Awal [22]

609 37 5
                                    

Sang mentari telah bersinar menyinari sang ibu pertiwi. Cinta, Kahfi, Habibie, dan Nesa sudah bersiap menuju bandara. "Bunda Cinta pergi dulu ya, Bunda baik-baik di sini. Farah nanti akan jagain Bunda di sini." Ujar Cinta berpamitan pada Ainaz.

"Kamu juga baik-baik di sana. Nggak usah khawatiri bunda, di sini bunda baik-baik aja." Ujar Ainaz. "Kamu jaga Cinta di sana. Jangan sakiti dia." Lanjut Ainaz memperingati.

Kahfi mengangguk dengan sebuah senyuman. "Bunda tenang aja, Kahfi janji akan jagain Cinta." Ujar Kahfi mendapatkan balasan senyum dari Ainaz.

"Oma Nesa juga pamit ya. Kapan-kapan Nesa mau habisin waktu sama Oma, Oma orangnya seru kaya Umi. Nesa sayang sama Oma." Ujar Nesa memeluk Ainaz. Ainaz terkekeh. "Iya, oma juga sayang sama kamu. Jagain umi kamu ya." Nesa mengangguk mantap.

Mereka pun keluar membawa koper mereka memasukkannya ke dalam bagasi. Sekarang tinggal Habibie dan Ainaz yang berada di dalam rumah. "Oma Habibie pamit ya. Oma baik-baik di sini, Habibie pasti bakal kangen banget sama Oma."

Ainaz memeluk langsung Habibie. "Kamu hati-hati ya di sana. Baik-baik di negara orang, belajar yang benar. Oma akan selalu doa in kamu dari sini." Ujar Ainaz. "Makasih Oma." Balas Habibie.

Habibie pun mendorong kursi roda Ainaz menuju halaman rumah. Di luar sana Farah sudah datang dan sekarang sedang membantu Cinta memasuki koper ke bagasi.

"Mbak Farah kapan datang?" Tanya Habibie. "Baru aja datang kok." Ujar Farah setelah semua koper masuk ke dalam bagasi. Bergantian sekarang Farah lah yang berada di belakang kursi roda Ainaz sedangkan Habibie berada di dekat mobil.

"Kita pergi dulu ya, assalamualaikum." Salam mereka. "Waalaikumsalam." Balas Ainaz dan Farah. Mobil pun melaju meninggalkan halaman rumah Cinta. Cinta menghela napasnya. "Kenapa?" Tanya Kahfi.

"Gapapa, cuma berat aja rasanya harus tinggali bunda sendirian di sini. Ya walau sekarang ada Farah yang jaga bunda, tetap aja rasanya berat." Ujar Cinta. Kahfi mengangguk mengerti. "Tenang aja, Farah pasti jaga bunda dengan baik."

***

Walau pun masih pagi namun keadaan bandara sudah sangat ramai. Cinta, Kahfi, Habibie, dan Nesa berpamitan terlebih dahulu sebelum menuju pesawat mereka masing-masing.

"Hati-hati ya di sana, belajar yang benar. Jangan lupa kabari umi." Ujar Cinta memeluk Habibie erat. "Iya Umi, pasti Habibie kabari Umi. Umi juga baik-baik di sana, Habibie pasti bakal kangen banget sama Umi nanti."

"Jangan genit-genit di sana. Ingat Maryam." Ujar Cinta membuat Habibie cemberut. "Umi Habibie kan udah bilang-"

"Umi bercanda sayang. Tapi siapa tau aja jodoh." Ujar Cinta dengan sebuah kekehan. "Iya terserah Umi." Balas Habibie. "Umi sayang sama kamu, ingat selalu itu." Ujar sebelum melepaskan pelukannya. "Habibie juga."

Sekarang Habibie bergantian berpamitan pada Kahfi. Masih terasa canggung tapi ia harus membiasakannya. "Om... Abi Habibie pamit ya, Habibie titip umi sama Abi. Jangan sakiti wanita yang paling Habibie sayang." Ujar Habibie membiasanya menyebut kata 'Abi' untuk mengganti panggilan 'Om'.

Memang susah untuk Habibie karena itu mengingatkannya pada sosok Elang yang belum lama meninggal. Kahfi sedikit terkejut mendengar panggilan barunya dari Habibie, namun ia berusaha tak menampakkan rasa terkejutnya. "Iya, abi pasti jaga umi. Kamu hati-hati di sana, belajar yang giat." Habibie pun mengangguk.

Sekarang giliran dengan Nesa lah Habibie harus berpamitan. "Jagain umi, jangan manja." Ujar Habibie masih terkesan dingin, namun Nesa tau itu hanya topeng saja. "Iya tenang aja aku pasti jaga umi, es kutub belajar yang rajin aja di sana. Sekalian cari jodoh yang bisa cairi hati es kutub juga boleh." Ujar Nesa menggunakan julukan 'es kutub' nya pada Habibie.

Habibie menyipitkan matanya kesal. "Burung beo masih kecil, nggak boleh omongi jodoh-jodoh dulu." Balas Habibie. "Kita cuma beda satu tahun kali." Balas Nesa cemberut membuat mereka semua tertawa.

Suara panggilan untuk memasuki pesawat sudah terdengar. Mereka langsung mengakhiri pamitan mereka yang singkat ini. Habibie langsung pergi menuju pesawatnya meninggalkan keluarga barunya yang masih menunggu waktu penerbangan pesawat mereka.

Hati-hati di sana. Umi selalu mendoakan kamu di sini. Batin Cinta menatap kepergian Habibie. Habibie harap umi bahagia di sana. Habibie senang kalau umi senang. Jangan pernah ada air mata lagi yang keluar dari mata umi, itu terlalu berharga. Batin Habibie.

***

Setelah sampai apartemen Cinta langsung membereskan barang-barangnya, tak lupa ia pun membereskan seluruh apartemen karena sudah di tinggalkan kurang lebih 2 minggu.

"Udah kamu istirahat dulu aja, besok lagi aja beres-beresnya." Ujar Kahfi melarang. "Gapapa sekarang aja, kalau besok takutnya nggak sempat kamu kan besok mulai kerja lagi." Ujar Cinta masih membereskan pakaiannya.

"Abi besok mulai kerja?" Tanya Nesa dari ambang pintu. "Nesa nggak boleh menguping pembicaraan orang tua." Ujar Kahfi mengingatkan. "Maaf Abi, Nesa nggak sengaja dengar." Ujar Nesa menundukkan kepalanya.

Cinta tersenyum menghampiri Nesa. "Iya besok abi mulai kerja, kamu juga mulai sekolah lagi kan?" Tanya Cinta. Nesa menganggukkan kepalanya. "Kamu kenapa kelihatan nggak suka kaya gitu? Nggak mau sekolah?"

Nesa menggelengkan kepalanya. "Bukan begitu Umi, Nesa kira abi masih lama cutinya." Ujar Nesa. "Memang kalau abi masih lama cutinya kamu mau apa?" Tanya kahfi yang masih terduduk di sisi ranjang.

"Ya Abi sama Umi memang nggak mau bulan madu gitu?" Tanya Nesa membuat Cinta mau pun Kahfi terbelalak. "Kamu bicara apa sih, umi sama abi udah tua kali, buat apa bulan madu nggak perlu." Ujar Cinta membuat Nesa kecewa.

"Ya... Nesa nggak jadi punya adik bayi dong." Ujar Nesa membuat tawa di antara Kahfi dan Cinta. Nesa mengerutkan dahinya heran mengapa kedua orang tuanya itu malah tertawa.

"Umi sama Abi kenapa malah ketawa? Nesa kan cuma mau punya adik aja biar ada teman, lagi pula Umi juga belum menepouse kan?"

"Ya abi sih ayo aja kalau kamu mau punya adik. Tapi kamu tanya dulu ke umi mau nggak punya anak lagi." Ujar Kahfi. Langsung saja Nesa memandang Cinta meminta jawaban.

"Kita lihat nanti aja ya, umi juga kan udah tua. Tapi kalau Allah berkehendak ya alhamdulillah berarti keinginan kamu terkabul." Ujar Cinta yang langsung diaamiin kan oleh Nesa dan Kahfi.

"Kalian ini sama aja." Ujar Cinta kembali membereskan baju-bajunya. "Udah sana kamu istirahat, besok kamu sekolah." Titah Cinta. "Iya Umi. Selamat malam Umi, Abi. Jangan lupa kabulkan permintaan Nesa." Ujar Nesa lalu pergi menuju kamarnya.

Cinta menggelengkan kepalanya. "Dasar." Tiba-tiba saja Kahfi memeluk Cinta dari belakang membuat Cinta susah bergerak. "Mas jangan kaya begini, nanti kerjaannya nggak beres-beres." Ujar Cinta.

"Besok aja, kita kabulkan permintaan Nesa dulu." Ujar Kahfi jahil. Cinta mengerutkan dahinya. "Besok Mas kerja, jangan minta yang aneh-aneh. Udah sana tidur aku mau lanjut beres-beres." Ujar Cinta meninggalkan Kahfi sendiri di kamar.

"Dasar." Ujar Kahfi cemberut.

***

Assalamualaikum semua. Selamat membaca untuk mengisi liburan sabtu minggunya. Jangan lupa vote dan komen ceritanya. Autor selalu tunggu notifikasi dari kalian. Wassalamualaikum.

-Nissa-

Sabtu, 11 Januari 2020

Cerita Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang