Entah mengapa, saya suka jika melihat kamu gugup seperti itu. Rasanya, pesona bidadari ada di dalam wajahmu, semuanya.
-Ham Wonjin-
"Dhea."
Samar-samar gue denger suara Wonjin. Mata gue rasanya sepet banget, susah buat melek.
"Hmm..."
"Bangun Ya, kamu jangan tidur seperti ini, nanti badan kamu sakit semua."
Gue buka mata, maksain sih. Eh kok si Wonjin kebalik?
"Jin, lo kok kebalik? Kepala di bawah, kaki di atas. Wah hebat lo," ucap gue antusias sambil ngenakin posisi gue tidur.
"Bukan saya yang kebalik, kamu aja yang posisi tidurnya kurang tepat."
"Hah?"
Gue langsung natep kebawah, eh bukan kebawah, tapi ke atas. Ternyata bener, kaki gue di atas sofa, dan kepala gue malah di atas karpet yang nempel langsung ke ubin. Langsung aja gue ngerubah posisi, tapi musibah menimpa.
Duk!
"Anjing! Sakit." Rintih gue. Wonjin yang ngeliat juga ikut meringis.
"Astagfirullah, jangan ngucapin hal yang kasar kaya gitu Dhey, gak baik."
"Bantuin dong! Ngemeng mulu sih, bantuin nggak." Dengus gue.
Sumpah, ini sakit banget rasanya.
"Kita bukan muhrim, saya gak bisa bantu kamu."
"Apa sih muhrim? Kalo belum muhrim, yaudah sekarang di muhrim'in," ucap gue asal.
"Kamu mau saya nikahi?" Tanya Wonjin cengo.
"Eh, enak aja lo!"
"Mana sih guru bimbelnya? Jadi bimbel gak sih? Cape banget gue nunggunya," gue coba ngalihin pembicaraan."Udah dateng kok guru bimbelnya, kamu aja yang dari tadi tidur."
"Mana guru bimbelnya? Suruh cepetan gitu biar gue bisa istirahat."
"Lah ini di depan kamu guru bimbel. Perkenalkan saya Ham Wonjin, guru bimbingan pendidikan dan bimbingan kehidupan." Wonjin tersenyum lebar.
Gue langsung micingin bibir gue heran. Kenapa si sinting yang jadi guru bimbel gue?
"Eh, kalo lo yang jadi guru bimbel gue, bukannya gue bener, malah makin sinting ntar."
"Jangan sembarangan ya, kamu belum pernah belajar dengan saya ya. Di jamin pelajarannya sangat berkesan di hidup kamu."
"Yaudah..yaudah.. kita mau belajar kapan?" Tanya gue males.
"Sekarang aja. Tapi ini bimbingan kehidupan, bukan pendidikan."
"Assa-"
Tiba-tiba papah langsung motong kalimat yang mau di ucapin. "Papah." Teriak gue antusias.
"Ada tamu?" Tanya papahSeungwoo.
"Iya pah."
Wonjin senyum, abis itu nyium tangan papah Seungwoo. Gue juga ngikutin gitu.
"Siapa namanya?"
"Wonjin om." "Sinting pi."
Gue sama si Wonjin jawabnya barengan.
"Dhea jangan gitu dong. Sama temen itu yang baik. Kalo gitu om ke dalem ya Jin."
"Iya om."
"Maaf belum bisa nemenin, om cape banget soalnya."
"Iya om, selamat istirahat," ucap Wonjin so manis. Ih pinter banget deh ngambil hati bokap nyokap gue. Sampe-sampe si Wonjin jadi guru bimbel.
Papah langsung naik ke atas.
"Oke, kita akan belajar dengan serius mulai hari ini. Sebelum ke pembelajaran, saya bakal ngadain interview," ucap Wonjin duduk di hadapan gue.
"Gausah terlalu seriuslah, gue tuh cuma punya otak pas-pasan jadi gue gak mau nanti otak gue eror gara-gara terlalu serius. Lagian ngapain sih pake ada acara interview segala?" Tanya gue.
"Ya terserah saya, kan saya guru kamu, jadi kamu harus nurut sama saya," ucap Wonjin memasang wajah serius, alhasil gue langsung takut.
"Mulai deh, mulai."
"Oke, saya mulai dari pertanyaan pertama."
"Ya iya lah, kalo mulai pasti dari pertanyaan pertama, kalo pertanyaan terakhir baru namanya final."
"Kamu kira ini pertandingan sepak bola?" Wonjin ngangkat alisnya sebelah.
"Bukan sih, ya gue gak mau terlalu serius aja." Gue ngebuat suasana biar mencair gitu, tapi gak ada hasilnya, si Wonjin tetep serius.
"Kamu itu, baru belajar tentang kehidupan kamu sendiri aja udah gak mau serius, apalagi belajar jadi istri saya nanti?"
Buk!
"Omongan lo di jaga bambang!" Dengus gue sambil ngelempar bantal sofa ke mukanya si Wonjin.
"Astagfirullah." Wonjin cuma bisa berkekeh-kekeh ria. Dia pikir lucu ya.
"Kamu kalo salah tingkah tambah lucu ya," goda Wonjin."Mending lo keluar, atau gue lempar lagi?" Tawar gue emosi.
"Hehe, maaf. Saya cuma becanda Dhea." Duh cara minta maafnya si Wonjin lembut banget yak.
"Becanda, lo kira lucu? Kalo gue baper ke lo gimana?" Tanya gue berusaha memojokkan si Wonjin sinting.
"Kamu yakin hati kamu selemah itu?" Tanya Wonjin balik.
"Ya kalo misalkan? Gimana? Ha... gak bisa jawab kan lo?" Sergah gue.
"Kalo kamu baper ya saya akan tanggung jawab."
Skakmat!
Anjirr kenapa gue malah deg-deg'an? Ya iya lah deg-deg'an, orang gue masih hidup. Tapi agak kenceng dikit.
"Gausah tegang Dhea, anggap aja ini pencair suasana. Kan kamu minta buat gak terlalu serius." Ucapan Wonjin nyadarin gue dari lamunan.
"Oh iya-iya.. lo pinter juga cari pencair suasananya."
Gak tau kenapa, lidah gue jadi agak susah ngomong. Moga sih bukan karena ucapan si sinting itu. Wonjin tiba-tiba terkekeh pas liatin gue, tapi abis itu dia ngebuang pandangan ke arah lain.
Duh jiwa baper kalian tergugah gak sih? Mau ngebucin tapi takut garing.. hehe.. maafkan aku ya.
Jangan lupa meninggalkan jejak dan pesan. Itung-itung kalian mantan aku, yang meninggalkan jejak dan pesan di hatiku... awokawokawok.