[ 2 ]: Fly With The Wind

2.9K 289 121
                                    

Gairah ibarat angin yang mengisi layar kapal; ia kadang-kadang tenggelam, tetapi tanpanya akan menjadi tidak mungkin untuk berlayar.

Embusan hangat itu menerpa setengah wajahnya, ketika ada sesuatu yang mendekat dan terus mendekat membuat sosok itu perlahan mendorong pelan sangat pelan, tak menggunakan seluruh tenaganya sebab Krist penasaran akan sesuatu hal, ia ingin bertanya,...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Embusan hangat itu menerpa setengah wajahnya, ketika ada sesuatu yang mendekat dan terus mendekat membuat sosok itu perlahan mendorong pelan sangat pelan, tak menggunakan seluruh tenaganya sebab Krist penasaran akan sesuatu hal, ia ingin bertanya, tetapi hal tersebut menyalahi kebiasaannya, jadi ia memilih untuk mengabaikan apa yang ada di dalam pikirannya, untuk apa pula ia tahu masalah orang lain. Tidak ada gunanya dan karena terlalu lama berpikir membuatnya lupa kalau pria licik di hadapannya itu menggunakan kesempatannya sebaik mungkin pada Krist yang mengambil beberapa jeda untuk berpikir.

Jemari sosok lain di hadapannya menjalar liar di balik punggung polosnya, ia tahu tatapan apa itu. Ia tahu hal ini akan mengarah kemana dan ia sangat tahu apa yang Singto inginkan. Ia sengaja tak begitu menanggapinya.

"Krist...."

"Heumm." Ia hanya menjawab seadanya saja.

"Aku menginginkanmu."

Intonasi itu terdengar samar dan sangat rendah dan sialnya. Hingga tubuh Krist agak bergetar mendengarnya, ketika Singto berbisik seperti itu padanya. Pria itu meraba tengkuknya, mengembuskan terpaan hangat di sana, sangat tahu letak titik sensitifnya, agar ia tak bisa menolak, tetapi ia masih kesal pada kelaluan Singto yang mengajaknya untuk mati bersama tadi. Pria itu memang agak tidak waras.

"Aku tidak."

"Kau yakin?"

"Memang kau pantas di inginkan?"

Kata-kata yang Krist ucapan memang tajam dan pedas untuk Singto, tetapi ia sudah terbiasa. Ia sudah kebal dengan semua umpatan Krist berserta kutukannya sadisnya dan bukan Singto kalau ia hanya diam saja, tak menggoda pria tersebut.

"Tentu saja. Kau ingin kita melakukan posisi apa malam ini?" Singto menatap Krist yang meliriknya tajam, ia tersenyum miring melihatnya, "kau di atas dan aku di bawah. Kita lihat bagaimana caramu memuaskan aku."

Tatapan Singto semakin kuat, bahkan dengan sengaja semakin menghimpitkan tubuhnya, hingga ruang Krist terbatas, ia tak mendapatkan cela, lalu sesuatu menggesek bagian bawah tubuhnya, ia tak bisa berpaling dari sosok itu, berakhir dengan menyelami kedua mata oniks tersebut. Krist tersenyum agak sadis sebelum menginjak kaki seseorang di hadapannya, sampai akhirnya Singto memekik kesakitan.

"Aku ingin membersikan diri. Menyingkir." Krist mendorong tangan Singto layaknya kuman.

Singto menggelengkan kepalanya dan mendorong tubuh Krist pada dinding lagi, saat ia ingin pergi menjauh dari Singto, "Nanti kau juga akan kotor lagi. Lagipula aku suka baumu."

Itu masuk akal dan Krist mendengus mendengarnya. Ia selalu kalah berdebat dengan Singto sebab Krist tak suka sesuatu seperti itu. Singto selalu berhasil menepis kata-katanya. Ia pandai bicara sementara Krist tidak.

The Phoenix: Street Fighter [ Peraya ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang