PART 12

2.9K 206 20
                                    

"Apa-apaan ini?" Terdengar suara Refan.

Aku dan Rafa sama-sama terkejut. Jantungku berdegub kencang. Otakku seakan buntu untuk memikirkan alasan apa yang tepat untuk di berikan kepada Refan.

"Fan, jangan salah paham." Aku beranjak menghampirinya. Nampak rahangnya mengeras. Astaghfirullah, apa yang telah aku lakukan?

"Fan..." Rafa memanggil Refan. Ya, hanya memanggil. Aku sudah mengirimkan kode lewat mata agar ia memberikan alasan yang masuk akal.

"Apa? Kalian mau alasan kalau ini semua nggak sengaja? Hah?" Refan membentakku. Baru kali ini aku melihat dia marah.

Aku mundur ke belakang karena sekarang Refan melangkah maju dengan tatapan nyalang. Suasana ruang tamu tiba-tiba menjadi panas. Kemana sih Mamah dan Bik Asih? Kalau Astrid, tentu ia masih di Hotel mungkin.

"Fan ... Kita bisa bicarain ..."

"Mau ngomong apa, hah?" Satu tangannya terangkat. Mataku otomatis menutup. Namun hening, kubuka mata. Terlihat Rafa memegang tangan Refan yang satu jengkal lagi berhasil mendarat di pipiku.

"Fan, cukup ..."

"Apa, Mas? Lu masih suka 'kan sama dia?"

Mataku terbelalak. Alamakjang! Apa maksudnya ini? Jadi Refan memang tau?

"Gue bilang cukup, Fan. Dulu, emang relain dia, sekarang kalau lu mau nyakitin dia, hadapin gue dulu."

Aku semakin bingung dengan semua yang terjadi.

"Maksudnya apa ini?"

"Masuk kamar, Lin." Perintah Refan.

"Jelasin dulu!"

"Masuk!"

Aku tersentak oleh bentakan Refan. Kenapa dia jadi kasar begini? Bunda ... Orang seperti apakah Refan ini?

Aku berlari ke dalam kamar, membanting pintu lalu menguncinya. Allah, apa yang sebenarnya terjadi?

Aku duduk di samping ranjang sambil memeluk lutut erat. Perasaanku tak enak, sedang apa mereka di luar? Apa aku mengintip saja, ya?

Ketika hendak berdiri, tanganku menyentuh sesuatu di bawah ranjang. Kantong plastik apa ini? Perlahan, kubuka dan melihat isinya. Botol obat?

"Aarrrggggh..." Suara teriakan terdengar nyaring dari luar. Aku segera keluar. Nampak Refan memukul rafa hingga babak belur.

"Fan, istighfar! Dia itu kakak kamu." Aku berusaha menghentikannya. Entah setan mana yang merasukinya.

"Alah, bilang aja kamu masih kepikiran dia, kan?"

"Refan!" Aku berteriak, ini pertama kalinya aku membentaknya. Ia sudah kelewatan. Memang wajar ia marah, tapi tak perku begini.

Aku mengantar Rafa ke Rumah sakit. Meskipun Refan melarang, tapi akulah yang menyebabkannya jadi seperti ini.

"Sabar, ya. Bentar lagi nyampe. Nanti kalau udah sampe, aku kabarin astrid."

"Jangan."

"Lho, kenapa?"

"Dia bukan pacarku."

"Hah?"

"Sudahlah, nanti aku jelaskan."

🌼🌼🌼

"Gimana, Dok?"

"Ini harus di jahit sedikit di bagian pelipisnya. Sepertinya yang menonjok tidak main-main."

Aku menelan ludah, Refan yang tadi sangatlah berbeda dengan yang aku kenal.

"Lin," Aku menoleh ke arah Rafa. Tampak seluruh wajahnya mengalami lebam.

Ketika tanganku hendak menyentuh tanganya, bermaksud ingin menguatkannya, tiba-tiba dering gawaiku berbunyi. Tertera nama Mamah di sana.

"Halo, Mah." .

"Lina, kamu di mana?" Suara Mamah terdengar gemetar.

"Di rumah sakit. Antar Mas Af."

"Pulang sekarang! Refan, Lin, Refan ...'

"Refan kenapa, Mah?" .

Rafa terlihat kaget mendengar pertanyaanku.

"Sial! Jangan-jangan dia melakukannya lagi." Aku mengerutkan dahi mendengar omongannya.

"Ya sudah, Lina pulang sekarang."

Setelah pamit ke Dokter, kami keluar dengan langkah tergesa. Kenapa mendadak perasaanku tak enak begini?

Sampai di rumah, aku segera menuju kamar. Tampak Refan tengah berbaring dengan mata terpejam. Pikiran negatif mulai menyerangku.

"Mah ..." Aku meraih pundak beliau.

"Lin." Mamah masih terisak sambil memegang tangan Refan.

"Refan kenapa, Mah?"

"Mamah baru pulang dari arisan. Sewatu buka pintu, dikejutkan dengan Refan yang pingsan di dapur."

"Sudah manggil Dokter, Mah?"

Beliau hanya mengangguk. Matanya terlihat tidak bersahabat ketika menatap Rafa.

"Kenapa kamu tidak ngalah saja sama adikmu, Af? Tega sekali kamu. Puas kamu sekarang lihat dia begini lagi?" Mamah terlihat sangat marah.

"Mah, sabar. Ini bukan salah Mas Af." Kataku sambil menenangkan.

"Maaf, Mah. Rafa cuma tidak tahan melihatnya berbuat kasar sama Lina. Setelah apa yang telah kulakukan untuknya, Rafa tak terima, Mah!"

"Lina sudah jadi istri Refan sekarang! Itu urusan mereka. Kamu sudah tidak berhak ikut campur masalahnya. Lina itu bukan pacar kamu lagi!"

Lagi-lagi aku terkejut dengan semua ini. Kepalaku semakin pusing. Astaghfirullah!

"Jadi, kalian mempermainkan aku?" Entahlah, hanya kata itu yang mampu keluar dari bibirku.

Aku memejamkan mata, berharap sesak di dada menjadi berkurang. Tapi nihil, justru semakin sakit.

"Lin, aku bisa jelaskan."

"Biar Mamah yang cerita..."

Lalu mengalirlah cerita. Dari awal Refan menyukaiku, lalu ia mengetahui tentang hubunganku dan kakaknya. Sempat berkelahi, akhirnya Rafa mengalah dan memutuskanku. Jadi ini alasan kamu, Fa?

Lalu yang lebih bikin aku terkejut, tentang video itu. Memang betul itu video Arya dan Rossa, namun ketika video itu menyebar lewat aplikasi whatsapp, Refan membayar temannya untuk mengatakan bahwa itu aku dan dia. Tak lupa juga, dia menyuruh pelaku sebenarnya untuk tutup mulut.

"Jadi waktu itu, Refan sempat seperti ini juga. Karena Rafa tak kunjung memutuskanmu. Satu botol obat penenang, dia habiskan semua. Maaf, Lin. Mungkin perbuatan Refan salah, tapi cintanya untukmu tulus."

Aku menutup mulutku. Susah di percaya! Lelaki yang aku anggap benar, alim, dsn pintar ini justru telah membohongiku. Refan, aku kecewa!

Aku beralih menatap Rafa. Jika memang ksta Mamah cintanya Refan ke aku tulus, lalu bagaimana dengan Rafa? Kenapa beliau lebih mementingkan Refan, padahal Rafa yang saat itu jelas masih berhubungan denganku pun juga anaknya.

Lalu sekarang, apa yang harus kulakukan? Rasa cinta untuk Refan sudah tumbuh, haruskah aku meninggalkannya dan memaafkan? Atau memilih pergi beralaskan kecewa? Bagaimana menurut kalian?

Bersambung
🌼🌼🌼

Terima kasih Admin, Moderator, dan Readers.
Jangan lupa krisannya, Yah!

NIKAH MUDA (THE LOVE STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang