Sulit [19]

459 36 8
                                    

Hari sudah semakin sore, Selin dan keluarganya pun sudah pulang dari rumah Cinta menyisakan keluarga Cinta, Rangga, dan juga Kahfi.

Kahfi sudah menjelaskan niatan lainnya datang hari ini membuat yang lainnya terkejut kecuali Cinta dan Ainaz. "Umi Habibie izin ke kamar dulu ya." Ujar Habibie lalu pergi menuju kamarnya. Cinta hanya bisa menatapi kepergian Habibie.

"Fajar temani Habibie di atas, ajak Senja juga." Titah Rangga. Fajar pun mengangguk lalu membawa Senja ke atas.

Tok. Tok. Tok. "Bie, aku masuk ya." Ujar Fajar lalu masuk bersama Senja. Di dalam sana Habibie sedang berdiri di balkon kamarnya menatapi langit yang sepi. "Kamu kenapa tiba-tiba pergi?" Tanya Fajar setelah menyuruh Senja untuk tetap diam di dalam kamar sedangkan ia menuju balkon.

"Kamu juga seharusnya tau apa alasannya." Ujar Habibie tak memandang lawan bicaranya. Fajar menghela napasnya. "Kamu masih berharap tante Cinta bisa kembali bersama sama om Elang?" Tanya Fajar tepat.

"Anak mana yang nggak mau kedua orang tuanya bersama?" Tanya Habibie. "Tapi kamu egois. Mungkin sekarang di bawah tante Cinta lagi bingung memberi jawaban atas lamarannya." Ujar Fajar membuat Habibie menoleh padanya.

"Aku tau aku lebih muda dari pada kamu, tapi sikap kamu tadi terlalu kekanak-kanakan. Itu bisa membuat tante Cinta semakin sulit untuk memberikan jawabannya. Tante Cinta pasti takut kamu nggak setuju." Ujar Fajar.

"Aku memang tidak setuju dengan lamaran om Kahfi." Ujar Habibie. "Kenapa? Apa ada alasan lain selain keinginan untuk tante Cinta kembali bersama om Elang?" Tanya Fajar. Habibie terdiam.

"Aku nggak suka Nesa selalu cari perhatian sama umi." Ujar Habibie. Fajar tersenyum mengerti. "Kamu takut kehilangan perhatian dari tante Cinta?" Tanya Fajar. Fajar menepuk bahu Habibie.

"Dulu saat senja lahir aku juga nggak bisa menerima kehadiran Senja karena udah hampir 11 tahun aku jadi anak semata wayang sama kaya kamu. Tapi lambat laun aku harus menerima Senja, dan nyatanya sekarang mamih nggak pernah pilih kasih sama aku maupun Senja. Walau pun terkadang ada tapi itu karena Senja masih kecil." Ujar Fajar menjelaskan.

"Aku tau perasaan kamu, tapi kamu juga harus mengerti perasaan tante Cinta. Tante Cinta juga berhak memilih jalan hidupnya sendiri." Habibie terdiam mencerna semua ucapan Fajar.

"Tapi abi, bagaimana dengan perasaan abi?" Tanya Habibie. "Om Elang pasti mengerti semuanya. Walau pun om Elang masih cinta sama tante Cinta pasti om Elang mengerti kalau-kalau tante Cinta menerima lamaran om Kahfi. Cinta itu nggak harus selalu memiliki." Ujar Fajar kembali membuat Habibie terdiam.

"Coba nanti kamu tanyakan pada tante Cinta apa alasan menerima atau menolak lamaran om Kahfi. Mungkin ada alasan tersendiri, tapi kamu harus menerimanya." Ujar Fajar lalu masuk ke dalam kamar membiarkan Habibie tetap di balkon memikirkan semua ucapannya.

"Kalau begitu kenapa Abi nggak lamar umi lagi aja?" Tanya Habibie. "Abi memang masih cinta sama umi, tapi abi tau abi nggak akan pernah bisa memiliki umi lagi." Ujar Elang menjelaskan. "Kenapa? Memangnya Abi udah pernah mencoba?" Tanya Habibie lagi.

Elang menggelengkan kepalanya. "Kalau begitu Abi coba aja, siapa tau umi berubah pikiran." Ujar Habibie. "Tapi itu nggak mungkin." Ujar Elang. "Bukankah Allah maha pembolak-balik hati? Bisa aja umi akan menerima Abi lagi."

Elang menatap Habibie ragu. "Demi Habibie." Ujar Habibie. Elang pun menghela napasnya. "Tapi semua keputusan ada di tangan umi. Kalau umi menolak kamu jangan marah, umi punya alasan sendiri." Ujar Elang yang langsung diangguki oleh Habibie.

***

Habibie berlari menelusuri lorong rumah sakit. Beberapa waktu yang lalu ia mendapatkan telepon dari Windi jika Elang masuk rumah sakit. "Cinta." Panggil Windi langsung memeluk Cinta erat.

Cinta membalas pelukan Windi tak kalah erat. Cinta tau hari ini akan datang, namun ia harus terus berusaha seakan ia tak mengetahui apa pun.

"Elang Cinta, Elang." Ujar Windi dalam isak tangisnya. Cinta memejamkan matanya menghela napas. "Elang akan baik-baik aja." Ujar Cinta menenangkan.

"Oma apa yang terjadi sama abi? Bukannya kemarin abi baik-baik aja?" Tanya Habibie. "Oma juga nggak tau. Abi kamu udah nggak sadarkan diri saat oma temui." Ujar Windi.

Tak lama dokter yang menangani Elang pun keluar dari ruangan. Habibie dan Windi langsung menghampiri dokter tersebut, tidak dengan Cinta. "Bagaimana kondisi anak saya Dok?" Tanya Windi.

"Bisa saya berbicara dengan nyonya Cinta?" Tanya dokter tersebut. Spontan Habibie dan Windi langsung menoleh pada Cinta. Cinta mengangguk menyetujui.

Dokter tersebut pun pergi menjauh bersama Cinta entah membahas apa, yang Habibie hanyalah dokter tersebut memberikan sebuah kertas pada Cinta lalu pergi meninggalkan Cinta.

"Umi apa yang dokter tadi katakan? Abi baik-baik aja kan?" Tanya Habibie penasaran. Cinta menggelengkan kepalanya. "Apa maksud kamu Cinta? Elang gapapa kan?" Tanya Windi. "Maaf selama ini Cinta nggak pernah kasih tau Mamah yang sebenarnya terjadi."

"Apa maksud kamu Cinta? Apa?" Tanya Windi. "Elang sakit selama ini. Dan kondisinya udah sangat parah. Dia nggak mau di operasi, tapi dia minta Cinta untuk merahasiakan ini semua dari Mamah dan Habibie." Ujar Cinta menjelaskan.

Windi menggelengkan kepalanya. "Nggak. Kamu bercanda kan, Elang nggak mungkin sakit." Ujar Windi langsung berlari masuk ke dalam ruangan Elang.

Di dalam sana mereka hanya menemukan jasad yang terbaring kaku. Tangisan Windi semakin mengerah tatkala membuka kain yang dipakai untuk menutupi wajah anaknya. "Elang!!" Teriak Windi histeris.

Cinta memejamkan matanya lalu menghela napasnya. "Umi apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Habibie masih berusaha menahan tangisannya. Cinta tak menjawab, ia tetap terdiam. "Umi, jawab!" Ujar Habibie menaikkan nada suaranya membuat Cinta tersentak.

"Umi butuh waktu untuk menjelaskannya." Ujar Cinta lalu pergi meninggalkan ruangan. Apa yang umi sembunyikan? Batin Habibie menatapi kepergian Cinta.

Cinta pergi menuju taman rumah sakit. Matahari yang semakin menampakkan dirinya membuat hati Cinta semakin sesak. "Ini. Dia meminta saya memberikannya padamu disaat ia telah tiada." Ujar dokter tersebut memberikan  sebuah kertas titipan Elang.

"Dia sangat berterima kasih karena kamu selalu membantunya selama ini. Permisi." Ujar dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Cinta.

"Kenapa harus secepat ini? Bahkan aku belum siap untuk mengatakan semua kebenarannya." Gumam Cinta terduduk di bangku taman. Cinta mengambil ponselnya membuka aplikasi whatsapp membuka obrolannya semalam dengan Elang.

Anda
"Kahfi melamarku tadi."

Elang
"Bukankah itu bagus. Itu bisa menjadi alasan agar kamu menolak ajakanku untuk kembali."

Anda
"Tapi Habibie dia sepertinya nggak menerima kehadiran orang lain sebagai ayahnya selain kamu."

Elang
"Sebentar lagi dia menerimanya. Tapi kamu harus mengatakan semua kebenarannya jika waktunya telah tiba."

Anda
"Jangan berkata yang nggak-nggak. Habibie masih membutuhkan kamu."

Elang
"Dia lebih membutuhkan kamu. Jadi jangan tutupi semua kebenaran yang ada. Dia pasti akan menerimanya, karena dia sayang sama kamu.

Cinta kembali menghela napasnya. Apa Habibie benar-benar akan menerima semuanya? Batin Cinta.

***

Assalamualaikum semua. Autor balik lagi nih bawa part baru. Plis jangan hujat autor wahai pendukung Cinta dan Elang, autor cuma manusia biasa, yang tak sempurna dan kadang salah. Eaaa nyanyi. Jangan lupa vote dan komen ceritanya ya, masukin juga ke perpustakaan. Wassalamualaikum.

-Nissa-

Minggu, 5 Januari 2019

Cerita Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang