Jadi ini alasan kamu tidak tahu menahu tentang agama?
-Ham Wonjin-
Wonjin berjalan ke arah dapur. Ia melihat di sekeliling rumah Dhea, rasanya dingin. Tak ada kehangatan yang ia rasakan seperti di rumahnya. Tapi ia harus membuang jauh-jauh pikiran negatifnya itu.
Setelah sampai di ambang pintu dapur, Wonjin mendapati ibu Dhea yang sedang memotong sayuran.
"Assalammualaikum tante."
"Waalaikumsalam."
Rose, ibu Dhea menoleh lalu tersenyum ke arah Wonjin. Wonjin tidak terlalu menjaga pandangannya.
"Wonjin, boleh tante minta tolong ke kamu?" Tanya Rose.
"Boleh tante. Wonjin suruh ngapain? Motong sayur? Cuci sayur? Masak sayur? Atau apa tante? Insya allah Wonjin bisa. Hehe," ucap Wonjin yang di selingi kekehan.
"Kamu itu humoris ya orangnya. Tante beruntung deh punya tetangga kaya kamu," puji Rose.
"Alhamdulillah kalo gitu tante."
"Jadi gini, maaf ya kalo ngobrolnya di dapur," ucap Rose sedikit sungkan.
Wonjin mengeluarkan senyum menawannya. "Gakpapa tante, kalo sama Wonjin santai aja. Mau ngobrol dimanapun asal nyaman."
Rose menganggukkan kepala. Lalu ia menghela nafas beratnya. Mencoba mengumpulkan keberanian untuk menceritakan kekurangan keluarganya. Semoga Wonjin bisa membantu dirinya untuk keluar dari zona yang selama bertahun-tahun tidak dia sukai.
"Duduk dulu Wonjin." Rose mengambilkan bangku untuk Wonjin. Setelah itu, dia duduk mencari kenyamanan untuk membuka cerita.
"Makasih tante."
"Sama-sama."
"Jadi gini Wonjin, tadi pas kamu ke sekolah, tante ke rumah kamu dan ketemu sama Umi kamu. Sebenarnya ini hal yang sangat lancang bagi tante. Tante menceritakan semua kehidupan tante selama ini. Tante bukan tipe orang yang selalu percaya pada orang baru, tapi pas liat kelakuan kamu tadi malam, tante yakin bahwa kamu dan keluarga kamu itu orang yang bisa di percaya."Wonjin langsung masang telinga lebar-lebar. Berusaha menjadi pendengar yang baik.
"Terus gimana tante?" Tanya Wonjin sopan.
"Tadi tante minta ke Umi kamu buat ngizinin kamu jadi guru bimbel Dhea. Bukan cumaguru bimbel, tapi juga tante mau minta tolong ke kamu buat ngerubah sikap dan kebiasaan buruk dari Dhea."
"Tante yakin dengan keputusan tante?" Tanya Wonjin ragu.
"Tante yakin itu. Kamu mau tau sesuatu hal?"
"Apa tante?"
"Keluarga tante itu Atheis. Kita gak punya keyakinan, kita gak punya aturan-aturan hidup seperti apa yang kamu dan keluargamu rasakan."
"Kenapa bisa begitu tante? Apa dari lahir tante udah seperti ini?" Tanya Wonjin mulai serius.
Tiba-tiba air mata Rose mengalir. Wonjin yang melihatnya langsung terkejut.
"Dulu keluarga tante punya agama. Kami hidup bahagia, hingga suatu hari, tante ketemu dengan om Seungwoo. Kita menjalani hubungan dengan lancar, hingga akhirnya kami menikah. Namun setelah menikah, ibu mertua tante menjelaskan barang siapa yang menjadi bagian keluarga ini, maka dia harus melepaskan agamanya."
"Terus tante ngelepas gitu aja?" Tanya Wonjin.
"Nggak! Mungkin tante selama ini udah banyak dosa karena berbohong sama ibu mertua tante sendiri."
"Kenapa tante gak minta pisah aja?"
"Wonjin, kamu kan tau, kalau perceraian itu sangat di benci oleh Allah. Apa alasan tante buat nyerain om Seungwoo, sedangkan dia satu pendapat dengan tante?"
"Maksudnya gimana?"
"Semenjak kenal dengan tante, om Seungwoo mengikuti keyakinan tante kepada Allah. Tapi selama ini kita berbohong."
"Dhea?"
"Maka dari itu, Dhea anaknya keras. Dia terlalu di manja neneknya. Dhea gak tau kalo kita beragama. Dhea juga lahir dalam keadaan menganut agama islam, tapi moralnya belum sampai kriteria. Setiap minggu ibu mertua tante bakal dateng kesini untuk ngecek Dhea."
"Tante gak tau apa yang di bicarakan ibu mertua tante ke Dhea. Anak tante kaya udah lepas gitu aja dari agama. Bahkan, jawab salam aja dia gak tau. Dia anaknya itu comel. Apa aja di ceritain ke neneknya, sehingga ibu mertua tante bisa tau bagaimana Dhea."
"Jadi, Dhea menganut agama islam, tapi hidupnya masig monoton? Tidak kenal apa itu islam?"
Rose mengangguk mendengar pertanyaan Wonjin. Wonjin sempat tertegun mendengar kisah keluarga Dhea.
"Tapi apa yang membuat tante takut untuk menentang perlakuan nenek Dhea?"
"Tante pernah menentang hal itu, tapi ancaman dari ibu mertua tante itu kejadian. Satu persatu orang tua tante di habisi. Pernah sempet tante ke kantor polisi, tapi malah ketahuan sama ayah mertua tante. Saat itu juga tante di siksa mati-matian. Sampai-sampai tante masuk rumah sakit dan di operasi. Tante takutnya Dhea semakin besar, semakin gak karuan hidupnya. Tante juga takut kalo Dhea akan merasakan hal yang sama."
"Tapi apa saya bisa merubah sikap Dhea? Sedangkan nenek Dhea sekejam itu?"
"Coba aja. Kakek Dhea sudah meninggal satu tahun yang lalu tanpa agama. Dan saat ini, nenek Dhea tengah di rawat di rumah sakit luar negeri karena penyakit jantungnya itu."
"Ini kesempatan kamu buat ngerubah perilaku Dhea.""Saya tidak pantas untuk itu. Bukannya tante yang pantas merubah perilaku anak tante sendiri?"
"Kalau bisa, sudah dari dulu Dhea berubah."
"Tolong bantu tante untuk mengenalkan agama yang di anut oleh Dhea selama ini ya?"Wonjin terlihat memikirkan hal ini dengan keras. Ia merasa ragu karena ini bukan hal yang mudah. "Saya akan bantu tante, tapi saya tidak bisa janji akan sepenuhnya merubah sikap dan kepribadian Dhea."
"Iya, yang penting Dhea bisa mengenal islam, dan beribadah seperti seorang muslim yang lainnya."
"Iya tante, saya akan berusaha sepenuh hati."
Wonjin mana suaranya^^