela napasnya. "Terus sekarang ada apa?" Tanya Habibie berusaha sabar. Entah semenjak bertemu dengan Nesa sepertinya ia lebih mudah marah, atau lebih tepatnya merasa kesal. "Kita beli makan dulu yuk. Aku belum makan nih dari tadi." Pinta Nesa.

"Nggak. Udah sore, sekarang aku harus antar kamu pulang." Ujar Habibie dingin. "Please. Aku udah lapar banget dari tadi." Pinta Nesa lebih lembut. Habibie menghela napasnya lalu mengangguk.

"Cepat." Ujar Habibie singkat. Nesa tersenyum senang lalu menuju salah satu super market mencari makanan yang bisa ia makan. Cukup lama Nesa memilih makanan karena kebanyakan mengandung babi. Akhirnya Nesa pun selesai berbelanja dan mengajak Habibie untuk makan sebentar.

"Nggak Nesa, ini udah sore." Ujar Habibie menolak permintaan Nesa. "Ayolah, please. Nanti biar aku yang bilang ke Tante Cinta." Ujar Nesa. "Bukan masalah itu hanya saja-"

"Hanya saja apa? Lagi pula kita nggak cuma berdua kan? Kita juga nggak di tempat yang sepi, masih banyak orang yang di sepanjang jalan sampai malam nanti." Ujar Nesa memotong ucapan Habibie.

Habibie tak menjawab. Ia hanya terdiam tak berkata sedikit pun. Nesa menghela napasnya kesal karena Habibie tidak meresponsnya sama sekali. "Ya udah aku makan sendiri aja." Ujar Nesa beranjak membawa belanjaannya.

"Aw...." Rintih Nesa karena kakinya tersandung. Habibie mencoba membantu Nesa untuk berdiri namun Nesa tolak. "Nggak usah. Aku bisa sendiri." Ujar Nesa ketus. Habibie hanya menatap Nesa yang tak bisa bangun karena kakinya yang terkilir.

"Kamu yakin bisa berdiri dengan kedua kakimu yang sakit?" Tanya Habibie membuat Nesa menyipitkan matanya. "Aku bisa." Ujar Nesa tak mau kalah.

Nesa selalu kembali terjatuh karena kakinya yang sebelah memanglah tak bisa ia gunakan sedangkan sebelahnya lagi terkilir. "Biar aku bantu. Jalanan semakin ramai, kamu nggak mungkin kan terus duduk di situ." Ujar Habibie.

Akhirnya Nesa pun pasrah menerima bantuan dari Habibie. Habibie berusaha membantu Nesa tanpa menyentuh kulitnya sama sekali. Habibie hanya mengandalkan memegang Nesa di bagian lengannya yang tertutup oleh pakaian dan menuntunnya menuju sebuah bangku.

"Aw... sakit, jangan dipegang." Rintih Nesa tatkala Habibie menyentuh kakinya untuk melihat lukanya. "Lalu bagaimana aku bisa menolong? Lagi pula kita masih harus jalan sebelum naik taksi." Ujar Habibie kesal karena Nesa terus saja merintih kesakitan.

"Ya aku juga nggak tau. Abi masih ada rapat di kantornya, aku nggak mungkin ganggu abi." Ujar Nesa. Habibie menghela napasnya, ia pun tak mungkin menelepon Cinta yang ada malah ia yang disalahkan. Kasihan juga jika Cinta harus ke sini hanya karena kaki Nesa yang terkilir.

Habibie berjongkok membelakangi Nesa membuat Nesa bingung. "Ayo cepat naik. Aku nggak akan melakukan ini kalau semakin ramai orang yang berjalan di sini. Jadi cepatlah." Titah Habibie.

Cerita Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang