21

148 16 12
                                    

"Ra? Udah belom?" Tanya Rangga sambil mengetuk - ngetuk pintu.

"Bentar! Perut gue masih atraksi nih." Serunya dari dalam kamar mandi.

"Gue kan udah bilang mainnya cukup dua kali aja. Udah tau lo nob mulu, masih aja ngeyel."

"Bawel banget sih kaya Bunda!" Rangga hanya bisa menghela napasnya berat.

"Baru nungguin berak gue lahir aja ngedumel, gimana nanti kalau gue lahirin anaknya." Gerutunya.

"Lo ngomong apa Ra?"

"Enggak, ini pup gue keluarnya lucu - lucu kaya cendol."

"Jorok lu Ra!"

Akibat Ara yang keras kepala karena tidak ingin kalah bermain game, dia berakhir memakan Indomie pakai Bon cabe. Tidak. Itu terbalik. Tepatnya Bon cabe pakai Indomie. Hal itu membuat Ara harus berlama - lama duduk di toilet resto Mak Esih.

-----------------------------------------------------------

"Gue salut sama akting lo, walau amatiran tapi lo keren juga." Puji Dimas, membuat Rachel tersenyum bangga.

Dimas berada di depan rumah Rachel, dia mengantarkannya setelah merasa misi hari ini sudah selesai.

Ya. Mereka sudah pergi lebih dulu, meninggalkan Ara dan Rangga yang sekarang sedang menderita. Emang rada bangsat sih. Tapi ya gimana, untuk sekarang Dimas tak punya uang lebih untuk bayar Rachel jika melebihi batas jam kerjanya.

"Gue bilang apa, yang begini mah kecil." Dimas mengusak pucuk kepala Rachel sambil tersenyum, hal itu sedikit membuat kerja jantung Rachel tak beraturan.

'Jangan sampe dia denger suara jantung gue.'

"Thanks ya, berkat lo persahabatan gue sama Rangga jadi lebih baik."

"Emang sebelumnya kenapa?"

Hening beberapa waktu, membuat Rachel teringat dengan perjanjian yang dibuatnya bersama Dimas.

"Eh Sorry, gue lupa. Di perjanjian kan gue gak boleh urusin hal pribadi Mas."

"Gue suka sama pacarnya, jadi dia marah." Jawab Dimas setelah keterdiamannya.

"Pacarnya? Maksud lo, Ara?!" Dimas mengangggukkan kepala meng iya kan.

Entah mengapa raut wajah Rachel berubah muram, dan hal itu tertangkap oleh Dimas.

"Lo kenapa Cel?" Tanyanya sambil menyelidik wajah Rachel.

Rachel tersenyum lebar. "Dikira lo, gue kenapa? Dim?" Saut Rachel.

"Ada yang sakit?" Rachel menganggukkan kepalanya pelan.

"Apa yang sakit? Mau gue anter ke dokter?" Panik Dimas.

"Gak usah Dim, Percuma. Dokter gak bisa ngediagnosa sakit gue."

"Lo sakit parah?"

"Parah banget." Jawabnya masih lesu.

"Cel! Jangan mati dulu dong!" Dimas mengguncangkan tubuh Rachel.

"LO NYUMPAHIN GUE MATI?!" Tuduhnya sambil menepis tangan Dimas di pundaknya.

'Tunggu! Kemana perginya panggilan 'Mas'? Dasar labil!'

"Nih anak bener - bener tukang nyemilin toa ya!"

"Abisnya lo kaya bayi setan, nyebelin!" Sebutannya pada bayi dalam games mother simulator.

Dimas yang terkejut dengan sikap labil Rachel, hanya diam terpaku. Apa Rachel kerasukan?

'Tuhan! Kenapa orang disekitar gue doyan banget kerasukan?'

"Cel? Jadi gimana? Jadi gak sakitnya?"

"Gak! Udah sembuh!" Rachel memasuki rumahnya meninggalkan Dimas, sambil menghentakkan kakinya. Sedangkan Dimas hanya mengerutkan keningnya bingung.

-----------------------------------------------------------

Drrrtt...Drrttt

Getaran ponselnya membuat Dimas terhenti dari acara makannya. Melihat nama yang tertera pada benda persegi itu membuatnya membolakan mata.

'Bayi toa'. Itu. Nama kontak pacar sewaannya.

Melihat Dimas yang tidak kunjung mengangkat telfonnya membuat Ara dan kedua sahabatnya menatap heran.

"Kok gak di angkat?" Tanya Ara.

"Gak penting." Dimas meletakkan kembali ponselnya di meja, lalu melanjutkan makannya.

Tapi beberapa saat kemudian ponselnya bergetar lagi, dan masih menunjukkan nama yang sama.

"Bayi toa? Siapa itu?" Ara yang sempat melihat nama pada ponsel Dimas bertanya - tanya.

"Mmm, Si Una." Jawabnya, lalu melenggang pergi meninggalkan teman - temannya.

"Una siapa?" Ara melirik pada Rangga.

"Lutung punya emaknya."

"Gue gak nyangka si Dimas bener - bener nurut sama emaknya untuk kursus bahasa lutung, sampe udah bisa teleponan gitu." Salut Jeje sambil menggelengkan kepalanya tidak percaya.

"Kursus bahasa kelinci ada gak? Soalnya kalau gue curhat, kelinci gue gak pernah nanggepin. Malah idung nya aja yang kicep - kicep. " Pertanyaan Ara membuat kedua pria itu memutar bola matanya malas.

"Berarti lo harus kursus bahasa idung." Saut Jeje asal.

-----------------------------------------------------------

Dimas berdiri di sudut taman belakang sekolahnya, itu tempat paling sepi saat jam istirahat.

"KOK LAMA BANGET NGANGKATNYA?! Dimas auto menjauhkan ponselnya, ketika teriakan maut terdengar dari sebrang sana.

"Berat."

"Ish! Mas mah jahat sama Acel."

"Ada apa?"

"Misi hari ini apa? Gue kan masih ada enam hari lagi untuk jadi pacar boongan lo."

"Misinya udah selesai, lo gak perlu jadi pacar boongan gue lagi." Tidak ada jawaban apapun dari sebrang sana, padahal sambungannya masih terhubung. Hal itu membuat Dimas mengkerutkan keningnya bingung.

"Hallo?"

"..."

"Hallo?"

"..."

"Lo gak mati gara - gara sakit kemarin kan?"

"Sekarang gue sekarat Mas!"

"Jangan bercanda! Udah ya, kelas gue masuk sebentar lagi."

"MAS DIMAS!" Teriakan dari ponselnya membuatnya urung untuk mematikan sambungan itu.

"Terus sisa uangnya gimana? Gue balikin gitu?"

"Buat lo aja."

"Gak mau! Gue kan cuma kerja sehari."

"Yaudah balikin."

"Tapi uangnya udah gue bayar untuk SPP."

Dimas menghela napasnya sejenak.

"Jadi mau lo gimana?"

"Gue bakal lunasin yang enam hari lagi."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc

Hallo guys!


UNTUK KELANJUTAN HUBUNGAN DIMAS DAN RACHEL??? Nanti ada kejutan spesial di akhir cerita.

TUNGGU AJA YAA..

Spoiler Allert! ini bentaran lagi beres. Semoga jadi kenangan terindah untuk kalian semua. 😘

See you 💕

ROLANDA (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang