What, KOREA?

207 4 0
                                    

Di malam yang dingin dengan keadaan yang sunyi, aku duduk sendiri sambil menatap setiap inci dari langit. Menceritakan semua kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. Mengapa semua ini terjadi? Apakah ini memang kehendak Tuhan? Apa mungkin ini yang terbaik? Bagiku peristiwa ini sangatlah buruk. Lebih buruk dari mimpi horor yang pernah kualami. Lebih sakit daripada jatuh dari motor. Lebih menyedihkan dari hukuman yang diberikan guru. Inilah keadaanku saat ini. Dimana orang yang kucintai harus dekat dengan wanita lain. Yang tak lain adalah mantan kekasihnya dulu. Aku berfikir, apakah aku dalam zona berbahaya? Tidak, tidak mungkin. Aku pasti akan baik-baik saja, ini hanyalah sementara. Dan aku percaya bahwa Devin tak pernah mengkhianatiku. Tiba-tiba ada suara dari belakangku, yag tak lain adalah Devin.

"Terkadang Tuhan memang memberikan ujian kepada makhluknya agar mereka menjadi kuat seperti baja, dan sekarang hubungan kita lah yang sedang di uji olehnya."

Devin perlahan menghampiriku. Berjongkok disebelah kursi roda ku. Menatap manik mataku. Lalu menyelipkan rambut ditelingaku. Perlakuannya lembut sekali. Hingga membuat hatiku ingin meloncat dari tempatnya. Aku pun hanya tersenyum membalas ucapannya tadi. Tak terasa air mataku lagi-lagi berhasil jatuh dari tempatnya.

"Hei, kenapa nangis sayang?" tanya Devin sambil mengusap air mataku dengan kedua tangannya. Tangan yang selalu melindungiku selama ini.

Aku hanya menggelengkan kepala dan menangis memeluknya di sampingku menenggelamakan wajahku di dadanya yang bidang. Terasa hangat. Nyaman.

"Aku...aku takut Vin, ka-kalau suatu saat kamu bakalan pergi ninggalin aku sendirian." Tangisku pun pecah lagi hanya mengungkapkan secuil kalimat itu. Devin pun melepas pelukanku dan tangannya berganti memegang wajahku menatap kedua mataku, yang entah penuh dengan air mata. Saat ini mataku mungkin sedikit sembab karena tangisanku.

"sssstttt....kamu harus percaya sama aku. Aku gak akan pernah ninggalin cewek malaikat seperti kamu, yang rela mengorbankan dirinya untuk orang lain yang bahkan belum mengenalnya. Aku beruntung bisa dapetin cewek secantik dan sebaik kamu Birgita Talita Argantara. "

Devin tersenyum setelah mengatakan kalimat yang membuatku entah melayang sampai negara mana. Rasanya aku ingin teriak dan berterimakasih kepada Tuhan karena telah mengirimkan cowok seperti dirinya dalam hidupku.

"Aku juga beruntung bisa dapetin cowok kayak kamu Vin, kalau kamu mau kamu bisa saja dengan cewek lain yang lebih baik dari diriku. Tapi kamu tidak. Kamu lebih memilih aku dan berusaha membimbingku ke jalan yang lebih benar. Aku berhutang banyak sama kamu. Makasih udah dateng dikehidupanku ini."
Aku tersenyum memandang wajah Devin. Kami saling bertatapan beberapa menit. Lalu kembali berpelukan. Kali ini lebih erat dari sebelumnya. Rasanya tak ingin melepaskannya.

"Yaudah sekarang kita masuk yuk, udah malem nanti kau bisa masuk angin, kamu kan belum pulih bener."

Devin mengajakku masuk ke dalam kamar. Jangan salah ya, ini bukan kamar pribadi aku tapi kamar rumah sakit alias kamar pasien. Devin mendorong kursi roda ku hingga hampir sampai di depan pintu kamar. Disana sudah ada dua sahabatku yang setia menemaniku saat dalam keadaan sakit seperti ini. Tapu kali ini wajah kedua sahabatku gamoak khawatir, ada apa ya?

"Eh Gita, kamu darimana aja sih. Kita tadi cariin kamu kemana mana ternyata kamu sama si Devin." Vika khawatir sambil menuju ke arahku bersama Cika. Mereka tampak khawatir sekali dengan keadaanku.

"Iya nih si Devin, Lo kok gak bilang sama kita sih mau ngajak Gita keluar. " Omel Vita pada Devin yang sekarang berada di sebelah kursi roda Gita.

"Kalian emang orang tuanya? Enggak kan? Yaudah. " Nada bicara Devin tampak terlihat santai seperti tidak terjadi apa-apa, sedangkan Vita dan Cika saja khawatirnya buka main.

"WBM"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang