Nasihat [6]

571 38 0
                                    

Hari ini Cinta sudah diperbolehkan pulang oleh dokter karena kondisinya sudah kembali stabil. Rangga, Syifa, dan Dian mengantarkan Cinta menuju rumahnya karena Ainaz yang tak kunjung datang untuk menjemputnya.

"Aku senang deh soalnya kamu nggak harus dirawat di rumah sakit." Ujar Syifa memegangi tangan Cinta. Cinta tersenyum tak ingin menjawab. Dian yang duduk di sebelah Rangga hanya menghela napasnya karena mereka harus selalu bersandiwara di depan Syifa.

Akhirnya mereka pun sampai di rumah Ainaz. Dian menuntun Cinta membantunya berjalan sedangkan Rangga menuntun Syifa. "Assalamualaikum." Salam mereka bersamaan. "Waalaikumsalam." Jawab Zeline yang sedang berada di ruang tengah.

Cinta langsung menghampiri Zeline memeluknya dengan sebuah tangisan. Sudah lama Zeline tak kembali ke Bandung setelah kematian Dion. Ia lebih memilih tinggal bersama Yusuf di Aceh, tempat kelahiran Yusuf.

"Oma, maafin Cinta." Ujar Cinta menangis penuh penyesalan. Zeline mengelus punggung Cinta menenangkannya. "Udah, jangan menangis lagi." Ujar Zeline. Zeline tersenyum pada Cinta lalu menyusut air matanya.

"Tante." Sapa Dian menyalami Zeline. Zeline tersenyum menerima salaman dari Dian, Rangga, dan juga Syifa. "Dian kalau kalian mau makan tinggal ambil di dapur aja ya. Tante mau bawa Cinta ke kamar dulu." Dian pun mengangguk mengerti.

Zeline membawa Cinta menuju kamarnya, namun belum sampai di kamar Cinta sudah menghentikan langkahnya. "Ada apa?" Tanya Zeline. "Bunda?"

"Dia ada di kamarnya. Kamu mau ketemu?" Cinta mengangguk. Akhirnya Zeline pun membawa Cinta menuju kamar Ainaz.

Di sana Ainaz sedang terduduk di kursi roda menatap ke luar jendela dengan Ulfa yang berdiri di sisinya. "Bunda." Panggil Cinta. Ainaz langsung berbalik dan mendapatkan sebuah pelukan dan sebuah tangisan dari Cinta.

"Bunda maafin Cinta, maaf." Ujar Cinta di sela tangisannya. Ainaz tak berkutip, ia hanya menatap lurus ke arah Zeline.

Cinta terus menciumi tangan Ainaz menyesal. Ia sangat menyesal atas apa yang terjadi, bahkan Ainaz pun tak berbicara padanya seperti biasanya.

Ulfa mendekati Zeline, ia mau pun Zeline tak bisa membantu apa pun saat ini. "Bunda boleh benci Cinta, Cinta memang nggak pantas disayang sama Bunda. Cinta nggak pantas." Ujar Cinta lagi.

Ainaz memejamkan matanya lalu menghela napasnya.

"Inaz." Panggil Zeline yang baru saja sampai. Ainaz tak menjawab, ia hanya terdiam menatapi langit. "Sayang ini bunda." Ujar Zeline lagi. Tapi tetap saja Ainaz tak merespons sama sekali.

Zeline menghela napasnya lalu memegangi kedua tangan Ainaz. "Bunda tau apa yang sekarang kamu rasakan, bunda tau sayang. Tapi apa kamu pikir di sini cuma kamu yang merasa hancur? Nggak. Bukan hanya kamu, tapi bunda juga. Bukan bunda aja yang lain juga merasa hancur saat tau Cinta hamil, tapi apa kamu pikir Cinta nggak merasa hancur? Apa kamu pikir ini yang Cinta harapkan?"

Ainaz tetap terdiam tak merespons. "Bunda juga seorang ibu, bunda tau kalau kamu sekarang merasa gagal menjadi seorang ibu, tapi itu bukan akhir dari segalanya. Cinta masih butuh kamu, Cinta butuh dukungan kamu untuk melewati semua ini. Kamu harus selalu dukung dia, sekarang ada sebuah kehidupan baru di tubuhnya. Cinta memang salah, tapi nggak dengan bayi yang dikandungnya." Ujar Zeline terus membujuk.

Tatapan Ainaz masih saja tertuju pada langit. Ia tak bergeming. Zeline pun menghela napasnya. "Angga bilang ke bunda kalau orang yang membuat Cinta hamil nggak mau tanggung jawab, mungkin kalau ayah kamu tau dia akan marah besar dan memberi pelajaran padanya. Sekarang bunda mau kamu pikirin baik-baik semua ini. Cinta butuh kamu, dia butuh kamu di sisinya." Zeline pun meninggalkan Ainaz sendirian di kamar menuju kamar tamu di mana ia dan Yusuf akan tidur selama berada di rumah Ainaz.

"Maafin Bunda." Ujar Ainaz meneteskan air matanya. Cinta tersenyum kembali memeluk Ainaz. Dengan Ainaz kembali berbicara pun telah membuatnya sangat senang. "Bunda nggak salah, Cinta yang salah di sini. Maafin Cinta, Cinta udah rusak nama ayah, maafin Cinta Bun."

"Nggak sayang, bunda yang salah. Bunda bukan ibu yang baik buat kamu, bunda nggak bisa ajarin kamu dengan baik, maafin bunda." Ainaz mencium tangan Cinta yang berada di genggamannya.

Zeline dan Ulfa tersenyum melihat hubungan keduanya kembali membaik. "Kita biarin mereka berdua dulu." Ujar Zeline. Ulfa pun mengangguk mengikuti Zeline keluar dari kamar.

***

"Yah, kita mau kemana lagi?" Tanya Hasan. "Kita cari rumahnya." Ujar Yusuf tegas. "Ayah tau rumah dia?" Tanya Hasan bingung.

"Teman ayah yang kasih, ayah minta bantuan untuk cari tau rumah dia." Hasan mengangguk menurut. Tak heran jika Yusuf memiliki banyak kenalan karena memang ia dulu tinggal dan bekerja di Bandung, hanya saja setelah pensiun ia lebih memilih kembali ke kota kelahirannya bersama Zeline.

Tak lama akhirnya mereka pun sampai di rumah Elang. Tepatnya kediaman keluarga Elang. Tok. Tok. Tok. "Assalamualaikum." Salam Yusuf mau pun Hasan. Tak lama pintu pun terbuka menampakkan seorang pria paruh baya. "Waalaikumsalam, cari siapa ya?" Tanya Burhan, pria paruh baya tersebut.

"Apa benar ini kediaman Elang?" Tanya Yusuf. "Iya, saya ayahnya. Ada apa ya?" Tanya Burhan lagi. "Ada yang ingin saya obrolkan tentang Elang dengan Bapak."

Burhan pun langsung mempersilakan Yusuf dan Hasan masuk. Ia meminta pada istrinya untuk menyajikan minuman pada Yusuf dan Hasan. "Ada masalah apa ya dengan anak saya?" Tanya Burhan lagi.

Yusuf terdiam sejenak sebelum menjawab. "Anak Bapak telah menghamili cucu saya, dan sekarang ia tak mau tanggung jawab." Ujar Yusuf to the point.

Prang... Nampan yang dibawa oleh Windi, istri Burhan pun terjatuh tak kala mendengar pernyataan Yusuf. "Bapak nggak bercandakan? Anak saya nggak mungkin melakukan hal seperti itu." Ujar Windi membela Elang.

"Saya tidak mungkin bercanda tentang cucu saya. Bagaimana pun ini faktanya, anak ibu telah menghamili cucu saya." Ujar Yusuf berusaha tetap tenang. "Pak ini pasti nggak mungkin kan. Putra anak yang baik, dia nggak mungkin melakukan hal seperti itu." Ujar Windi pada Burhan.

Burhan menghela napasnya. "Saya akan pastikan anak saya akan bertanggung jawab untuk semua ini." Ujar Burhan membuat Windi terbelalak. "Bapak ngomong apaan sih, Putra nggak mungkin menghamili cucu Bapak ini. Putra anak baik Pak, bisa aja Bapak ini berbohongkan Pak." Ujar Windi tak terima.

"Windi ini semua kenyataan! Dia memang Putra, tapi dia bukan Elsu. Dia Elang!" Tegas Burhan membuat Windi terdiam. Yusuf dan Hasan hanya terdiam, yang mereka harapkan hanyalah sebuah tanggung jawab.

"Saya pastikan anak saya akan bertanggung jawab atas perbuatannya. Saya janji." Ujar Burhan.

***

Assalamualaikum semua. Yuhu autor balik lagi deh. Maaf ya lama nggak update, siapa nih yang kangen sama cerita cinta? Atau autornya aja yang ke-pd-an? Jangan lupa vote dan komen ceritanya ya, masukin juga ceritanya ke perpustakaan pribadi kalian supaya kalau autor update kalian nggak ketinggalan ceritanya. Makasih untuk semua yang selalu dukung cerita ini, semoga kalian selalu terhibur, wassalamualaikum.

-Nissa-

Senin, 16 Desember 2019

Cerita Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang