PART 1

6.4K 231 6
                                    

Namaku, Lina, umurku dua puluh dua tahun. Aku hidup bersama dua adikku dan Bunda. Ya, ayahku sudah meninggal lima belas tahun yang lalu. Berkat kegigihan Bunda, beliau berhasil menyekolahkan dan menghidupi kami.

Bunda mempunyai usaha makanan. Bukan catering, hanya kue-kue dan ayam geprek. Beberapa dijual oleh karyawan Bunda yang berjumlah lima orang dan sebagian dijual di depan rumah.

Adik kembarku yang bernama Nila dan Doni berumur enam belas tahun. Selisih dua tahun denganku.

Sebelum berangkat kuliah, aku memeriksa tugas yang kemarin dikerjakan bersama Refan di perpus.

Eits, Refan itu bukan pacarku! Tapi dia sahabatku sejak masuk kuliah. Orangnya ganteng, baik, cerdas, dan rapi. Idola anak kampus banget lah. Tapi sayangnya, dia dingin ke cewek lain. Banyak cewek yang iri padaku karena bisa dekat dengannya.

[Sudah berangkat?]

Refan mengirim pesan sepagi ini?

[Ini mau, kenapa? Mau jemput?] Jawabku sambil menambahkan emot mengejek.

[Sebaiknya kamu jangan berangkat aja]

Aku mengernyitkan dahi. Ada apa? Tumben banget.

[Apa sih? Orang aku udah lagi jalan ini. Udah ya? See you.]

Aku menutup gawai lalu memasukkannya kedalam tas.

🌼🌼🌼

Suasan kampus hari ini agak berbeda. Entah apa yang telah terjadi. Tapi suara riuh menjajari setiap jalanku. Semua mata memandang jijik, meremehkan, dan bahkan menghina. Bahkan Rosa, sahabatku, juga seperti itu.

"Ros, ada apa?"

Rosa mundur beberapa langkah, masih dengan tatapan jijiknya.

"Jangan dekat-dekat. Aku tak mau berteman dengan pelacur."

"Pelacur? Kok kamu tega banget? Siapa yang pelacur?"

"Kamu liat aja grup whatsapp hari ini. Sudah menyebar video tak senonoh kamu dengan lelaki. Aku pikir kamu cewek baik-baik. Gak taunya... Udah ah, yuk girls! Kita pergi aja!"

Aku menatap nanar kepergian Rosa dan yang lain. Cepat-cepat kubuka pesan di grup.

"Astaghfirullah! Ini bukan aku."

Kring!
Telpon dari Refan berbunyi.

"Halo."

"Susah dibilangin, ya! Kan sudah aku suruh jangan berangkat ke kampus dulu."

"Apa karena video itu?"

"Ya, semua orang bilang kalau itu kamu. "

"Hanya karena warna dan model rambutnya mirip punyaku?"

"Hm."

"Kamu percaya?"

"Gak."

"Benar?"

"Bahkan dari jarak 10 kilometer aja aku bisa tau kalau itu kamu atau bukan. Apalagi hanya dengan yang seperti di video itu? Percayalah, aku akan selesaikan semua."

"Bagaimana caranya?"

"Caranya? Kamu pulang sekarang. Aku jemput."

"Hey..."

Klik. Panggilan di putuskan. Kebiasaan!

Aku mengetik beberapa kalimat di grup. Sebagai pembelaan bahwa itu bukan aku.

"Teman-teman, aku tau kalian nggak akan percaya pada apa yang akan kuucapkan. Tapi itu tidak seperti yang kalian lihat. Itu bukan diriku, sungguh!"

Tapi apa yang kudapat? Bukan pertanyaan penuh selidik, justru mereka semakin menghinaku.

🌼🌼🌼

Hari demi hari berjalan kian cepat. Aku pikir kejadian itu akan segera lenyap, seperti yang lainnya. Namun aku salah. Kini aku sendiri. Refan pun tak pernah kelihatan. Kemana anak itu? Apa dia tak mau berteman denganku lagi?

Setelah pelajaran selesai, kuputuskan untuk langsung pulang. Bingung juga harus kemana, pun aku sudah jengah dengan tatapan jijik mahasiswa lain terhadapku.

"Lina pulang, Bun."

"Lina, sini Nak!"

Aku segera menghampiri Bunda. Beliau sudah tahu juga akan video itu. Awalnya marah, namun setelah aku jelaskan dan aku perbesar resolusi video, beliau baru percaya dan mulai tenang.

"Tadi Refan ke sini." Ucap Bunda, begitu aku tiba di depannya.

"Oh,"

"Bersama orang tuanya."

"Hah? Ngapain?"

"Ngelamar kamu."

"Heh?" Kali ini aku terkejut bukan main. Melamarku? Apa dia gila?

"Katanya pelaku video itu sudah ketahuan. Anaknya yang punya Yayasan dan Anaknya Dekan. Siapa tadi ya namanya?" Bunda tampak mengingat.

Anaknya ketua Yayasan? Anak Dekan? Seketika mataku membulat.

"Rosa dan Arya?" Tanyaku terkejut.

"Ah iya, itu!"

"Lalu, kalau sudah ketahuan siapa pelaku zina di video itu, kenapa Lina masih harus menikah dengan Refan?"

"Katanya Refan juga di tuduh sebagai pelakunya. Karena dia punya baju persis seperti yang di foto." Terang Bunda.

Ah, aku memang tidak membaca semua pesan di grup waktu itu. Entah, menerima hinaan dan cacian secara langsung saja sudah cukup. Aku tak mau menyakiti hati lebih dalam lagi dengan membaca semua.

"Konyol!" Sinisku.

"Tapi Lina ga mau, Bun."

"Lina, kita terima dulu saja lamaran mereka. Toh nama kalian sudah jelek. Kita perbaiki dulu semua."

"Perbaiki? Apa tidak ada cara lain, Bun? Lina masih pengin kuliah."

"Nanti kita bahas ya, Sayang. Sekarang kamu istirahat saja. Nanti malam mereka mau datang ke sini lagi."

Aku masuk ke dalam kamar. Menikah? Dengan Refan? Tidak mungkin!

🌼🌼🌼

"Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikum salam."

Malam ini, kami menerima lamaran dari Refan. Dia juga datang, tapi kami tak bertemu secara pribadi. Hanya lewat tatapan saja lalu dia mengangguk. Entah, apa yang ada di pikirannya.

"Lin, jadi gimana? Kamu setuju kalau pernikahannya dua minggu lagi?" Tanya Wak Udin, kakak Ayah.

Aku hanya mengangguk, pasrah.

Semua sudah di tentukan. Dua minggu lagi pernikahan akan di adakan. Selama itu pula, Refan tak pernah menghubungiku.

"Saya terima nikah dan kawinnya Sherlina Gunawan binti Gunawan Adijaya, dengan mas kawin tersebut, tunai!"

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Sah!"

Air mataku perlahan menetes. Akhirnya, acara ini berjalan juga.

🌼🌼

Semua anggota keluarga telah pamit pulang. Hanya tersisa Aku, Refan, Mama, Papa, dan Bunda.

"Sayang, ini kunci rumah kontrakan kalian. Maaf, Mama ga bisa kasih yang lebih. Kalian harus belajar hidup mandiri. Mulai dari sekarang, kalian tidak di perbolehkan meminta uang kepada kami. Kecuali dalam keadaan terdesak. Bukan bermaksud tega, tapi supaya kalian lebih mensyukuri apa yang akan kalian punya nanti."

Allah, akankah kehidupan yang sebenarnya yang akan kami jalani?

NIKAH MUDA (THE LOVE STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang