Selin [10]

550 35 4
                                    

Cinta dan Syifa menemani Selin di dalam kamar ganti pengantin. Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Akan ada seorang pria yang tulus mencintai akan menikahi sahabat dari Cinta maupun Syifa.

"Kok aku deg-degan ya?" Tanya Selin menggenggam tangan Syifa dan Cinta. "Tarik napas, dulu juga aku gitu kok." Ujar Syifa menenangkan. "Cie nikah. Sama pak ustaz." Ledek Cinta membuat pipi Selin memerah.

"Ya pipinya merah merona gitu." Ujar Cinta lagi. "Oh ya? Baper." Ujar Syifa ikut meledek. "Kalian julid deh." Ujar Selin kesal. "Eits, nggak boleh gitu sama bumil." Ujar Cinta dan Syifa bersamaan mengundang tawa di antara keduanya.

"Iya deh iya, bumil-bumilnya aku yang paling benar." Ujar Selin merangkul keduanya. "Makasih ya kalian berdua udah bikin aku sadar. Mungkin kalau nggak ada kalian aku nggak akan hijrah sampai sekarang." Ujar Selin.

"Dan nggak nikah sama Fahrul." Ujar Cinta membuat Selin cemberut. "Itu sih bonus." Ujar Selin kembali mengundang tawa.

"Oh ya Cin, kandungan kamu kan sekarang udah mendekati masa-masanya lahiran, kamu nanti mau melahirkan di mana?" Tanya Selin mengubah topik pembicaraan. "Kayanya sih di rumah sakit oma Hafizah kerja. Ya bunda merasa lebih tenang aja katanya kalau di sana." Ujar Cinta.

"Kalau kamu Fa?" Tanya Selin lagi. "Aku sih kurang tau. Kemungkinan besar sih di Malaysia." Ujar Syifa. Selin mengangguk mengerti. "Aku harap aku cepat-cepat diberi momongan kaya kalian."

"Aamiin. Yang penting sekarang sah dulu aja." Ujar Cinta dan Syifa mengaminkan. "Aamiin." Balas Selin.

***

Tak terasa waktu berputar begitu cepat. Akad pernikahan telah berlangsung dengan sangat lancar, begitu pun dengan resepsi pernikahannya.

Syifa dan Cinta pamit untuk pulang ke rumah mereka masing-masing sedangkan Selin akan pulang ke rumah barunya bersama Fahrul. "Selin." Panggil Fahrul yang sedang fokus menyetir.

Selin yang hampir tertidur pun bangun kembali karena panggilan Fahrul. "Em, iya Mas. Ada apa?" Tanya Selin dengan mata yang sudah sangat berat akan kantuk.

Fahrul memberikan sebuah bantal kecil dan juga selimut pada Selin yang biasa ia simpan untuk di mobil. Untungnya lampu sedang merah membuat Fahrul lebih mudah mengambilkan bantal dan selimutnya.

"Pakai ini. Kamu pasti cape banget." Ujar Fahrul. Selin menggelengkan kepalanya. "Nggak usah Mas, Selin nggak mengantuk kok." Ujarnya berbohong.

"Nggak mengantuk gimana, mata kamu udah menyipit kaya gitu juga." Ujar Fahrul. Ia pun menyelipkan bantal di belakan kepala Selin lalu memakaikan selimut tersebut pada Selin. "Lanjut gih tidurnya. Nanti kalau udah sampai rumah mas bangunin." Titah Fahrul.

"Tapi Mas-"

"Kamu tidur aja. Perjalanannya masih cukup jauh loh." Selin pun mengangguk menurut. Fahrul sempat mengecup dahi Selin sekilas sebelum lampu kembali berubah menjadi hijau.

Pipi Selin langsung berubah merona setelah Fahrul mengecupnya. Walau pun dulu ia sudah biasa mendapatkan kecupan seperti itu tapi ada rasa yang berbeda saat Fahrul mengecupnya. Bukan rasa karena nafsu, melainkan karena cinta.

Satu jam telah berlalu, akhirnya mobil yang dikendarai Selin pun sampai di tujuan. Untungkan jalan kala itu tidak terlalu macet membuatnya lebih cepat sampai di rumah. "Selin ayo bangun. Kita udah sampai di rumah." Ujar Fahrul membangunkan Selin perlahan.

Merasa tidurnya terganggu perlahan Selin pun membukan kedua kelopak matanya. "Udah sampai Mas?" Tanya Selin linglung. "Udah. Mau turun sendiri atau aku gendong?" Tawar Fahrul membuat pipi Selin kembali merona.

"Loh kok pipinya jadi merah sih?" Tanya Fahrul pura-pura tak tau. "Mas apaan sih. Selin bisa kok turun sendiri." Ujarnya Selin menutupi pipinya yang merona.

Selin pun turun dari mobil membantu Fahrul membawa barang bawaannya. "Udah biar mas aja yang bawa." Ujar Fahrul melarang. Selin hanya menurut, ia berjalan beriringan di sebelah Fahrul.

"Assalamualaikum." Salam Selin memasuki rumah. "Waalaikumsalam." Jawab Fahrul tersenyum di sebelah Selin. "Ini benaran rumah Mas?" Tanya Selin tak percaya.

"Iya. Kenapa? Kecil ya? Maaf ya, mas baru mampu beli rumah ini doang." Ujar Fahrul. Selin menggelengkan kepalanya. "Nggak kok Mas. Ini udah lebih dari cukup. Lagi pula kita kan tinggal cuma berdua, jadi rumah ini udah sangat cukup."

"Nanti nggak berdua lagi kok. Nanti kan ada malaikat kecil yang akan temani kita." Ujar Fahrul lagi-lagi membuat pipi Selin merona.

"Gombal." Ujar Selin sambil terkekeh. "Kan udah halal." Ujar Fahrul tak ingin kalah. "Ustaz kok gombal."

"Bos kok baperan." Balas Fahrul membuat keduanya terkekeh. "Udah ayo masuk. Kamarnya ada di sana." Ujar Fahrul menunjukkan kamarnya dan juga Selin.

***

Azan subuh telah berkumandang, Selin terbangun dari tidurnya tapi ia tak mendapati Fahrul di sebelahnya. Ia hanya menemukan sebuah kertas yang di atasnya terdapat tulisan. 'Assalamualaikum Zawjati. Selamat pagi, jangan lupa salat subuh ya. Maaf aku nggak bangunin kamu, soalnya kamu kelihatan cape banget. Aku pulang sekitar setengah enam, setelah kajian di masjid selesai.'

Selin tersenyum membaca tulisan tersebut. Jika Fahrul melihatnya sekarang pasti ia sudah sangat malu karena pipinya yang merona.

Selin pun menyimpan kertas tersebut di atas nakas lalu pergi menuju kamar mandi mengambil wudu. Ia melaksanakan salat munfarid, tak bersama sang suami.

Memang benar suami adalah imam bagi istrinya, tapi suami tetaplah seorang pria yang berkewajiban (diutamakan) salat di masjid. Ia bukan lah tipe istri yang selalu diimami saat salat di rumah oleh suaminya, karena ia mengerti di mana tempat seharusnya suaminya melaksanakan salat fardu.

Setelah selesai salat Selin menyempatkan diri untuk mengaji terlebih dahulu. Setelah selesai mengaji Selin langsung membereskan mukena dan Sajadahnya menyimpannya kembali di tempatnya. Ia pun pergi menuju dapur memasak sarapan untuknya dan juga Fahrul.

Jam sudah menunjukkan pukul 05.32 WIB. Sebentar lagi Fahrul akan sampai ke rumah karena masjid tak terlalu jauh jadi rumahnya, bahkan bisa dibilang sangat dekat.

"Assalamualaikum." Salam Fahrul memasuki rumah. "Waalaikumsalam." Jawab Selin dari arah dapur. Mendengar suara Selin dari arah dapur Fahrul pun langsung menghampirinya.

"Masak apa?" Tanya Fahrul memeluk Selin dari belakang. Kepalanya ia sandarkan di bahu Selin sambil sesekali meniup pipi Selin membuatnya geli.

"Mas geli tau. Mending sekarang mas ganti baju dulu aja deh, nanti kalau makanannya udah siap Selin panggil mas buat makan." Ujar Selin.

"Nggak mau. Mas di sini aja tunggu kamu sampai selesai masak." Ujar Fahrul manja. "Mas kalau kaya begini aku jadi susah masaknya. Mending Mas ke kamar dulu aja deh, jangan jadi ustaz manja dulu."

Fahrul melepaskan pelukannya lalu mengecup pipi Selin sekilas. "Iya deh Bu bos galak." Ujar Fahrul dengan sebuah kekehan. Selin menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Dasar."

Tak usah romantis, baginya humoris pun telah cukup bagi rumah tangganya sekarang. Yang terpenting baginya hanyalah kesetiaan dan kejujuran, itulah kunci ke berlangsungan rumah tangga yang awet baginya, tak lupa dengan ibadah karena itu adalah pelengkap dari semuanya.

***

Assalamualaikum semua. Cie autor dobel update hari ini, hehe. Sesuai janji autor beberapa minggu yang lalu autor bakal dobel update, jadi autor udah nggak punya hutang ya, hehe. Selamat membaca, jangan lupa vote dan komen ya. Selamat berlibur, wassalamualaikum.

-Nissa-

Rabu, 25 Desember 2019

Cerita Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang