Mertua [9]

572 43 1
                                    

"Cin mau aku antar ke rumah tante Ainaz atau tante Windi?" Tanya Selin masih fokus menyetir. "Kayanya aku pulang ke rumah mamah deh, soalnya mamah lagi sakit. Aku udah bilang kok ke bunda, dan di rumah juga lagi ada oma sama opa jadi ada yang temani bunda."

Selin mengangguk mengerti. Ia pun melajukan mobilnya menuju rumah kedua orang tua Elang. "Sel." Panggil Cinta. Selin hanya berdeham menunggu ucapan Cinta selanjutnya.

"Em... Fahrul udah tau tentang masa lalu kamu? Selama lima tahun terakhir." Tanya Cinta ragu. Bagai pepatah wanita dilihat dari masa lalunya, sedangkan pria dilihat dari masa depannya. Cinta hanya tak ingin nantinya masa lalu Selin menjadi sebuah perusak dalam rumah tangganya.

"Tenang, dia udah tau kok. Dia udah terima semuanya." Ujar Selin. Cinta menghela napasnya. "Alhamdulillah deh kalau kaya gitu. Aku cuma takut aja kalau-"

"Aku tau kok Cin. Awalnya juga aku ragu untuk terima lamaran dia, tapi setelah dia menerima semua masa lalu aku nggak ada alasan lagi untuk aku nggak terima dia." Potong Selin.

"Oh ya, gimana perkembangan tante Windi?" Tanya Selin. "Alhamdulillah, mamah sekarang jauh lebih baik. Mamah jadi bisa lebih terima atas kepergian Elsu." Ujar Cinta. "Alhamdulillah deh kalau gitu."

Percakapan mereka terus berlanjut hingga akhirnya mereka sampai di rumah kedua orang tua Elang. "Kamu benaran nggak mau masuk dulu?" Tanya Cinta memastikan.

Selin menggelengkan kepalanya. "Nggak deh Cin, kapan-kapan aja deh. Aku masih harus cek kafe." Ujar Selin memberi alasan. "Ya udah, makasih ya Sel tumpangannya."

"Iya, aku duluan ya. Assalamualaikum." Salam Selin melajukan mobilnya. "Waalaikumsalam."

Setelah mobil yang dikendarai Selin tak terlihat lagi Cinta pun masuk ke dalam rumah. "Assalamualaikum." Salam Cinta dari ambang pintu. "Waalaikumsalam. Cinta? Kamu sama siapa ke sini?" Tanya Burhan menyambut kedatangan Cinta.

"Cinta ke sini tadi bareng sama Selin kok Pah." Ujar Cinta. "Ya udah kamu sekarang ke kamar dulu aja, istirahat. Nanti Bi Dini bawain makan ke kamar kamu." Cinta pun mengangguk lalu pergi menuju kamarnya.

Walau pun status Cinta adalah seorang menantu, tapi Burhan dan Windi sangat menyayangi Cinta seperti anak sendiri. Apa lagi sekarang Cinta sedang mengandung cucu mereka, penerus keluarga mereka. Tak ada alasan bagi mereka untuk tak menerima bayi yang sedang dikandung oleh Cinta, karena bayi tersebut tak berdosa sedikit pun.

Ting... Sebuah pesan masuk pada ponsel Cinta. Ia mengambil ponselnya yang berada di dalam tas, membaca isi pesannya. Lo di mana? Gue nggak pulang malam ini, jadi lo nggak usah tunggu gue sampai malam. Gue malas tau diomeli mulu sama bunda lo atau pun mamah kalau gue nggak kasih kabar ke lo. Cinta menghela napasnya setelah membaca pesan yang diberikan oleh Elang.

Cinta pun membalas pesan tersebut. Aku lagi di rumah mamah. Maafin bunda sama mamah ya kalau suka marahi kamu karena aku. Kamu jangan lupa salat ya, hati-hati. Balas Cinta.

Walau pun ia akan berpisah dengan Elang bukan berarti ia tak menghormati Elang sebagai suaminya saat ini. Bagaimana pun ia harus menurut pada sang suami, walau pun hatinya sering terluka saat melihat Elang bermain dengan wanita lain di luar sana.

Cinta menatapi sebuah pigura di atas nakas yang memperlihatkan fotonya bersama Elang saat menikah dulu. Tak ada rasa ketulusan. Itu yang ia lihat, hanya ketulusan dari satu pihak di foto tersebut, itu pun karena sebuah nyawa yang harus dipertanggung jawab kan.

"Andai waktu bisa berputar, aku ingin mengulang semuanya agar tak melakukan kesalahan itu. Agar tak ada yang tersakiti dan menyakiti." Ujar Cinta menatapi foto tersebut.

Tok. Tok. Tok. "Non ini makanannya." Ujar Bi Dini dari luar kamar. Cinta menyusut air matanya yang hampir keluar. "Iya Bi, masuk aja. Pintunya nggak dikunci kok." Balas Cinta.

Bi Dini pun masuk membawa sepiring nasi dan juga susu kehamilan untuk Cinta. "Ini Non makanannya." Ujar Bi Dini menaruh nampan yang ia bawa di atas nakas. "Makasih Bi." Ujar Cinta berterima kasih.

"Sama-sama Non. Kalau gitu bibi permisi ke dapur lagi ya." Cinta pun mengangguk mengizinkan.

Setelah selesai makan Cinta langsung mengganti pakaiannya lalu pergi menuju kamar Windi. Ia sudah sangat merindukan ibu mertuanya itu. Ia sengaja tak memberi tau Windi jika ia akan datang, ia ingin memberikan kejutan pada ibu mertuanya itu.

Tok. Tok. Tok. "Masuk aja." Ujar Windi dari dalam kamar. Cinta pun membuka pintu kamar Windi masuk ke dalamnya. "Assalamualaikum Mamah." Salam Cinta dengan sebuah senyuman yang tak lagi tertutup oleh niqabnya.

"Sayang?! Waalaikumsalam." Jawab Windi senang. Cinta langsung menyalami Windi dan memeluknya erat. "Mamah kangen banget sama kamu." Ujar Windi melepas kerinduannya.

"Cinta juga kangen kok sama Mamah. Maaf ya Cinta baru bisa datang lagi sekarang." Ujar Cinta menggenggam tangan Windi. Windi menggelengkan kepalanya. "Bunda gimana kabarnya?" Tanya Windi.

"Alhamdulillah bunda baik Mah. Mamah sendiri gimana, udah baikkan?" Tanya Cinta balik. "Alhamdulillah, mamah cuma kecapean doang kok. Tapi kalau ada kamu di sini sih mamah bakal cepat sembuh." Ujar Windi membuat Cinta terkekeh.

"Mamah bisa aja." Ujar Cinta masih setia tersenyum. "Putra nggak sama kamu?" Tanya Windi tak melihat keberadaan Elang. Cinta menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Elang nggak pulang malam ini." Ujar Cinta menjelaskan.

Windi menghela napasnya lalu menepuk tangan Cinta. "Maafin Putra ya sayang. Mamah kira dia akan sama seperti Elsu, dewasa. Tapi nyatanya dia tetaplah Elang, bukan Elsu." Ujar Windi menyesal.

Cinta menggelengkan kepalanya. "Nggak kok Mah. Setiap orang punya karakter masing-masing, itu yang membuat setiap orang istimewa. Yang terpenting setiap orang itu harus bisa berperilaku baik dengan karakternya yang berbeda-beda." Windi tersenyum.

"Iya sayang. Makasih ya udah ingati mamah." Ujar Windi. "Ya udah sekarang Mamah makan dulu ya, kata papah Mamah belum makan dari tadi pagi." Ujar Cinta mengambil semangkuk bubur yang berada di atas nakas.

Windi hanya menurut, ia disuapi oleh Cinta dengan sesekali ada sebuah candaan. Kehadiran Cinta dalam kehidupan bagaikan sebuah lentera, menerangi hidupnya yang dulu sangatlah gelap.

Burhan yang memerhatikan keduanya dari celah pintu pun tersenyum bahagia. Ia senang keadaan istrinya semakin membaik semenjak kehadiran Cinta. Tak salah jika ia sangat menyayangi menantunya tersebut.

"Papah akan selalu terima keputusan kamu. Tapi bagaimana pun kamu akan selalu jadi anak kesayangan papah." Ujar Burhan. Ya, ia memang menerima keputusan Cinta untuk bercerai dengan Elang setelah melahirkan nanti. Tapi itu bukanlah alasan untuk dirinya berhenti mencintai menantunya tersebut.

***

Assalamualaikum semua. Selamat berlibur, dan membaca. Jangan lupa vote kan komennya ya. Love you, wassalamualaikum.

-Nissa-

Rabu, 25 desember 2019

Cerita Cinta [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang