Jantungku berdegub kencang, mulut serasa terkunci. Demi apapun, tolong jangan katakan jika Refan mengetahui semuanya.
"Tapi, aku pernah liat Mas Af bareng cewek di jalan Margonda. Memang sih, nggak kelihatan jelas. Tapi perawakannya ya kaya kamu gini. Mungil. Hihi."
Entah apa yang lucu, hingga membuat Refan tertawa. Ya, hanya Refan. Sedang aku? Jangankan untuk tertawa, lututku terasa lemas sekarang. Mati sudah jika Refan tau semuanya.
"Margondanya mana?" Aku mengulik lebih dalam.
"Pertigaan. Dekat pos polisi. Kayaknya motor mereka kena tilang. Waktu itu aku abis jengun anaknya Kak Rendra dan Kak Rika. Mau nyamperin, tapi motor yang aku pakai sedang di tunggu Bisma, mau nganterin Hanum ke Rumah sakit katanya."
Dapat kurasakan, tanganku mulai dingin, keringat pun sudah membanjiri tubuh. Aku. Memang benar jika itu kami. Waktu itu, aku akan menemani Rafa ke sebuah Mall di sekitar Margonda, membeli sebuah kado untuk sahabatnya yang akan menikah. Namun di tengah jalan, kami di cegat polisi karena sedang ada razia. Dan parahnya, Rafa tak membawa karu SIM nya.
Aku menghembuskan napas, pelan. Padahal hanya tinggal mengakui mantan saja, kenapa susah banget sih, Lin?
Aku masih termenung, bingung harus mengatakan apa. Juga memikirkan bagaimana reaksi Refan jika tau kalau wanita itu adalah aku, istrinya.
Aku tersentak ketika sebuah tangan menggenggam tanganku. Aku menoleh, tampak Refan tengah memandangku dengan tatapan yang ... Beda.
"Kamu kenapa? Kok mukanya pucat gini? Keringatnya juga banyak."
"Nggak papa, Fan. Udah mau sampai belum? Aku dah laper banget." Kataku, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Bentar lagi." Mobil terus melaju hingga akhirnya mulai terlihat jajaran Ruko. Di sana terpampang tulisan 'Coto Makassar', seketika senyumku mengembang. Jadi ini rasanya ngidam ya? Ketika apa yang di inginkan tercapai, bahagianya luar biasa.
Refan membuka pintu, aku keluar sambil meraih tangannya. Kami berjalan layaknya pengantin baru. Eh, tapi memang benarkan? Cinta kami ini baru. Baru tumbuh. Hehehe
🌼🌼🌼.
Puas makan, kami balik ke rumah Mamah. Niatnya nginep cuma dua malam, tapi sepertinya harus di perpanjang.
"Aku balik kontrakan dulu, ya? Ngambil baju buat kerja. Kamu mau nitip?"
Aku mengangguk, "Daleman sama pakaian empat pasang aja. Yang di atas ya."
Mendengar kata 'daleman', senyum Refan mengembang, kerlingan nakal pun tak lupa ia kedipkan. Aku memutar bola mata, jengah. Ternyata itu sifat aslinya? Mesum!
Setelah Refan pergi, aku beranjak menuju ruang tengah. Menyalakan tv dan mengambil beberapa cemilan. Sebelum hamil, mana pernah aku melakukan hal semacam ini.
Tayangan di berita hari ini menampilkan seorang bayi yang meninggal karena tersedak ketika di kasih makan pisang. Duh, ini gimana sih orang tuanya? Bukannya kalau habis melahirkan, kita konsultasi sama Bidan dan di kasih tahu kalau untuk makanan pendamping Asi (MPasi) di perbolehkan ketika bayi sudah menginjak usia enam bulan? Aku menggelengkan kepala. Ini sebagai pelajaran buatku, agar nanti dapat lebih berhati-hati ketika merawat si kecil.
Rasa ngantuk mulai menyergap. Enak kali ya jika tidur di sini. Kubaringkan badan di atas sofa. Lalu mulai menutup mata.
🌼🌼🌼
Aku terbangun ketika merasakan sentuhan di pipiku. Juga rasa empuk yang menyangga kepalaku. Tunggu! Bukankah tadi tidak ada orang di rumah? Apakah Refan sudah pulang? Kubuka mata, dan melihat apakah Refan membawa pesananku.
"Kamu udah pulang, Fan? Mana pesa .... Nan ...", Lidahku langsung terasa kelu.
"Nyenyak tidurnya?" Rafa menyungkin senyum manisnya. Senyum yang sempat aku rindukan. Ya, ternyata yang tadi menyanngga kepalaku adalah paha Rafa. Astaga! Aku pasti gila. Bagaimana jika terlihat oleh orang lain?
"Ngapain kamu? Btw, makasih." Ucapku, sedatar mungkin.
"Lin, aku rindu." Ucapnya, tanpa rasa bersalah
Rindu dia bilang? Lalu kenapa dia cuek terhadapku? Bahkan wajahnya tadi pagi masih tidak bersahabat, datar dan ketus.
"Maaf, aku mau ke kamar." Aku segera beranjak, tidak ingin berlama-lama dengannya.
"Tunggu!" Rafa menarik tanganku, hingga kini aku berada dalam pelukannya. Dia memeluk erat, seolah tak mengijinkan aku untuk melepaskan diri.
"Lima menit. Biarkan aku memelukmu lima menit saja."
"Kamu gila! Bagaimana kalau ada yang lihat?" Aku memberontak, berusaha melepaskan pelukannya.
"Semakin kamu meronta, maka akau akan semakin memelukmu. Kamu tak dengar? Aku rindu kamu, Lin."
Tak terasa, air mataku pun keluar. Kesedihan yang sudah bertahun-tahun aku simpan, akhirnya tumpah juga hari ini.
"Kamu jahat, Fa!"
"Maaf."
Aku semakin tergugu, mengingat bagaimana caranya dulu memutuskanku, 'Maaf, kita putus aja. Aku udah nggak butuh kamu. Anggap kita nggak pernah kenal.', ingatan itu. Sakit sekali rasanya jika mengingatnya.
"Aku terpaksa, Lin. Maaf."
"Lepaskan, Fa, Lepas ..."
"Apa-apaan ini?" Aku tersentak mendengar suara yang lain. Suara ini ...
"Refan ..."
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH MUDA (THE LOVE STORY)
RomanceRefan dan Lina, 22 tahun, harus menikah karena di tuduh menjadi pelaku video tak senonoh. setelah diketahui siapa sebenarnya pelaku tersebut, keduanya pun tetap menikah. kehidupan yang sebenarnya telah menunggu mereka untuk berjalan.. baca terus ke...