Part 33. JANGAN PERGI, OM

2.7K 110 6
                                    


Kiara POV

Hari ini tepat hari ke-17 Om Derri menginap di rumah sakit. Terakhir kali kulihat, dia masih terbaring lemah di atas tempat tidur. Matanya masih saja setia terpejam sejak hari pertama kami bawa kesini.

Mama Eva selalu datang setiap pagi dan baru pulang pukul sebelas malam. Setiap hari ia menyempatkan video call dengan suaminya yang sedang berada di luar kota untuk melaporkan perkembangan keadaan putra semata wayangnya itu.

Aku sendiri selalu buru-buru datang menjenguk setiap selesai jadwal kuliah. Kutemani dia sepanjang waktu yang kumiliki, dan baru pulang pukul sebelas malam bersama Mama Eva. Jika malam, gantian Om Andre yang menemani di rumah sakit.

Axel? Jangan tanyakan bagaimana dia. Laki-laki itu seolah hilang bagai ditelan bumi sejak menjadikan kekasihku samsak lawan bertarung baginya. Aku tahu Axel bukan tipe laki-laki tanpa rasa kemanusiaan yang lebih memilih lari dari tanggung jawab. Dia hanya sedang membutuhkan waktu untuk menyendiri, menyesali kebodohannya dan menyusun kembali hatinya yang telah hancur menjadi remah-remah tak berbentuk.

Hampir tiga minggu sudah Om Derri terbaring lemah di kamar perawatan serba putih itu. Entah seberapa parah keadaannya, aku kurang mengerti dengan istilah medis dan kesehatan. Yang ku tahu, beberapa tulang rusuknya patah dan tulang lengan kiri retak. Selebihnya hanya luka sobek, lebam, dan memar akibat pukulan-pukulan saja. Namun entah mengapa sampai hari ini dia belum juga membuka mata.

Selama menemani, sesekali terpaksa harus kutelan pil pahit saat Dokter Freya bertandang datang. Sungguh kesal hatiku melihat bagaimana perhatian dan lembutnya Dokter Freya memperlakukan Om Derri.

Cemburu? Jangan ditanya! Seperti kemarin sore, sungguh benar-benar kesal rasanya melihat dia memegang-megang Om Derri dengan alasan pemeriksaan rutin. Ia bahkan dengan terang-terangan berani mengusap pipi kekasihku di depan mataku. Kenapa bukan dokter lain saja sih yang bertugas memeriksa Om Derri?

Tatapan matanya itu loh, sering kali membuat emosiku naik turun tak beraturan. Namun mau bagaimana lagi, aku terpaksa harus menahan semuanya demi kesembuhan Om Derri.

Pagi ini, kebetulan tidak ada jadwal kuliah. Jadi aku bisa datang menjenguk Om Derri lebih awal. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya kupanjatkan doa, semoga hari ini kondisi Om Derri sudah mengalami kemajuan lebih baik.

Tepat pukul sembilan aku tiba di rumah sakit. Kubawa tas laptop motif pigletku di tangan kiri. Sepertinya nanti akan kuisi waktu luangku dengan mengerjakan makalah. Tulisannya sudah siap, tinggal mengetik saja. Tidak begitu sulit.

Di tangan kanan kujinjing paperbag kuning berukuran lumayan besar, titipan dari Mama. "Buat cemilan sama Eva di sana nanti, biar tidak bosan duduk seharian menunggu Si Pangeran Tidur," begitu kata Mama. What ever-lah, Ma. Yang penting Mama senang.

Saat hendak membuka pintu kamar rawat, secara kebetulan Mama Eva juga sedang melangkah keluar.

"Mama mau ke kantin dulu. Ada sesuatu yang mau Mama beli," pamitnya dengan sorot mata bercahaya.

Mama Eva segera pergi tanpa menunggu jawaban dariku. Akupun segera melangkah masuk ke dalam kamar. Namun kuperhatikan suasana hari ini tidak seperti biasanya, begitu banyak orang. Ada Om Andre, Om Andra, Om Aldo, Om Ega, Om Erik, dan Om Endo di dalam ruangan serba putih itu. Ya Tuhan, kenapa hidupku jadi dikelilingi om-om seperti ini sih?

Keenam om-om itu duduk diam di kursi masing-masing. Sedangkan Om Derri, seperti biasa, masih terbaring pucat dan tenang di tempat tidurnya. Owh, jangan lupakan, ada Dokter Freya juga yang turut berdiri di samping tempat tidur Om Derri.

Tapi tunggu sebentar, selang dan kabel-kabel yang kemarin terpasang di tubuh Om Derri pada kemana? Kenapa hanya tinggal selang infus saja?

"Kenapa selang-selangnya dilepas?" tanyaku bingung pada deretan om-om yang hanya duduk diam itu.

I LOVE YOU OMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang