Tin ... Tin ...
Aku terkejut ketika sebuah mobil masuk ke halaman rumah Budhe. Kendaraan roda empat yang sangat aku kenal pemiliknya. Refan!
"Maaf, Lin..."
Aku masih menatapnya, masa bodoh dengan Refan yang mungkin kini tengah dilanda kecemburuan.
"Apa?"
Aku masih menunggu lanjutan kata-katanya, "Katakan, ada apa?" Kali ini aku mendesak.
"Ini semua rencana Refan. Di dalam sana ada..."
"Bagus!" Refan menatap kami seolah tengah menangkap basah sepasang anak manusia yang tengah berzina.
"Apa?" Aku menatapnya tajam. Sudah muak melihat kelakuannya. Aku takkan tertipu lagi!
"Lina!" Aku tersentak karena suara Bunda. Ah, Malaikatku!
"Bunda..." Mataku berkaca. Kenapa Bunda harus ikut? Setidaknya jika beliau tak ada, aku akan bersikap sok kuat. Namun jika begini, maka ... Air mataku mulai menetes.
"Bunda lihat sendiri kelakuan anak Bunda! Suami sakit bukannya ngurusin malah enakan di sini sama kakak iparnya." Refan mendengkus. Seolah-olah memang benar kejadiannya.
"Kakak ipar? Rafa ini..." Perkataan Bunda menggantung, seolah meminta penjelasan.
"Iya, Bunda. Lelaki ini kakak Refan."
Bunda terkejut! Pasti lah, dulu pun aku pernah berada di posisi Bunda.
"Bunda ini salah paham...."
"Iya, Bunda." Kali ini Rafa ikut berbicara.
"Rafa, kamu mengantar Lina kesini, Nak?" Suara Bunda yang tadinya meninggi ketika memanggilku, perlahan memudar mengetahui ada Rafa di sini. Dulu, kata Bunda, Rafa ini termasuk calon mantu idaman beliau. Memang sih, aku pun sampai tergila-gila padanya dulu. Dulu. Entah sekarang. Ah, hati, lagi-lagi kau goyah?
"Iya, Bunda. Maaf." Rafa menunduk. Mungkin ia merasa tak enak.
"Sudah, tak apa. Alhamdulillah, kamu mengantarkannya ke sini. Kalau tidak, mungkin dia akan kabur entah kemana. Terima kasih, ya." Kata Bunda sambil mengelus lengan Rafa. Seharusnya, pemandangan ini begitu indah. Namun sayang, kobaran api di sebelahnya mampu mengambil alih keindahan itu.
"Bunda, kok gitu?"
"Refan, Bunda tahu betul Nak Rafa. Tidak mungkin dia akan mencelakakan Lina, juga menyakitimu. Dia kakakmu. Kamu harus percaya." Gantian Bunda mengelus lengan Refan. Ah, Bunda! Di sini aku yang tersakiti, kenapa aku tak di elus juga? Tau ah!
Kutolehkan kepala ke arah mertuaku. Beliau sekarang tengah menatapku sendu. Entah karena apa. Apa mungkin ia kasihan padaku, atau dia menyesal telah berlaku tidak adil? Tatapan matanya sungguh tak dapat di artikan.
"Yu, aku bali (Kak, aku pulang)." Seru Bunda ketika memasuki rumah.
"Lah, ko melu bali? Apa kie wis bada? (Lah, kamu ikut pulang? Apa ini sudah lebaran?)" Bunda terkekeh. Karena biasanya, kami pulang memang hanya waktu Hari Raya Idul Fitri saja.
"Bu." Budhe menyalami Mamah. Lalu Refan berdiri, menghampiri Budhe. Lirikannya terhadapku seakan menembus jantung. Dapat kupastikan, bahwa kini ia tengah mengutuk kami karena rencananya gagal total. Sementara Mamah, kini duduk di sampingku, sambil mengelus tanganku.
"Maaf, Lin." Mamah menatapku. Masih dengan tatapan sendu.
Aku hanya mengedipkan kepala, tanda aku memaafkan beliau. Bukan tak sopan, tapi tak ingin jika Bunda dan Budhe mengetahui permasalahan kami.
"Yu, aku arep tilik mboke disit ya (Kak, aku mau nengok Ibu dulu ya)." Bunda berlalu ke belakang.
Ruang tamu di sini memang hanya satu sofa panjang kapasitas empat orang, dengan satu sofa kecil serta meja.
Kulihat Budhe meminta tempat duduk, lalu mendorong Rafa agar bergeser. Mau tak mau, tubuhku dan Rafa kini menempel. Aku melirik ke arah Refan. Mukanya merah menahan marah. Dan aku tersenyum sinis, merasa menang!
Bunda kembali dari belakang. Lalu duduk di bawah. Beliau memang suka sekali duduk di lantai. Dingin, katanya. Cuaca memang sedang panas-panasnya. Musim kemarau telah merenggut tetesan hujan yang seharusnya telah membasahi bumi.
"Jadi, jelaskan! Maksud kalian berdua kabur-kabur'an gini tuh apa? Mana pesanan Bunda lagi banyak-banyaknya. Nggak mau tau! Pokoknya masalahnya harus selesai hari ini juga."
Glek! Aku menelan ludah. Seharusnya Bunda jangan tahu. Aku tak tega.
"Jadi gini, Bun...." Aku berusaha mengatur napas, semoga Bunda tidak syok mendengar penjelasan dariku.
"Tidak usah. Biar aku yang jelaskan detilnya. Jadi gini, Bunda. Sebenarnya....."
Bersambung.
🌼🌼🌼
Hayo, kira-kira apa yang bakal di omongin Refan? 😂
Aku sempet-sempetin ngetik, disaat kesibukan yang... Yah, sudahlah.
Selamat membaca. Jangan lupa krisannya, ya, Zheyeenk.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH MUDA (THE LOVE STORY)
عاطفيةRefan dan Lina, 22 tahun, harus menikah karena di tuduh menjadi pelaku video tak senonoh. setelah diketahui siapa sebenarnya pelaku tersebut, keduanya pun tetap menikah. kehidupan yang sebenarnya telah menunggu mereka untuk berjalan.. baca terus ke...