11

187 20 8
                                    

Ara menangis.

Ara kalah mempertahankan harga dirinya di hadapan Rangga kali ini.

"Lo Jahat Rangga! Gue benci!"

Memukul dada bidang itu, pertahanan terakhir yang Ara miliki.

Rangga memeluk Ara yang berontak. Tak peduli. Dia hanya mendekap Ara semakin erat. Hingga pukulan Ara terhenti dan digantikan dengan isakan menyakitkan.

Untuk pertama kalinya, Rangga melihat Ara menangis. Rasanya menyesakkan.

Apa sikapnya telah menyakitinya? Apa dia berbuat kesalahan? Kesalahan yang mana? Rasanya semua yang dia lakukan selalu salah dimata Ara.

"Mbak? naik ojeknya jadi gak?"

Mata keduanya menatap tajam tukang ojek itu. Rangga melepas pelukannya pada Ara.

Dingin rasanya ketika hangat yang baru saja menyapa hilang begitu saja. Ara? Are you okay? Ayolah, pipinya sedang bersemu merah sekarang.

"Nih buat Mas nya. Penumpangnya taro sini aja. Tujuannya sudah sampai." Ucap Rangga sambil memberikan 20 lembar pecahan dua ribuan. Setelahnya tukang ojek itu pergi dengan hati riang.

"AaWw! Kenapa lo cubit gue?" Protes Rangga.

"Kenapa lo usir tukang ojeknya?" ucap Ara tak mau kalah dengan mata sembabnya yang dibuat tajam.

"Gue kan udah bilang kalau tujuan lo sudah sampai."

Ara mengernyitkan keningnya bingung, faktanya dia masih di sini dan belum menginjakkan kakinya di rumah.

"Gue_Tujuan lo." lanjut Rangga ketika melihat wajah bodoh Ara yang sedang berpikir.

Ara mencubit Rangga lagi, dan membuatnya mengaduh kesakitan.

"Jatuh dari motor diem, dipukul diem, dicubit teriak. Aneh!"

"Coba lo cium disini, gue pasti pingsan." Ucap Rangga sambil menunjuk - nunjuk pipi kanannya, dan Ara hanya memutar bola matanya malas.

"Ra? Jangan nangis."

"Di depan gue, lo cuma boleh senyum." ucap Rangga mulai serius sambil mengusap air mata Ara yang mulai mengering.

Ara menepis cepat tangan Rangga dan memalingkan wajahnya.

"Gimana gue bisa senyum kalau deket lo cuma bikin gue sakit."

"Kenapa gitu?"

Demi kolor Supermen, Ara ingin menjambak Rangga sampai kulit kepalanya terlepas. Bicara dengan Rangga selalu membuatnya menarik napas dan menghembuskan api.

Ara menghela napas sejenak sebelum melontarkan kalimatnya.

"Bisa gak kalau kita bicaranya gak dipinggir jalan?"

"Terus lo mau kita bicara di tengah jalan? gitu?"

"Mati aja sana!" Ara jengah, dan langsung melangkahkan kakinya meninggalkan Rangga. Dan Rangga segera menyusulnya dengan kaki terpincang.

Dari kejauhan, Marsya hanya bisa tersenyum kecut.


~𝓡𝓞𝓛𝓐𝓝𝓓𝓐 ~

Akhirnya mereka berhenti di sebuah taman yang tidak jauh dari Rumah Rangga.

Ara mendengus kesal, sebelum mendudukkan dirinya di bangku taman. Dan Rangga pun ikut mendudukkan dirinya di samping Ara.

Keberanian langsung Ara kumpulkan, dan menatap Rangga dalam.

"Ga? Kita ini apa?"

"Manusia." Jawabnya cepat.

ROLANDA (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang